Kamis, 28 Januari 2016

(Final) Adu Nyali dengan Datsun Go+Panca, Menggali Potensi, Menebar Inspirasi untuk Negeri

 
 
  Durian Runtuh di Kalimantan
Durian Runtuh di Kalimantan

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/final-adu-nyali-dengan-datsun-go-panca-menggali-potensi-menebar-inspirasi-untuk-negeri_56a10796967a61f20adaf140
Durian Runtuh di Kalimantan Woooow Kereeeen! itu yang pertamakali mencuat dari benak saya ketika membaca di Kompasiana, akan ada even Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedition yang akan melintas dan menjelajahi eksotisnya alam liar Pulau Kalimantan, dari Tanjung Redeb, Berau Kalimantan Timur sampai ke Kota Pontianak di Kalimantan Barat.Ck...ck...ck....ini even langka yang nggak boleh dilewatkan! ....waduh! Batas pendaftaran untuk etape 1 untuk jalur Samarinda-Tanjung Redeb hari ini terakhir? Masih sempat gak ya...? Wis pokoknya daftar aja dulu, diterima apa nggak itu urusan yang diatas (sama urusan admin kompasiana kali ye....he..he..he...). Alhamdulillah siang itu dalam tempo yang secepat-cepatnya semua persyaratan yang diminta admin Kompasiana siap dan beres untuk di kirim ke petugas berwenang...dan Alhamdulillah, akhirnya jadi juga saya bergabung dengan rekan-rekan dari seluruh Indonesia dalam Datsun Risers Expedition menjelajahi wisata pulau terdepan! Inilah yang saya bilang sebagai durian runtuh di Kalimantan. Even ini merupakan berkah untuk pariwisata Kalimantan, khususnya daerah yang dilintasi oleh para risers (sebutan untuk peserta Datsun Risers Expedition), karena mendapatkan media promosi pariwisata paling efektif dan efisien, gratis lagi.....! Kenapa efektif dan efisien? Para risers terpilih yang nantinya menjelajahi Pulau Kalimantan bukan risers biasa yang hanya jago nyetir mobil, tapi mereka adalah kompasianers, yaitu komunitas penulis media blog terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, Kompasiana. Mereka penulis-penulis handal dibidangnya, jadi melalui tulisan para risers-Kompasianers inilah promosi pariwisata Kalimantan akan terekspos ke seantero dunia. Kalau sudah begini, jadinya durian runtuh matang pohon sudah terbelah lagi....he...he...he....cakep banget Datsun-Kompasiana! Terima Kasih Datsun! Terima Kasih Kompasiana! Mudah-mudahan setelah even ini, potensi besar pariwisata Kalimantan yang masih sering terabaikan dan sering timbul tenggelam, bisa segera bangkit dan take off .....

Mangenali Simpul-Simpul Eksotisme Jantung Kalimantan

Pesona Gadis Dayak
 
Bagi yang belum pernah mendengar dan melihat Pulau Kalimantan, membayangkan pulau terbesar di Indonesia ini yang terlintas pasti hutan belantara yang lebat, suku dayak dengan ciri khas telinga panjangnya dan orang utan! Betul...? Memang benar, semua itu bagian dari Kalimantan, tapi Kalimantan tidak sesempit itu bro...! Masih banyak ikon potensial Pulau Kalimantan yang belum tereskspos secara luas, jangankan keluar negeri didalam negeri saja masih perlu ketelatenan dan kerja keras untuk memperkenalkannya. Untuk itulah, inisiatif dan ide cemerlang pabrikan mobil Datsun untuk mengadakan Datsun Risers Expedition yang akan menjelajahi Pulau Kalimantan patut mendapatkan apresiasi. Come on Let's go....

- Welcome to Balikpapan -


Selamat Datang di Balikpapan

Perjalanan resmi hajatan bertajuk Datsun Risers Expedition" Round III Kalimantan etape 1 dimulai dari Kota Samarinda menuju Kota Tanjung Redeb di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Berlangsung dari tanggal 11-15 Januari 2016 memang tidak melewati Kota Balikpapan. Hanya saja, sepertinya kurang afdhol kalau kita harus melewatkan begitu saja "pintu masuk" para risers Datsun Risers Expedition dibumi Kalimantan ini.

-- Samarinda "Kota Tepian" --

Islamic Center (Masjid Baitul Muttaqien) landmark Kota Samarinda

Kota Samarinda si Kota Tepian, Ibu Kota Propinsi Kalimantan Timur. Kota yang berada di tepian Sungai Mahakam ini mempunyai sejarah panjang sebagai kota perdagangan yang sangat penting bagi pergerakan dan pertumbuhan perkonomian regional Kalimantan. Posisi strategis Kota Samarinda yang tepat berada di jalur lalu lintas perdagangan antar pulau dan antar daerah di pedalaman Kalimantan, menjadikan pelabuhan sungai Mahakam sebagai pelabuhan tersibuk di jamannya dan Sungai Mahakam sebagai salah satu sungai telebar dan terpanjang di Indonesia sangat mendukung untuk kepentingan itu.

Hebatnya, ditengah-tengah sibuknya jalur pelayaran Sungai Mahakam ternyata didalamnya masih menyimpan spesies unik dan langka yang hampir punah, pesut mahakam. Binatang mamalia air yang lebih kita kenal dengan ikan duyung ini dengan mati-matian dijaga kelestariannya oleh masyarakat Samarinda. Mau ikut serta menjaganya, kompasianer?

 Dealer Nissan-Datsun Sampaja Samarinda

 Perjalanan para risers dimulai dari titik ini, Dealer Nissan-Datsun Sempaja, Samarinda. Tim kami risers 4 (#Jagaw Risers) beranggotakan Rahab Ganendra, Ang Tek Khun dan saya sendiri, kaekaha.

Sekitar pukul 13.30 WITA rombongan Datsun Risers Expedition yang berjumlah 5 mobil plus beberapa mobil Offcial berangkat menuju Kota Sangatta di daerah Kutai yang berjarak sekitar 260km. Selama perjalanan, #JagawRisers" tidak mengalami kendala yang berarti. Driver kami Rahab Ganendra tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan tunggangan baru kami Datsun Go+ Panca. Dengan laju kendaraan yang sifatnya koordinatif beriring-iringan dengan rata-rata kecepatan antara 50-60 km/jam kami bisa menikmati kenyamanan berkendara berkelas yang disediakan oleh rancangan Datsun Go+ Panca yang elegan dan tetap aman.

Tipikal jalan menuju Kota Sangatta dari Kota Samarinda didominasi oleh tanjakan dan turunan yang dikombinasi dengan tikungan-tikungan tajam yang berkelok-kelok, kami bisa dibilang sangat jarang bertemu dengan jalur lurus datar dengan panjang lebih dari 500 meter! Keren kan? Tapi itulah hebatnya Datsun Go+ Panca, dengan medan yang lumayan ekstrim dan menantang seperti itu tetap bisa berakselerasi secara maksimal, hebatnya lagi tetap bisa memberikan kenyamanan dan keamanan maksimal kepada semua penumpang yang ada di dalam kabin. Good Job, Datsun! Akhirnya, sekitar puluk 19.00 WITA kami mulai memasuki kota Sangatta, negeri kecil penghasil batubara terbesar di Kalimantan Timur.




Angka km jarak tempuh kami dari Samarinda-Sangatta



 ---- Adu Nyali di Jalur Tengkorak Sangatta-Tanjung Redeb ----

Kaekaha, ini dia driver #JagawRisers untuk jalur tengkorak Sangatta-Barau

Bismillah, setelah berdoa bersama akhirnya kami tim #JagawRisers dan semua peserta Datsun Risers Expedition Kalimantan, berangkat menuju Kota Tanjung Redeb, Berau. Kali ini saya yang duduk di belakang kemudi. Jam tangan saya menunjukkan tepat pukul 07.30 WITA ketika start dimulai, sedangkan catatan kilometer pada speedometer mobil kami menunjukkan angka 8327 dengan kondisi bahan bakar full. Seperti sehari sebelumnya, tim kami selalu mencatat data-data tersebut guna mengetahui total jarak tempuh yang kami tuntaskan plus tingkat konsumsi bahan bakar mobil tunggangan kami Datsun Go+ Panca.

Keluar dari, area parkir Q Hotel Kota Sangatta, semua risers dan tim official lansung melaju teratur sesuai urutan angka mobil. Sekitar 15 menit pertama, para risers masih menjelajahi area Kota Sangatta yang pagi itu terlihat sudah mulai menggeliat aktifitas warganya. Sebagai kota kecamatan, Kota Sangatta memang tidak terlalu padat dan sibuk layaknya Kota Samarinda yang kemarin telah kita lalui. Beberapa saat berlalu, perjalanan risers mulai memasuki daerah tidak berpenghuni yang terlihat didominasi oleh lahan kosong pertambangan batubara baik yang masih aktif mapun yang sudah tidak aktif. Dari papan nama yang bertebaran di beberapa titik, area pertambangan yang terlihat masih aktif tersebut adalah milik salah satu perusahaan tambang batubara nasional yang namanya tentu sudah tidak asing di telinga, yaitu KPC (Kaltim Prima Coal) milik salah satu pengusaha nasional. Sedang yang tidak aktif lagi, terlihat tidak terurus dan terbengkalai tidak jelas siapa pemiliknya.

 Medan Alam Kalimantan
 
Semakin jauh meninggalkan Kota Sangatta, jalanan yang kami lalui semakin menyempit dan menantang nyali. Terdapat beberapa ruas yang aspalnya terkoyak, sehingga perlu ekstra hati-hati untuk melintasinya. Kontur geografis wilayah Sangatta-Tanjung Redeb yang berbukit-bukit dengan hutan lindung di sekelilingnya menyebabkan sepanjang jalan yang kami lalui layaknya mengendarai roller coaster di tengah hutan. Bergelombang, tanjakan, turunan dengan tingkat kecuraman sedang, luar biasa, sampai yang super ekstrem plus kelokan dengan variasi tikungan biasa sampai hampir berputar 180 derajat dengan lengkung putar yang relatif sempit, belum lagi di sebelah kiri atau kanan sebagian besar adalah jurang-jurang menganga dengan kedalaman sampai puluhan meter yang tidak jarang terkombinasi dengan badan jalan yang tinggal 1/3-nya saja, karena longsor. Wooooooooe! Sereeeeeem! Tapi memang inilah yang harus kami lalui, alam liar Kalimantan yang masih perawan dan sangat menantang bagi para petualang seperti kami, semua risers.

Angka meter jarak tempuh Sangatta-Desa Miau Baru

 
CSR DATSUN DI DESA ADAT DAYAK MIAU BARU 

Angka speedometer kami saat itu menunjukkan angka 8517, artinya kami sudah melakukan perjalanan sejauh 190 km dari titik Q Hotel, Kota Sangatta yang kami tempuh selama 6,5 jam perjalanan, ketika semua risers Datsun Risers Expedition diajak oleh official untuk berbagi CSR kepada anak-anak usia sekolah suku dayak di desa Miau Baru, Kecamatan Kombeng, Kabupaten Kutai Timur. Desa yang selama ini lebih dikenal sebagai salah satu destinasi wisata budaya ini, memang luar biasa. Selain masih menjaga tradisi adat dayak dengan baik, dibuktikan dengan masih terjaganya lamin atau rumah panjang sebagai simbol adat yang terus difungsikan, dipertahankan dan dilestarikan sampai detik ini.

CSR Datsun di Rumah Lamin Desa Miau Baru

Selain itu, desa ini bisa dijadikan contoh riil dari hidupnya budaya toleransi yang begitu luar biasa. Masyarakat dayak di desa ini bisa hidup berdampingan dengan para pendatang yang datang dan menetap didesa mereka yang tentunya mempunyai latar belakang suku, agama, ras dan golongan yang berbeda-beda dengan aman dan damai. Dalam acara CSR yang berdurasi sekitar 1 jam tersebut, acara dikemas sangat kreatif. Para risers dilibatkan secara langsung untuk menunjukkan kreatifitas kelompok masing-masing dalam memberikan influence berbagai pengetahuan dan keilmuan baru yang relevan dan bermanfaat bagi adik-adik dari SDN Miau Baru. Kami dari tim #JagawRisers, mengusung tema indahnya berbagi yang dikemas dalam bentuk dongeng dan game seru. Rangkaian acara CSR datsun diakhiri dengan makan bersama dan dilanjutkan dengan sesi eksplorasi rumah adat dayak miau baru dengan foto dan video.

Tim #JagawRisers bersama anak-anak SD Miau Baru

ROLLER COASTER DI TENGAH BELANTARA HUTAN KALIMANTAN 

Setelah semua rangkaian acara CSR Datsun berakhir, kami risers dan semua rombongan berpamitan kepada tetua adat setempat untuk melanjutkan peejalanan kami menuju Tanjung Redeb dengan estimasi perjalanan sekitar 5 jam perjalanan. Tidak seperti perjalanan Kota Sangatta-Desa Miau Baru yang kiri kanan kami sepanjang perjalanan didominasi lahan tambang yang gersang dan vegetasi kebun sawit, peejalanan dari Desa adat Dayak Miau Baru menuju Tanjung Redeb, yang berjarak sekitar 170km lebih didominasi oleh hijaunya hutan hujan tropis Kalimantan yang masih perawan dengan pohon-pohon tinggi dengan kerapatan yang masih terjaga dengan baik. Meskipun kontur jalanan yang kami lalui masih sama seperti roller coaster tapi setidaknya pemandangan hijau disekitar kami bisa membuat segar mata dan paru-paru kami, sehingga mengurangi rasa jenuh dan lelah kami para risers setelah menempuh perjalanan jauh.

Sebagian Roller Coaster jalur tengkorak Sangatta-Tanjung Redeb

Setelah melanjutkan perjalanan sekitar 3 jam, semua rombongan Datsun Risers Expedition akhirnya memutuskan singgah sebentar di Kantor Kecamatan Kelay untuk sholat dan istirahat sekitar 30 menit, kebetulan di sini terdapat sebuah Masjid dan halaman Kantor Kecamatan Jelai Kabupaten Berau yang luas bisa menampung semua mobil rombongan Datsun Risers Expedition. Sampai disini angka speedometer mobil kami 8599, artinya jarak antara Desa Adat Dayak, Miau Baru dengan Kantor Kecamatan Kelay Kabupaten Berau adalah sejauh 82 km dan kami tempuh selama 3 jam perjalanan

Foto Bersama di depan Kantor Kecamatan Kelay

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/final-adu-nyali-dengan-datsun-go-panca-menggali-potensi-menebar-inspirasi-untuk-negeri_56a10796967a61f20adaf140
Foto Bersama di depan Kantor Kecamatan Kelay

 Setelah melaksanakan kewajiban Shalat Dhuhur dan Ashar yang di gabung (jamak qashar) sekaligus berdoa dengan meminta keselamatan dan kemudahan dalam perjalanan kepada yang Maha Kuasa, perjalanan menuju Tanjung Redeb Kita lanjutkan dengan hati dan pikiran yang lebih lapang dan fresh. Medan yang kami lalui masih relatif sama. Kiri kanan kami masih berupa jurang-jurang menganga yang dibalut oleh hijaunya dedaunan hutan hujan tropis Kalimantan yang maaih perawan, hanya saja kami mulai bertemu dengan peradaban manusia, berupa beberapa rumah dan perkampungan penduduk walaupun masih relatif jarang dan sedikit.

KETANGGUHAN MESIN DATSUN MENGANTARKAN PARA RISERS SAMPAI TUJUAN

 
Ditengah perjalanan mendekati Maghrib, kami para risers dikejutkan oleh berita salah satu mobil official yang memang mengawal kami dari jauh di belakang kehabisan bahan bakar ditengah hutan. Memang sepanjang perjalanan kami sama sekali tidak menemukan SPBU, untung mobil Datsun G+ Panca yang kami tunggangi iritnya jagoan! Jadi tidak perlu risau meskipun sepanjang jalan tidak ada SPBU. Selain itu ketahanan dan ketangguhan mesin Datsun Go + Panca tidak perlu diragukan lagi. Datsun mampu melibas dengan aman dan nyaman, turunan, tanjakan dan tikungan-tikungan super ekstrem, Saya membuktikan sendiri dengan mengendarainya sejauh 366 km dari Kota Sangatta - Tanjung Redeb dengan waktu tempuh yang ralatif lama (13 jam) dan saya tetap fit dan segar! Lamanya perjalanan disebabkan karena pola dan sistem yang dipakai dalam event Datsun Risers Expedition kali ini adalah sistem konvoi yang mengharuskan semua mobil wajib berjalan sesuai dengan nomor urut masing-masing, tidak boleh saling mendahului. Sehingga perjalanan memakan waktu lebih lama bila dibanding dengan waktu idealnya.

Iring-iringan rombongan Datsun Risers Expedition etape 1

Semakin mendekati Kota Tanjung Redeb, hutan hujan tropis Kalimantan yang menyegarkan mata perlahan-lahan menghilang berganti dengan pemukiman dan perkampungan rumah penduduk yang rata-rata terbuat dari kayu dengan desain arsitektur dan ornamen khas adat dayak yang sudah dimodifikasi. Setelah sekian lama melaju menyusuri jalanan, akhirnya sekitar jam 20.30 WITA rombongan Datsun Risers Expedition mulai memasuki Kota Tanjung Redeb dan akhirnya kami memilih menginap si salah satu hotel terbaik di Kota yang berjuluk Kota Sanggam itu Hotel Swara Cantika. Angka speedometer mobil kami saat itu menunjukkan angka 8698 artinya total jarak yang telah ditempuh para risers dari Samarinda menuju Tanjung Redeb adalah sejauh 366 km dengan waktu tempuh total sekitar 13 jam.

Angka meter jarak tempuh Kelay - Tanjung Redeb

Lelah memang lelah, tapi saya pribadi dan semua para risers sangat bangga dengan pencapaian kami bersama Datsun Go+ Panca menjelajahi Pulau Kalimantan untuk etape 1, Samarinda-Tanjung Redeb dengan sukses tanpa terjadi insiden apapun. Datsun Go+ Panca memang jaminan mutu di kelasnya.

Budayakan, Berwisata Cerdas!

Dari tiga tempat wisata utama yang dikunjungi para risers Rumah adat Dayak Miau Baru, Pulau Derawan dan Pulau Kakaban, ada beberapa catatan penting bagi kita semua yang peduli dengan kelestarian dan pengembangan pariwisata di Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan

- Mengangkat Eksotisme Rumah Adat Dayak Miau Baru -


 Rumah adat dayak, Lamin Miau Baru
Rumah adat dayak, Lamin Miau Baru

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/final-adu-nyali-dengan-datsun-go-panca-menggali-potensi-menebar-inspirasi-untuk-negeri_56a10796967a61f20adaf140

 Rumah adat Dayak Miau Baru, atau warga setempat menyebutnya Lamin (Maaf...untuk yang cowok, jangan bisakan mengajak lawan jenis anda berwisata ke sini dengan mengatakan " Ayo kita main kexxxxx...ya! he...he...he....nanti kena sensor!) . Sebenarnya sangat potensial menjadi destinasi wisata unggulan seperti rumah adat serupa di Desa Adat Dayat Pampang di Samarinda Utara. Detail ornamen khas Suku Dayak baik pada motif ukiran maupun art printing-nya begitu indah dan sangat rapi. Begitu juga tonggak-tonggak sapundu dengan motif ukiran yang tak kalah cantiknya di depan bangunan yang berdiri kokoh sejak ratusan tahun silam merupakan bukti dari kolektifitas semangat masyarakat Dayak untuk menjaga dan merawat budayanya yang luar biasa eksotis.

Tapi sayang, keindahan, kelokan dan pesona budaya yang begitu berharga tampak kurang terawat, terutama untuk masalah kebersihan baik didalam ruangan maupun lingkungan sekitar yang tidak dijaga. Didalam ruangan, disana-sini tampak terlihat sarang laba-laba dan debu yang terlihat mulai menebal, sedangkan diluar ruangan sampah yang berserakan sangat mengganggu view rumah lamin yang begitu eksotis. Kedepan, harapan saya semua pihak terkait terutama warga desa adat Miau Baru bisa lebih maksimal menjadikan rumah lamin ini sebagai aset untuk menjadikan desa mereka sebagai destinasi pariwisata unggulan tidak hanya untuk Kalimantan tapi untuk Dunia!

Dengan terus menjaga dan merawatnya secara maksimal. Sedangkan untuk pemangku kebijakan, seperti Kedinasan Daerah terkait bisa memberikan pembinaan lebih intensif dan terarah demi menjadikan Desa Adat Miau Baru sebagai destinasi Wisata kelas wahid untuk mendatamngkan kesejahteraan dan kemakmuran warga setempat dan Kalimantan Timur secara umum. Pesan saya kepada pihak swasta, terutama DATSUN sebagai pabrikan otomotif yang telah terbukti sangat peduli dengan pariwisata Kalimantan, tentunya akan lebih bagus lagi seandainya DATSUN bisa menjadikan Desa adat Miau Baru sebagai anak asuh binaan, demi mengangkat potensi besar pariwisata desa adat ini ke jalur yang baik! Bagaimana Datsun?

 -- Terpanah Asmara Cantiknya Derawan --

 View Pulau Derawan yang mempesona


Cantiknya pesona Pulau Derawan di ujung perairan selat Sulawesi sudah menggema ke seluruh dunia. Bersama-sama dengan beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau Kakaban, Sangalaki dan Maratua, pulau Derawan dengan pasir putihnya yang bersih dan lembut telah menjadi ikon pariwisata unggulan Kabupaten Berau dan Propinsi Kalimantan Timur. Cantiknya Pulau Derawan tidak lepas dari anugerah dari yang Maha Menciptakan. Selanjutnya adalah kewajiban kita untuk menjaga dan merawatnya. 

Untuk Pulau Derawan yang juga berfungsi sebagai pulau hunian bagi masyarakat, saya berharap masyarakat disana juga mempunyai tekad, semangat dan harapan yang sama untuk menjadikan Pulau Derawan sebagai Destinasi Pariwisata kelas wahid dengan menjaga, merawat dan mengembangkan semua potensi yang ada dengan konsep yang benar, terstruktur dan terprogram dengan goal yang jelas dan terukur dengan pemerintah sebagai pembina dan pengawasnya. 

Jangan sampai pengembangan potensi Pulau Derawan berjalan pragmatis, bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi, pola dan arah yang jelas yang akhirnya justeru terlihat semrawut dan tidak berkonsep. Terus terang, saya sudah melihat kemungkinan dan kecenderungan ini di Derawan. Seiring pamor yang semakin melejit yang otomatis berbanding lurus dengan tingkat kunjungan wisatawan dan okupansi penginapan, maka pragmatisme kapitalis yang bermain. Pembangunan penginapan di tepi pantai yang menjorok ke laut semakin marak dan sepertinya (semoga ini salah...) tidak berkonsep alias semaunya pemilik modal. tentu akan membahayakan ekosistem dan mengganggu luas penampang pantai berpasir putih yang selama ini menjadi salah satu andalan wisata Pulau Derawan.

--- Mengembalikan KKL Pulau Kakaban Sebagai Destinasi Wisata Pendidikan dan Penelitian ---


 Jangan lakukan aktifitas ini di Danau Kakaban

 Keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban dengan instrument laguna air payau peninggalan jaman prasejarah yang menjadi habitat berbagai spesies flora dan fauna langka hasil evolusi selama ribuan tahun lamanya, masih menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan yang belum terungkap dan harus diungkap dengan cara yang arif dan bijaksana. Itu tugas kita bersama!

Mari kita sebarluaskan keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban sekaligus mengkampanyekan larangan untuk beraktifitas dan berinteraksi langsung dengan ekosistem didalamnya! Karena Pulau Kakaban sejatinya bukanlah tempat wisata umum, tapi destinasi wisata pendidikan dan penelitian, sesuai amanat Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008 dan Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004.

Kalaupun tetap dipaksa menjadi destinasi wisata umum karena keunikan fakta dan data ilmiah Pulau Kakaban, tidak seharusnya pengunjung bisa berinteraksi secara langsung dengan berenang, snorkling, bahkan menyelam sampai ke dasar, tapi cukup dengan mengamati dari dermaga yang sudah ada. Ketentuan ini guna melindungi eksklusifitas dan private teritory ekosistem Danau Kakaban yang tentunya juga mempunyai aturan sendiri sejak ribuan tahun yang lalu.

Mari kita Nikmati Keunikan dan Kecantikan Danau Kakaban Dengan Cara yang Cerdas! Lindungi Habitat dan Ekosistem Alami Danau Kakaban dengan Tidak Berenang, Snorkling dan Diving di dalamnya!






Tulisan ini pertema kali di posting di Kompasiana dan Alhamdulillah mendapatkan apresiasi dari Kompasiana, Kompas.com dan Datsun berupa iPad Mini 2

Rabu, 27 Januari 2016

(Eksploitasi) Pariwisata Pulau Kakaban, Bukti Ego dan Keserakahan Manusia



"Pulau Kakaban merupakan surga kekayaan biologi yang ada di Indonesia. Misteri bagaimana hewan dan tumbuhan yang terisolasi dalam danau ini merupakan salah satu obyek yang sangat diminati oleh ilmuwan untuk diungkap. Karena itu, laut ini memang pantas menjadi obyek konservasi alam yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan"
(Dr. Thomas Tomaschik, Ahli kelautan Kanada) 


 "Pesona Danau Kakaban memang memikat siapapun yang pernah datang (Foto : Koleksi Pribadi)


Dasar ilmiah pernyataan dari Dr. Thomas Tomaschik, adalah : 
  1. Pulau Kakaban yang menurut bahasa lokal setempat berarti "pelukan", karena pulau atol dengan luas 774,2 ha ini mempunyai laguna berair payau yang terperangkap sejak jaman prasejarah sekitar 19 ribu tahun yang lalu di zaman peralihan holosin di dalamnya yang seolah-olah berada dalam pelukan rimbunya tepian danau yang berupa karang terjal setinggi sekitar 50 meter yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi tanaman hutan Pulau Kakaban yang khas.
  2. Di dunia hanya ada 2 tempat yang mempunyai fakta  alam dan sejarah terbentuknya seperti Pulau Kakaban yang unik, yaitu terbentuk dari uplifted reef atau terumbu karang yang terangkat yaitu Pulau Kakaban sendiri dan Pulau Palau, Kepulauan Micronesia di sebelah tenggara Samudra Pasifik sekitar 1000 km dari Filipina. 
  3. Danau Kakaban dan beberapa danau kecil di pulau Kakaban termasuk dalam kategori anchialine, yaitu danau yang tidak mempunyai hubungan permukaan air dengan laut di sekitarnya, walaupun masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
  4. Kekayaan, kelangkaan, keunikan dan keberagaman biota danau kakaban yang berbeda sifat dan kondisi fisiknya dengan spesies sejenis di sekitarnya sebagai akibat proses adaptasi dan evolusi yang berlangsung sejak ribuan tahun lamanya, merupakan misteri alam yang menjadi daya tarik bagi penelitian ilmiah multi science.
  5. Danau Kakaban menjadi rumah bagi 4 spesies ubur-ubur tanpa sengat sekaligus, yaitu ubur-ubur terbalik (Cassiopea ornata) ubur-ubur ini berenang terbalik karena sedang ber-simbiosis mutualisma dengan Algae yang menempel dibagian kaki yang membutuhkan sinar matahari untuk ber-fotosentesa, ubur ubur totol (Mastigias cf papua) besarnya sekepalan tangan seperti bola pijar dengan warna biru kecoklatan, ubur-ubur bulan (Aurelia aurita)  ubur-ubur ini bening seperti mangkok kaca dan ubur-ubur kotak (Tripedalia cystophora) ubur-ubur ini relatif lebih kecil dibanding lainnya dengan kecenderungan berbentuk kota dengan ukuran rata-rata sebessar ujung jari. Sedangkan Danau Pulau Palau di gugusan Kepulauan Micronesia hanya dihuni satu jenis ubur-ubur saja, yaitu Golden Jellyfish atau ubur-ubur emas (Mastigias sp).
  6. Selain ubur-ubur tanpa sengat, Danau Pulau Kakaban juga dihuni oleh berbagi jenis biota air yang tentunya juga telah ber-evolusi selama ribuan tahun. Ada jenis ikan [ikan kupu-kupu (Chaetodontidae), serinding (Apogon lateralis), puntang (Exyrias puntang), teri karang (Antherinomorus endrachtensis) dan ikan julung-julung (Zenarchopterus dispar)], ular laut, kepiting bakau dsb.
  7. Selain berbagai jenis fauna unik, Pulau kakaban juga menjadi habitat dari berbagai flora khas yang beberapa diantaranya merupakan endemik setempat. Bagian daratan Pulau Kakaban yang terlihat memeluk danau kakaban sebagian besar ditumbuhi oleh berbagai jenis mangrove dengan tutupan mencapai lebih dari 60% seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Xylocarpur granatum, Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) dan Excoecaria agalocha. Ada juga pohon api-api (Avicennia), dan pidada (Sonneratia). Di sepanjang kiri dan kanan jembatan titian yang terbuat dari kayu meranti penghubung dermaga luar dengan bibir Danau Kakaban, tumbuh menjulang berbagai jenis pepohonan liar yang sebagian diberi identitas dengan nama lokal, seperti Asin-asin, Bituai,Bulung-Bulung, Gaggil, Puut, Taluntung dsb.
 
Sebagian pohon yang tumbuh di hutan Pulau Kakaban (Foto : Dokumen Pribadi)

[/caption]Dari beberapa fakta dan data ilmiah tentang Pulau dan Danau Kakaban diatas yang begitu spesial, dari sudut pandang orang awampun ungkapan Dr. Thomas Tomaschik adalah sebuah keniscayaan! Rasanya memang tidak ada alasan lain bagi kita semua "pemilik" pulau dan danau warisan jaman prasejarah tersebut selain harus melindungi dan melestarikannya. Lantas, apa yang kira-kira bisa kita lakukan untuk tujuan dan maksud tersebut?
Menurut Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008, tentang daftar spesies-spesies prioritas nasional untuk katagori spesies bahari dan perairan tawar, ubur-ubur danau Kakaban termasuk salah satu dari total 21 jenis satwa yang mendapatkan prioritas tinggi untuk dilindungi.
Menurut Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, Pulau Kakaban ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL) Daerah, dengan mengemban visi : konservasi dan misi : Pelestarian, pendidikan dan ekonomi yang secara teknis membagi Pulau Kakaban menjadi 2 kategori wilayah (zone), yaitu :
  • Inner Zone : Perlindungan habitat dan ekosistemnya
  • External Zone : Perlindungan dan Kawasan Wisata
dimana Dinas perikanan dan kelautan sebagai lembaga yang bertugas untuk mempersiapkan perencanaan Kawasan Konservasi Laut Daerah, mengkoordinasikan dan sekaligus mensosialisaikan kepada semua pihak terkait.

 Snorkling di Danau Kakaban, seharusnya tidak perlu dilakukan (Foto : Koleksi Pribadi)

Dari dua produk hukum diatas, intinya adalah sama! Ingin menjaga dan melestarikan habitat dan ekosistem Pulau Kakaban. Pertanyaannya, apakah dua produk hukum diatas sudah signifikan memberikan kontribusi maksimal bagi "keamanan" dan kelestarian habitat dan ekosistem Pulau dan Danau Kakaban? Sepertinya belum!


 Jembatan titian menuju dermaga di bibir danau (foto : Koleksi pribadi)

Status Kawasan Konservasi Laut (Daerah) yang disematkan kepada pulau Kakaban menurut saya kurang tepat, karena semua yang ada di dalam Pulau Kakaban terlalu berharga. Kalau melihat data dan fakta ilmiah Pulau Kakaban yang begitu luar biasa, seharusnya status Kawasan Pulau Kakaban adalah suaka margasatwa, cagar alam atau paling tidak Taman Nasional yang mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pemeliharaan obyek alam dimaksud lebih ketat, kuat dan legitimate, baik dari segi hukum maupun kualitas action-nya.

Berdasarkan observasi pandangan mata sederhana ketika berkunjung ke Pulau Kakaban dan Danau Kakaban beberapa hari yang lalu bersama para risers-kompasianer dalam rangkaian event Datsun Risers Expedition-Kompasiana Blog Trip, ada kegundahan dan kekhawatiran yang langsung menyeruak ketika melihat langsung "cara dan proses" para pengunjung menikmati eksklusifitas habitat dan ekosistem, khususnya Danau Kakaban yang sangat tidak sejalan dengan semangat menjaga dan melestarikan sesuai amanat Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008 dan Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, karena:
Terkesan asal-asalan, tidak terurus dan tidak profesional (Foto : Koleksi Pribadi)

Terkesan asal-asalan, tidak terurus dan tidak profesional (Foto : Koleksi Pribadi)
  1. Dengan mengijinkan pengunjung berinteraksi secara langsung bahkan beraktifitas didalam ekosistem biota endemik yang masuk dalam spesies-spesies prioritas nasional untuk dilindungi, merupakan sebuah blunder dan kesalahan besar yang harus segera dikoreksi! Kita, manusia termakan jargon "ubur-ubur di danau Kakaban sangat bersahabat dengan manusia". Ini jelas konyol! Karena "bersahabat" jelas-jelas bukan naluri binatang. Jangan-jangan jargon ini sebenarnya adalah upaya legalisasi kita untuk menginvasi dan mengeksploitasi mereka yang lemah tanpa senjata berikut ekosistemnya?  Seandainya ubur-ubur di danau Kakaban bisa diajak berdialog dengan bahasa manusia, mungkin hanya keluh kesah dan bahasa galau yang akan keluar dari mulut mereka! Analogi berikut mudah-mudahan bisa membantu logika emosional kita. Kira-kira apa yang kita rasakan, ketika tiba-tiba ada segerobolan gajah yang tentunya lebih besar dan lebih kuat dari kita, meskipun jinak tapi tetap mempunyai naluri membunuh dan merusak, tiba-tiba masuk ke komplek perumahan kita, ingin berdekat-dekatan, bermain-main dengan kita, anak-anak kita dan lingkunan komplek perumahan kita? manusia
  2. Eksploitasi Danau Kakaban sebagai daerah pariwisata umum, seharusnya juga dikoreksi! Menurut Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, kawasan Danau Kakaban seharusnya masuk dalam Inner Zone, yaitu fungsi perlindungan habitat dan ekosistemnya. Kalau kita memang ingin melindungi habitat dan ekosistem Danau Kakaban, seharusnya secara total jangan setengah-setengah, riilnya habitat dan ekosistem Danau Kakaban harusnya bersih dari berbagai aktifitas dan kegiatan manusia dalam bentuk apapun, apalagi berinteraksi/bersentuhan secara langsung dengan biota Danau Kakaban seperti berendam, berenang, snorkling dan diving, kecuali untuk tujuan pendidikan dan penelitian ilmiah. Kalaupun Danau Kakaban tetap dipaksa menjadi destinasi wisata umum karena keunikan fakta dan data ilmiah diatas, tidak seharusnya pengunjung bisa berinteraksi secara langsung dengan berenang, snorkling, bahkan menyelam sampai ke dasar, tapi cukup dengan mengamati dari dermaga yang sudah ada. Mungkin cara ini lebih arif dan bijaksana untuk menjaga eksklusifitas dan privasi ekosistem Danau Kakaban. Atau kalau memungkinkan, kedepan bisa dibuatkan semacam terowongan kaca seperti seaworld di dasar danau dari ujung dinding ke ujung dinding danau? Tapi opsi ini tentu harus melawati kajian yang mendalam meliputi teknologi dan dampak lingkungannya.
  3. Tidak ada mekanisme aturan atau peraturan yang secara jelas, lugas dan tegas untuk pengunjung, terpasang di lokasi yang mudah diakses oleh pengunjung, selain himbauan dan informasi umum yang dipasang dengan kesan asal-asalan, tidak terurus, tidak profesional bahkan terlihat jorok dan merusak view alam yang begitu indah, Materinyapun sudah tidak terlalu jelas isi pesannya.
  4. Tidak ada petugas pendamping atau sistem teknologi pengawasan yang ditugaskan, ditempatkan dan diterapkan dilapangan. Kesan yang tertangkap, pengunjung memang bebas untuk melakukan apapun di Danau Kakaban. Waduuuuuh! Seiring dengan tersebarnya keunikan dan kecantikan Danau Kakaban ke seantero dunia, logikanya pasti akan berbanding lurus dengan angka kunjungan wisatawan dan pasti berbanding lurus juga dengan juimlah manusia yang nyebur ke Danau Kakaban. Jadi ngeri membayangkan masa depan ubur-ubur yang begitu ramah menyambut kedatangan para pengunjung.

 Berinteraksi dengan ubur-ubur semacam ini seharusnya dilarang! (Foto : Koleksi Pribadi)

Keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban dengan instrument laguna air payau peninggalan jaman prasejarah yang menjadi habitat berbagai spesies flora dan fauna langka hasil evolusi selama ribuan tahun lamanya, masih menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan yang belum terungkap dan harus diungkap dengan cara yang arif dan bijaksana. Itu tugas kita bersama! Mari kita sebarluaskan keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban sekaligus mengkampanyekan larangan untuk beraktifitas dan berinteraksi langsung dengan ekosistem didalamnya!


 Keindahan dan kecantikan Pulau Kakaban memang mempesona! (Foto : Koleksi Pribadi)

[/caption]Mari Kita Nikmati Keunikan dan Kecantikan Danau Kakaban Dengan Cara yang Cerdas! Lindungi Habitat dan Ekosistem Alami Danau Kakaban dengan Tidak Berenang, Snorkling dan Diving di dalamnya!

Pesona Pulau Derawan Bikin "Mabuk Kepayang"

Pulau Derawan (foto : Dokumen pribadi)

Seringkali kita melihat berbagai liputan destinasi pariwisata di berbagai media masa, baik cetak maupun elektronik tampilan gambar dan feature-nya begitu cantik dan mempesona sehingga begitu menggoda untuk masuk daftar wishlist jalan-jalan kita dan keluarga, tapi begitu didatangi ternyata rupa dan penampakan aslinya jauh dari expectasi atau harapan, tak secantik seperti yang kita lihat dari berbagai informasi media masa yang mengulas sebelumnya. Inilah salah satu problem Wisata di Indonesia! 
Tapi situasi tidak mengenakkan ini sepertinya tidak berlaku untuk wisata Pulau Derawan di Perairan Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Pulau wisata berpasir putih dengan air laut yang super bening ini begitu menakjubkan, keindahan sisi-sisi pantainya yang khas memberikan expectasi lebih dari yang saya pikirkan dan angankan selama ini.
Pagi ini, Rabu 13 Januari 2016 semua peserta Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedtion berkesempatan menjadi saksi keindahan Pulau Derawan yang selama ini hanya bisa kami lihat dari berita dan liputan berbagai media baik cetak maupun elektronik. Tepat pukul 07.30 WITA, dari penginapan kami di Hotel Cantika Swara di jalan Pulau Panjang, dengan menggunakan mobil Datsun Go+ Panca yang telah kami uji ketangguhannya dari Balikpapan sampai Tanjung Redeb, kami ber-konvoi menuju  Pelabuhan Tanjung Batu  di pinggiran Kota Tanjung Redeb  selama sekitar 15 menit perjalanan.

Suasana Pelabuhan Tanjung Batu, Tanjung Redeb, Berau (Foto : Dokumen Pribadi)

Dari pelabuhan Tanjung Batu, rombongan Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedtion menyewa speedboat yang secara reguler selalu standby di pelabuhan dengan harga sewa (konon) berkisar antara Rp.500 ribu-1juta-an (tergantung muatan dan nego) untuk meneruskan perjalanan menuju Pulau Derawan

Speedboat yang membawa kami menuju Pulau Derawan (Foto : Dokumen Pribadi)

Sekitar 40 menit pertama perjalanan menuju Pulau Derawan, kami disuguhi hijaunya hutan bakau yang tumbuh di sepanjang pantai Tanjung Redeb yang sesekali diselingi perkampungan penduduk setempat.

Tampak hutan bakau di sekeliling jalur yang dilalui (Foto : Dokumen Pribadi)

Setelah itu, speedboat membawa kami mengarungi lautan lepas tanpa terlihat batas. Pagi ini ombak lautan sepertinya sedang bersahabat, speedboat yang kami tumpangi bisa melaju dengan baik tanpa hambatan yang berarti. Karena speedboat bisa melaju dengan kecepatan maksimal,  akhirnya kami rombongan  Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedtion merapat di dermaga milik DERAWAN DIVE RESORT yang sebelumnya sudah dipesan oleh tim official  setelah mengarungi lautan sekitar 2,5 jam perjalanan.

Dermaga Derawan Dive Resort (Foto : Dokumen Pribadi) 

 
Menginjakkan kaki di dermaga kayu milik DERAWAN DIVE RESORT, kami seperti dibawa ke dunia lain. Dunia yang mimpi yang begitu tenang dan meneduhkan mata , hati dan pikiran. Suguhan air bening di bawah kaki-kaki kayu dermaga, hembusan udara sejuk di tengah terik mentari dan riak-riak suara hempasan ombak kecil menghantam dermaga yang dipadu dengan suara khas cuitan burung-burung laut yang berterbangan di langit yang berwarna biru utuh benar-benar membuat kami terkesima dengan ciptan-Nya yang begitu anggung dan luar biasa indahnya! Masha Allah......! Selanjutnya oleh officiai dan local guide, kami dibawa menuju sebuah ruangan seperti aula untuk koordinasi dan pembekalan singkat mengenai seluk beluk wisata Derawan, sekaligus dilanjut makan siang dan pembagian kamar untuk para risers di Dalawan Kafe & Restaurant yang unik. Kafe terapung ini di bagian tengahnya terdapat sebuah "lubang" besar layaknya kolam dengan diameter sekitar 3 meter yang dikelilingi meja untuk bersantap. Fungsi lubang yang langsung terakses ke laut ini adalah sebagai hiburan tambahan bagi para pengunjung kafe yang ingin menikmati santapan sekaligus melihat aktifitas berbagai biota laut yang sedang lalu-lalang di sekitar kaki-kaki bangunan kafe yang terbuat dari kayu tersebut. Air laut yang jernih memungkinkan pengunjung kafe untuk berinteraksi dengan kawanan ikan, belut laut dan juga kura-kutra yang sedang melintas di lubang kolam tersebut. Selain itu, ada satu hal yang membuat kafe ini agak unik, yaitu larangan merokok di dalam kafe! Bahkan untuk menjaga konsistensinya, kafe ini tidak menjual rokok lho!

Dalawan Kafe & Restaurant yang unik! (Foto : Dokumen Pribadi)

Lho itu kan bagus! Kata beberapa risers perempuan yang kebetulan menyahut obrolan para risers yang lagi asyik ngobrol tentang larangan merokok di Dalawan Kafe & Restaurant. Memang sih sebenarnya bagus dan bisa diacungi jempol, dua jempol malah.....! Cuma kalau melihat segmen dari DERAWAN DIVE RESORT secara keseluruhan yang sangat international (ditandai dengan bendera berbagai negara yang menghiasi pintu masuk) apakah ini tidak kontra produktif? Begitulah bisik-bisik para risers yang kebetulan para perokok.
Tanpa menunggu lama sekalian untuk menghemat waktuKami langsung bubar untuk mengambil semua barang bawaan yang tadi diangkut porter dari dermaga dengan gerobak untuk dibawa menuju kamar kami masing-masing. Kamar yang saya maksud disini sebenarnya mengacu pada istilah umum ketika kita mau menginap di hotel atau resort. Sedangkan kamar di DERAWAN DIVE RESORT sebenarnya lebih mirip rumah atau paviliun yang terpisah antara satu dengan yang lainnya dengan kapasitas tempat tidur untuk 3 orang/3 tempat tidur. Letaknya tepat di bibir pantai....wooooow....kereeeen!

Paviliun DERAWAN DIVE RESORT (Foto : Dokumen Pribadi)

Setelah membereskan barang bawaan ke dalam kamar masing-masing, semua Kompasiana Blog Trip - Datsun Risers Expedtion langsung berkumpul di tengah-tengah gosong atau gugusan pulau pasir putih di tengah laut yang hanya muncul ketika air laut sedang surut antara jam 12.00-1500 WITA, setelahnya gosong ini akan kembali tenggelam oleh air pasang. Selain mengambil foto, disini kami juga syuting untuk jingle video dokumentasi.

Gugusan gosong pasir patih di tengah laut yang sangat luas (Foto : Dokumen Pribadi)

Biota laut yang ada di sekitar gosong (Foto : Dokumen Pribadi)

Suasana syuting video dokumentasi
(Foto : Official Team Datsun) 

Kami tidak bisa berlama-lama berada di tempat ini. Puas nggak puas kami harus segera meninggalkan  gosong laut berpasir putih luar biasa indahnya ini, karena sebentar lagi air laut pasang akan segera menutup permukaanya.
Agenda kami berikutnya adalah snorkling melihat kumpulan ikan-ikan cantik warna-warni di sekitar dermaga utama DERAWAN DIVE RESORT yang airnya sangat jernih. Sehingga kita bisa melihat berbagai bita laut yang ada di situ dengan jelas. Selain jenis ikan-ikan laut berwarna-warni yang cantik, di tempat ini juga terdapat kawanan ubur-ubur dan penyu laut plus gugusan karang yang agak tajam, jadi tetap harus berhati-hati.

Aktifitas snorkling yang begitu mengasyikkan (Foto : Dokumen Pribadi)

Karena sudah merasa kelelahan setelah sekitar 2 jam melakukan aktifitas snorkling di sekitar dermaga utama DERAWAN DIVE RESORT, akhirnya semua risers menyudahi aktifitas yang mengasyikkan ini. Sambil menikmati menu makan siang agak sore (tambahan), kami menunggu datangnya sunset di senja hari di dermaga kayu tersebut.

Menunggu sunset datang (Foto : Dokumen Pribadi)

Sedetik sunset yng segera lewat (Foto : Dokumen Pribadi)

Berbeda dengan sunrise yang prosesnya relatif lebih lama, moment sunset berlaku sebaliknya sangat cepat berlalu. Seperti itu juga yang terjadi di Pantai Derawan. Karena sibuk mencari lokasiyang pas untuk membidik sunset, akhirnya malah kehilangan moment langka tersebut di Pulau Derawan. Menurut infoemasi warga sekitar, untuk mendapatkan moment sunset yang paling bagus sebaiknya di dermaga umum Pulau Derawan, bukan di lokasi tempat kami sekarang berada di dermaga utama DERAWAN DIVE RESORT. walaaaaaah, semua risers sedikit kecewa! Karena untuk menuju dermaga umum tersebut di perlukan waktu sekitar 30 menit bila jalan kaki menyusuri perkampungan penuduk. Lewat deh........!!! Tapi tak apalah, sekarang para risers gagal mendapatkan moment sunset toh besok pagi masih ada moment sunrise yang bisa diambil dari dermaga utama DERAWAN DIVE RESORT.
Malam akhirnya merapat juga di Pulau Derawan, secara perlahan tapi pasti sang mentari kembali ke peraduan setelah seharian menyertai kami menjelajahi setiap sudut Pulau Derawan dengan sejuta pesonanya. Tidak berapa lama Suara panggilan Adzan Sholat Maghrib dari Masjid Jami Islamiyah terdengar sayup-sayup berbarengan dengan suara debur ombak yang menandai air laut pasang. Setelah melaksanakan Sholat Maghrib, di Kamar masing-masing semua risers berkumpul di Dalawan Kafe & Restaurant untuk makan malam. Setelah makan malam semua risers kembali kepada habitatnya sebagai Kompasianers yaitu menulis feature tentang semua yang telah dijalani selama seharian menjelajahi Pulau Derawan yang cantik mempesona. Tapi sayang, sekali lagi koneksi internet yang tidak mendukung membuat para risers-Kompasianers keluar kamar masing-masing. Akhirnya para risers sepakat janjian untuk mencari oleh-oleh di perkampungan yang letaknya di belakang penginapan yang hanya dibatasi oleh pagar kawat berduri.
Waktu menunjukkan pukul 21.15 WITA saat para risers mulai menyusuri perkampungan penduduk yang sebagian besar dihuni oleh pendatang dari Pulau Sulawesi tersebut. Sebagian besar outlet dan toko yang menyediakan souvenir untuk buah tangan ternyata sudah tutup sejak pukul 5 sore, tapi tetap ada sebagian kecil yang masih buka walaupun tidak terlalu banyak dan salah satunya yang diserbu oleh para risers adalah "TOKO REGI". Toko milik tokoh masyarakat setempat. Toko souvenir ini bergabung dengan toko kelontong yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat setempat. Menurut cerita Mas Agus orang asli Surabaya yang melayani kami di toko souvenir, "TOKO REGI" yang dijaganya biasa tutup sampai tengah malam, toko ini milik Pak Haji ini salah seorang tokoh masyarakat yang juga seorang pengusaha grosir barang-barang kelontong kebutuhan sehari-hari. Dalam seminggu dengan menggunakan armada kapal milik sendiri Pak Haji 3 kali bolak-balik mengambil barang ke Tanjung Redeb. Untuk urusan souvenir khususnya produk kaos, "TOKO REGI" mempunyai brand sendiri seperti nama tokonya "TOKO REGI". keren ya, naluri bisnis Pak Haji! Kaos-kaos mereka dipesan langsung dari salahsatu industri konveksi di Bandung, makanya Mas Agus menjamin kalau produk kaos mereka mempunyai kualitas yang jauh lebih baik dengan harga yang relatif lebih murah dibanding oleh outlet atau toko souvenir lainnya diseputaran Pulau Derawan.

Sebagian desain kaos "TOKO REGI" (Foto : Dokumen Pribadi)

Setelah puas memilih dan memilah berbagai souvenir yang diincar, para risers akhirnya kembali ke kamar masing-masing untuk kembali mencoba koneksi internet untuk melanjutkan aktifitas sebagai Kompasianers tapi karena koneksi internet tidak juga kunjung membaik sebagian besar memilih untuk beristirahat, karena besok pagi masih banyak aktifitas yang harus dilakukan termasuk menjelajah di Pulau Kakaban yang terkenal dengan populasi fauna langka yang habitatnya hanya ada di 2 tempat di dunia, salah satunya di Pulau Kakaban, yaitu ubur-ubur tanpa racun yang lucu dan menggemaskan.
Serasa semenit saja, para risers memejamkan mata ketika tiba-tiba terdengar panggilan adzan Subuh yang ditingkahi oleh sahutan kokok ayam jantan milik warga masyarakat setempat.  Artinya sebentar lagi kita akan bertemu dengan cantiknya sunrise di Pulau Derawan.

Bagian sunrise yang begitu indah di Pulau Derawan (Foto : Dokumen Pribadi)

Selamat Pagi Derawan!
Pagi yang cerah dan begitu indah sekan membuat para risers kembali mendapatkan suntikan tenaga baru yang  menyegarkan dan menggairahkan jiwa dan raga. Memang harus diakui, kesegaran udara pagi Pulau Derawan seperti mampu menyihir semua rasa lelah dan capek yang menghinggapi semua risers yang telah menjelajahi sebagian Pulau Kalimantan dengan Datsun Go+ Panca.
Tapi sayang, munculnya sang mentari pagi ini juga menjadi tanda berakhirnya para risers bercengkerama dengan indahnya Pulau Derawan, karena pagi ini juga setelah sarapan pagi semua risers dan official harus melanjutkan ekspedisi ke Pulau Kakaban. Tapi kami para risers berjanji akan terus mengabarkan kepada dunia akan eksotisnya pulau berpasir putih di tengah laut Sulawesi ini dan kami juga berharap, suatu saat nanti diberi kesempatan lagi oleh Yang Maha Memberi Hidup untuk datang lagi, bercumbu dengan pasir putih dan ombak laut Derawan yang begitu lembut dan mempesona! Insha Allah!
Pulau Derawan...I love u full! Kami benar-benar mabuk kepayang karenamu.....

"Babon, Ayam dan Cacing" Romantisme Verbal Pengantar Kebersamaan Para Risers


Kata babon ayam dan cacing,  merupakan istilah yang biasa kita dengar sehari-hari. Babon makna harfiahnya adalah indukan atau bisa juga diartikan besar,  sedangkan ayam tentu semua sudah tahu artinya yaitu unggas paling populer bagi kita semua,  karena dagingnya biasa kita masak jadi menu lezat bagi konsumsi makanan kita sehari-hari, sedangkan kata cacing tentu merujuk pada binatang kecil yanh berkelamin ganda atau istilah biologinya hermaphrodyt yang bentuknya gilig panjang. Lantas apa hubungan binatang-binatang itu dengan para risers Datsun Risers Expedition


Bagi para risers yang terlibat dalam event Datsun Risers Expedition Kalimantan etape I yang menjelajahi eksotisme bumi Kalimantan dari Samarinda menuju Kota Tanjung Redeb,  ibukota Kabupaten Berau,  kata babon,  ayam dan cacing tentu bukan hal yang asing, karena ketiga kata tersebut merupakan kata yang paling sering terdengar dan terucap diantara para risers dan semua rombongan official yang ikut dalam perjalanan dari Samarinda menuju Tanjung Redeb ibukota Kabupaten berau yang mempunyai julukan Kota Sanggam. melalui alat komunikasi HT. 


Bingung?  Tidak usah bingung!  Para risers dan semua official even Datsun Risers Expedition sering mendengar dan mengucakan kata babon, ayam dan cacing karena ketiga jenis nama binatang ini dijadikan sebagai kata sandi untuk memudahkan komunikasi diantara semua rombongan ketika pemimpin rombongan ataupun juga anggota rombongan paling belakang melihat berbagai jenis kendaraan yang berpotensi "mengganggu atau membahayakan" aktifitas peserta rombongan even Datsun Risers Expedition. Cacing simbol dari sepeda motor,  ayam simbol dari kendaraan roda empat kecil/sedang dan babon digunakan untuk menandai kendaraan besar seperti truk, bis,  alat berat dsb. 
Pada awalnya, pemakaian kata-kata simbolik ini selain untuk memudahkan komunikasi, juga sebagai strategi untuk mengurangi penyebutan merk kendaraan bermotor yg lalu lalang di sekitar rombongan, apalagi yang mejadi competitor brand yang sekarang lagi kita usung dalam even yaitu Datsun. Hal ini diperlukan untuk menanamkan rasa memiliki brand yang diusung dalam even kepada semua risers, langsung ke alam bawah sadar. Dalam perjalanan sejauh kurang lebih 700 km yang dimulai dari Kota Samarinda menuju Kota Tanjung Redeb tersebut ketiga kata tersebut kalau ditotal penyebutannya bisa mencapai ribuan kali. 


Tidak hanya itu saja,  ternyata ketiga kata tetsebut juga manjur untuk memecah kebuntuan dan kekakuan komunikasi baik diantara peserta maupun dengan panitia yang sebelumnya memang sebagian besar belum saling mengenal. Sehingga ketiga kata terebut bisa menjadi ice breaker yang efektif. 
Dalam perkembangannya,  seiring dengan tingkat keakraban diantara para risers yang semakin jauh, ternyata penggunaan kata babon,  ayam dan cacing diantara risers lambat laun mulai melebar, baik dari segi makna maupun fungsinya.  Ada yang dipakai untuk bercanda,  olok-olok bahkan juga menjadi bahasa sandi untuk keperluan lain diluar aktifitas para risers dijalanan. Babon, Ayam dan Casing memang telah menjadi trending topic  dalam dua hari perjalanan menjelajah Kalimantan dari Samarinda menuju Tanjung Redeb, Kabupaten Berau Kalimantan Timur dan semuanya akan menjadi sebuah cerita yang indah akan indahnya kebersamaan dan akan dikenang sampai kapanpun dan dimanapun.
Bravo #JagawRisers dan Semua rekan Risers Etape I Kalimantan

Sangatta-Tanjung Redeb, Ajang Pembuktian Ketangguhan Datsun Go+ Panca

Kota Sangatta, Kutai Timur 

LINK INTERNET NYAWA KEDUA SEMUA RISERS-KOMPASIANERS

Selamat pagi, Sangatta!
Itulah sapaan salam hangat penuh semangat dari para risers ketika mentari pagi mulai memendarkan cahaya kuning emasnya di timur langit Kota Sangatta,  kota kecamatan penghasil batubara terbesar di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. 
Semalam di Sangatta merupakan kenangan luar biasa yang tidak akan pernah terlupakan.  Sedih, suka dan bahagia semua berbaur dalam kebersamaan sebagai risers dalam Datsun Risers Expedition, Sedih karena koneksi internet yang "aneh", lha kok aneh?  Memang aneh,  sangat aneh malah!  Disaat semua risers yang otomatis juga Kompasianer (kecuali trio risers cewek Maya, Devi,  Achi) memerlukan koneksi internet untuk meng-upload reportase  masing-masing ke akun Kompasiana ternyata harus rela mengelus dada. Koneksi internet via wifi yang disediakan oleh pihak hotel tempat para risers menginap ternyata distribusinya tidak merata, memang ada sebagian yang bisa mendapatkan akses meskipun tidak terlalu lancar, tapi sebagian besar Kompasianer justeru tidak bisa mengakses layanan gratis tersebut. Celakanya,  layanan internet broadband dari beberapa provider seluler statusnya setali tiga uang alias sama saja tidak bisa diakses. Padahal,  para risers semuanya dituntut untuk mengirimkan reportase harian kegiatan Datsun Risers Expedition kualitas terbaik pada hari yang sama alias real time!  Waduuuuuh!
Memang semangat para risers-Kompasianer untuk setor reportase tidak juga mengendor meskipun situasi dan kondisi di lapangan sangat tidak mendukung. Bahkan beberapa diantaranya sampai rela tidak tidur semalaman demi berjaga kemungkinan munculnya link internet. Tapi sayang, keberuntungan sepertinya belum berpihak kepada sebagian besar para risers-Kompasianer, sampai pagi menjelang ternyata yang ditunggu-tunggu tidak juga datang. Sayang memang, niat para risers-Kompasianer memberikan informasi up to date seputar kegiatan Datsun Risers Expedition jadi "gatal" alias gagal total. 
Bagi para  Kompasianer internet merupakan nyawa kedua yang tidak bisa ditinggal atau tertinggal, karena setiap saat pasti sangat dibutuhkan. Seperti halnya saat ini, dalam Datsun Risers Expedition link internet sangat-sangat dibutuhkan oleh para risers. Setelah seharian melakukan perjalanan panjang dari satu titik daerah menuju daerah yang lain sesuai dengan rute yang telah ditentukan malam adalah saat yang paling ditunggu untuk melepaskan energi di otak yang telah merekam semua catatan perjalanan yang telah dilakukan. Jadi memang sayang beribu sayang kalau link internet akhirnya justeru memasung energi dalam otak yang seharusnya bisa dikonversi menjadi sebuah catatan perjalanan dalam bentuk tulisan yang bisa dinikmati oleh banyak orang.
Kenyataan "internet"  ini, sebenarnya sebuah pembuktian tidak sengaja yang dilakukan oleh para risers. Inilah wajah Kalimantan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Para risers yang berasal dari beberapa daerah berbeda, bisa melihat sendiri bagaimana isi pedalaman Kalimantan yang sebenarnya. Bagaimana fasilitas dan infrastruktur di daerah, bagaimana fasilitas umum di daerah?
366 KM, SENSASI MENANTANG DIBALIK KEMUDI
But show must go on! Para risers-kompasianers pagi hari ini Selasa,  12 Januari 2016 tetap harus melanjutkan jadwal perjalanan selanjutnya,  yaitu Kota Sangatta-Tanjung Redeb ibu kota Kabupaten Kutai Timur.   


Sesuai kesepakatan tim, pagi ini saya yang akan memulai start di belakang kemudi.  Setelah sarapan pagi di Q Hotel dan dilanjutkan dengan olahraga ringan sebagai pemanasan, sesi persiapan dilanjutkan dengan beberapa koordinasi teknis terkait kesiapan semua risers dan official untuk melajutkan perjalanan selanjutnya,  Kota Sangatta-Tanjung Redeb yang menempuh jarak sekitar 366km dengan waktu tempuh sekitar 8 jam perjalanan. 

Angka meter start Q Hotel, Kota Sangatta

Angka meter finish di Rumah adat Dayak Miau Baru

Bismillah,  setelah berdoa bersama akhirnya kami tim #JagawRisers yang berada pada mobil 4 dan semua peserta Datsun Risers Expedition Kalimantan, berangkat menuju Kota Tanjung Redeb,  Kutai Timur. Jam tangan saya menunjukkan tepat pukul 07.30 WITA ketika start dimulai,  sedangkan catatan kilometer pada speedometer mobil kami menunjukkan angka 8327 dengan kondisi bahan bakar full. Seperti sehari sebelumnya,  tim kami selalu mencatat data-data tersebut guna mengetahui total jarak tempuh yang kami tuntaskan plus tingkat konsumsi bahan bakar mobil tunggangan kami Datsun Go+ Panca. Keluar dari,  area parkir Q Hotel Kota Sangatta,  semua risers dan tim official lansung melaju teratur sesuai urutan angka mobil.  Sekitar 15 menit pertama,  para risers masih menjelajahi area Kota Sangatta yang pagi itu terlihat sudah mulai menggeliat aktifitas warganya. Sebagai kota kecamatan,  Kota Sangatta memang tidak terlalu padat dan sibuk layaknya Kota Samarinda yang kemarin telah kita lalui.  
Beberapa saat berlalu, perjalanan risers mulai memasuki daerah tidak berpenghuni yang terlihat didominasi oleh lahan kosong pertambangan batubara baik yang masih aktif mapun yang sudah tidak aktif. Dari papan nama yang bertebaran di beberapa titik, area pertambangan yang terlihat masih aktif tersebut adalah milik salah satu perusahaan tambang batubara nasional yang namanya tentu sudah tidak asing di telinga,  yaitu KPC  (Kaltim Prima Coal) milik salah satu pengusaha nasional.  Sedang yang tidak aktif lagi, terlihat tidak terurus dan terbengkalai tidak jelas siapa pemiliknya.

Papan nama KPC

Jalanan yang kami lalui semakin menyempit dan terdapat beberapa ruas yang aspalnya terkoyak,  sehingga perlu ekstra hati-hati untuk melintasinya. Semakin jauh dari Kota Sangatta, jalan yang kami lalui semakin menantang, selain kerusakan jalan yang semakin meluas dan menyebar,  kontur geografis wilayah Sangatta-Tanjung Redeb yang berbukit-bukit dengan hutan lindung di sekelilingnya menyebabkan sepanjang jalan yang kami lalui layaknya mengendarai roller coaster di tengah hutan.

Alam Kalimantan

Bergelombang, tanjakan,  turunan dengan tingkat kecuraman sedang, luar biasa,  sampai yang super ekstrem plus kelokan dengan variasi tikungan biasa sampai hampir berputar 180 derajat dengan lengkung putar yang relatif sempit, belum lagi di sebelah kiri atau kanan sebagian besar adalah jurang-jurang menganga dengan kedalaman sampai puluhan meter yang tidak jarang terkombinasi dengan badan jalan yang tinggal 1/3-nya saja,  karena longsor.  Wooooooooe! Sereeeeeem! Tapi memang inilah yang harus kami lalui, alam liar Kalimantan yang masih perawan dan sangat menantang bagi para petualang seperti kami semua para risers.  
Tim #Jagaw Risers

CSR DATSUN DI DESA ADAT DAYAK MIAU BARU

Angka speedometer kami saat itu menunjukkan angka 8517, artinya kami sudah melakukan perjalanan sejauh 190 km dari titik Q Hotel, Kota Sangatta yang kami tempuh selama 6,5 jam perjalanan, ketika semua risers Datsun Risers Expedition diajak oleh official untuk berbagi CSR kepada anak-anak usia sekolah suku dayak di desa Miau Baru, Kecamatan Kombeng,  Kabupaten Kutai Timur. Desa yang selama ini lebih dikenal sebagai salah satu destinasi wisata budaya ini, memang luar biasa. Selain masih menjaga tradisi adat dayak dengan baik, dibuktikan  dengan masih terjaganya lamin atau rumah panjang sebagai simbol adat yang terus difungsikan,  dipertahankan dan dilestarikan sampai detik ini. 


Selain itu, desa ini bisa dijadikan contoh riil dari hidupnya budaya toleransi yang begitu luar biasa. Masyarakat dayak di desa ini bisa hidup berdampingan dengan para pendatang yang datang dan menetap didesa mereka yang tentunya mempunyai latar belakang suku,  agama,  ras dan golongan yang berbeda-beda dengan aman dan damai. Dalam acara CSR yang berdurasi sekitar 1 jam tersebut, acara dikemas sangat kreatif. Para risers dilibatkan secara langsung untuk menunjukkan kreatifitas kelompok masing-masing dalam memberikan influence berbagai pengetahuan dan keilmuan baru yang relevan dan bermanfaat bagi adik-adik dari SDN Miau Baru. Kami dari tim #JagawRisers, mengusung tema indahnya berbagi yang dikemas dalam bentuk dongeng dan game seru. Rangkaian acara CSR datsun diakhiri dengan makan bersama dan dilanjutkan dengan sesi eksplorasi rumah adat dayak miau baru dengan foto dan video. 


ROLLER COASTER DI TENGAH HUTAN KALIMANTAN

Setelah semua rangkaian acara CSR Datsun berakhir,  kami risers dan semua rombongan berpamitan kepada tetua adat setempat untuk melanjutkan peejalanan kami menuju Tanjung Redeb dengan estimasi perjalanan sekitar 5jam perjalanan. Tidak seperti perjalanan Kota Sangatta-Desa Miau Baru yang kiri kanan kami sepanjang perjalanan didominasi lahan tambang yang gersang dan vegetasi kebun sawit, peejalanan dari Desa adat Dayak Miau Baru menuju Tanjung Redeb, yang berjarak sekitar 170km lebih didominasi oleh hijaunya hutan hujan tropis Kalimantan yang masih perawan dengan pohon-pohon tinggi dengan kerapatan yang masih terjaga dengan baik. Meskipun kontur jalanan yang kami lalui masih sama seperti roller coaster tapi setidaknya pemandangan hijau disekitar kami bisa membuat segar mata dan paru-paru kami, sehingga mengurangi rasa jenuh dan lelah kami para risers setelah menempuh perjalanan jauh. 


Setelah melanjutkan perjalanan sekitar 3jam, semua rombongan Datsun Risers Expedition akhirnya memutuskan singgah sebentar di Kantor Kecamatan Kelay untuk sholat dan istirahat sekitar 30 menit, kebetulan di sini terdapat sebuah Masjid dan halaman Kantor Kecamatan Jelai Kabupaten Berau yang luas bisa menampung semua mobil rombongan Datsun Risers Expedition. Sampai disini angka speedometer mobil kami 8599, artinya jarak antara Desa Adat Dayak, Miau Baru dengan Kantor Kecamatan Kelay Kabupaten Berau adalah sejauh 82 km dan kami tempuh selama 3 jam perjalanan.


Para risers foto bersama di depan Kantor kecamatan Kelay, Kab. Berau

Setelah melaksanakan kewajiban Shalat Dhuhur dan Ashar yang di gabung (jamak qashar) sekaligus berdoa dengan meminta keselamatan dan kemudahan dalam perjalanan kepada yang Maha Kuasa, perjalanan menuju Tanjung Redeb Kita lanjutkan dengan hati dan pikiran yang lebih lapang dan fresh. Medan yang kami lalui masih relatif sama. Kiri kanan kami masih berupa jurang-jurang menganga yang dibalut oleh hijaunya dedaunan hutan hujan tropis Kalimantan yang maaih perawan, hanya saja kami mulai bertemu dengan peradaban manusia, berupa beberapa rumah dan perkampungan penduduk walaupun masih relatif jarang dan sedikit. 


KETANGGUHAN MESIN DATSUN MENGANTARKAN PARA RISERS SAMPAI TUJUAN

Ditengah perjalanan mendekati Maghrib,  kami para risers dikejutkan oleh berita salah satu mobil official yang memang mengawal kami dari jauh di belakang kehabisan bahan bakar ditengah hutan. Memang sepanjang perjalanan kami sama sekali tidak menemukan SPBU, untung mobil Datsun yang kami tunggangi irit jadi tidak perlu risau meskipun sepanjang jalan tidak ada SPBU. Selain itu ketahanan dan ketangguhan mesin Datsun Go + Panca tidak perlu diragukan lagi. Datsun mampu melibas dengan aman dan nyaman, turunan, tanjakan dan tikungan-tikungan super ekstrem, Saya membuktikan sendiri dengan mengendarainya sejauh 366km dari Kota Sangatta -Tanjung Redeb dengan waktu tempuh yang ralatif lama,karena pola dan sistem yang dipakai dalam event Datsun Risers Expedition kali ini adalah sistem konvoi yang mengharuskan selama perjalanan, semua mobil wajib berjalan sesuai dengan nomor urut masing-masing, tidak boleh saling mendahului. Sehingga perjalanan memakan waktu lebih lama sekitar dari waktu idealnya.


Semakin mendekati Kota Tanjung Redeb,  hutan hujan tropis Kalimantan yang menyegarkan mata perlahan-lahan menghilang berganti dengan pemukiman dan perkampungan rumah penduduk yang rata-rata tetbuat dari kayu dengan desain arsitektur dan ornamen khas adat dayak yang sudah dimodifikasi. Setelah sekian lama melaju menyusuri jalanan,  akhirnya sekitar jam 20.30 WITA rombongan Datsun Risers Expedition mulai memasuki Kota Tanjung Redeb dan akhirnya kami memilih menginap si salah satu hotel terbaik di Kota yang berjuluk Kota Sanggam itu Swara Cantika. Angka speedometer mobil kami saat itu menunjukkan angka 8698 artinya total jarak yang telah ditempuh para risers dari Samarinda menuju Tanjung Redeb adalah sejauh 366 km dengan waktu tempuh total sekitar 13 jam.


Lelah memang lelah, tapi kami semua para risers sangat bangga dengan pencapaian kami bersama Datsun Go+ Panca menjelajahi Pulau Kalimantan untuk etape 1, Samarinda-Tanjung Redeb dengan sukses tanpa terjadi insiden apapun. Datsun Go+ Panca memang jaminan mutu di kelasnya.