Minggu, 15 Juli 2018

Kayuh Baimbai, Waja Sampai Kaputing Untuk Kesuksesan ASIAN GAMES 2018


Peta Republik Indonesia (Grafis : nkriweb.blogspot.com)

Bangsa dan Negara Indonesia merupakan sebuah analogi dari badan atau tubuh kita. Jika ada bagian tubuh kita yang sakit, maka bagian tubuh yang lain juga akan ikut merasakan sakit berikut dampaknya. Begitu pula sebaliknya, jika ada bagian tubuh kita yang merasakan nikmat, maka anggota tubuh yang lain juga ikut merasakan nikmat berikut efek dan dampaknya juga. 

Itu juga yang saat ini sedang terjadi! Disaat Kota Jakarta dan Palembang atas nama Indonesia dipercaya menjadi venue dari pesta olahraga bangsa-bangsa Asia yang ke-18. Semua daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang jaraknya ribuan kilometer dari Jakarta maupun Palembang juga ikut merasakan semaraknya euforia Energy of Asia, energi persaudaraan, perdamaian dan persatuan bangsa-bangsa Asia yang dipertemukan dan diimplementasikan melalui event olahraga dengan label ASIAN GAMES 2018

Lambang Propinsi Kalimantan Selatan
(Grafis : id.wikipedia.org)


Dari Kalimantan Selatan Untuk Asian Games 2018

Jauh-jauh hari, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor yang lebih akrab dipanggil dengan Paman Birin oleh rakyatnya ini, berkomitmen sekaligus memastikan pemerintah dan rakyat Kalimantan Selatan kayuh baimbai (berjuang bersama-sama) terlibat dalam membantu menyukseskan jalannya pesta olahraga bangsa-bangsa Asia ke-18 yang akan berlangsung pada 18 Agustus - 2 September 2018 ini.  

Kesuksesan ASIAN GAMES 2018, bagi Indonesia tentu tidak hanya kesuksesan dalam penyelenggaraanya saja, tapi juga sukses prestasi! Kita (terutama para duta bangsa yang bertarung di lapangan) harus berusaha sekeras mungkin, waja sampai kaputing (tetap bersemangat dan kuat bagaikan baja dari awal sampai akhir) untuk meraih prestasi setinggi mungkin di setiap cabang olahraga yang dipertandingkan.
Jajaran Kepolisian di Kalimantan Selatan juga mendukung ASIAN GAMES 2018
(foto : @kaekaha)

Sejak awal, tekad Kalimantan Selatan untuk turut serta secara aktif menggaungkan, menyemarakkan dan menyukseskan gelaran ASIAN GAMES 2018 di Jakarta dan Palembang, tidak terlepas dari niat Kalimantan Selatan  menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional ke XXI tahun 2024. Kalimantan Selatan ingin menyandingkan kampanye dari dua even olahraga ini bisa berjalan bersamaan. Agar gaung PON  XXI yang diharapkan bisa berlangsung di Kalimantan Selatan, juga bisa sebesar ASIAN GAMES. Sayang, dalam bidding proses pemilihan tuan rumah PON  XXI tersebut, Kalimantan Selatan kalah voting dari duet Sumatera Utara-Aceh yang terpilih dan Bali sebagai runner up.

The Show Must Go On! Meskipun Kalimantan Selatan gagal terpilih menjadi tuan rumah PON XXI tahun 2024, dukungan Kalimantan Selatan untuk perhelatan pesta olahraga terbesar ke-2 di dunia setelah Olimpiade itu tetap bulat. Inilah komitmen Kalimantan Selatan sebagai bagian dari “tubuh” NKRI.

Seperti daerah lain di Indonesia, untuk menyukseskan  Asian Games 2018, Paman Birin telah menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat Kalimantan Selatan untuk mendukung pelaksanaan  ASIAN GAMES 2018  tersebut  dengan memasang umbul-umbul, baliho, spanduk dan atau materi sosialisasi lain dengan tema menyesuaikan ketentuan yang ditetapkan oleh panitia pusat. 
RRI Banjarmasin ikut serta mendukung ASIAN GAMES 2018
(foto : @kaekaha)

Hal ini seperti yang diucapkan beliau saat meninjau Stand ASIAN GAMES 2018,  Kementerian Pemuda dan Olahraga RI pada Puncak HUT ke-43 Taman Mini Indonesia Indah di TMII Jakarta, dimana Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan didaulat sebagai tuan rumah atau sponsor utama, Jumat (20/4/2018).

“Sebagai wujud dukungan untuk menyukseskan ASIAN GAMES 2018, saya mengimbau diawali  instansi pemerintah dan swasta, termasuk perbankan di Kalsel untuk mendukung kemeriahan kegiatan multi cabang olahraga dunia itu dengan memasang baliho, terutama mereka yang memiliki ruang promosi strategis di depan kantor masing masing,” “Asian games ini kesempatan negara kita untuk memperkenalkan kepada dunia luar bahwa kita memiliki atlet berprestasi. Makanya mari kita semua menyukseskan Asian games dengan memasang spanduk atau baliho di lingkungan masing-masing,” ajaknya. 

Gayung bersambut, semua intansi pemerintah dan non pemerintah, sipil dan militer, kepolisian, swasta dan ormas langsung merespon himbauan Paman Birin. 

Salah satu instansi yang mempunyai lokasi kantor strategis untuk memasang baliho dan atau spanduk sosialisasi ASIAN GAMES 2018 adalah Radio Republik Indonesia dan jajaran Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Selatan. 
Pemprov Kalimantan Selatan mendukung ASIAN GAMES 2018
(foto : @kaekaha)
Khusus untuk jajaran Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kalimantan Selatan, selain memasang baliho dan spanduk sebagai bentuk dukungan dalam rangka pelaksanaan Asian Games Ke-XVIII di Jakarta dan Palembang, jajaran Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kalimantan Selatan juga memasang sticker sosialisi dukungan untuk ASIAN GAMES 2018 di semua Kendaraan Dinas dan Operasional  Kantor Wilayah.
pemasangan sticker dukungan terhadap Kendaraan Dinas
(Foto : kalsel.kemenkumham.go.id)

Berikut pernyataan Kepala Bagian Program dan Pelaporan, Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kalimantan Selatan, Andi Basmal, pada penyelenggaraan seremonial dukung bersama ASIAN GAMES 2018, sekaligus pemasangan sticker dukungan di Kendaraan Dinas dan Operasional  yang ada di halaman Kantor Wilayah, beberapa waktu yang lalu,
Kanwil Kemenkumham Kalimantan Selatan mendukung ASIAN GAMES 2018
(Foto : kalsel.kemenkumham.go.id)

"Kurang lebih ada 100 buah kendaraan roda 4 yang terparkir dihalaman Kanwil kita Pasang stiker dalam rangka menyukseskan ASIAN GAMES 2018 ini, Kendaraan yang kita pasang stiker bukan hanya mobil dinas atau operasional namun kendaraan para pegawai dengan sukarela untuk dipasangkan stiker, selain untuk mempromosikan kegiatan tersebut kanwil Kemenkumham kalsel juga dalam kesempatan ini sekaligus mensosialisasi salah satu tugas dan fungsi kami yaitu Keimigrasian yang mana akan berhubungan dengan pelaksanaan Asian Games, terkait dengan atlet dan kru serta wartawan asing yang mengunjungi Indonesia terutama di Kalsel." 

Sementara itu jajaran keimigrasian sendiri saat ini tengah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar bisa menjadi tuan rumah yang baik karena mungkin ada di antara partisipan ada yang akan berkunjung ke wilayah Kalimantan Selatan.

Anak-anak komplek kami masih tetap main sepakbola
(foto : @kaekaha)

Masyarakat Kalimantan Selatan Menyongsong Asian Games 2018 

Euforia final Piala Dunia 2018 di Russia pada awalnya dianggap mengganggu antusiasme masyarakat Indonesia terhadap gelaran ASIAN GAMES 2018. Apalagi, hajatan Piala Dunia 2018 berlangsung tepat saat libur panjang sekolah. Sedangkan, ASIAN GAMES 2018 berlangsung saat anak-anak mulai masuk di kelas baru masing-masing.

Anak-anak masih mencoba bermain bulu tangkis
(Foto : @kaekaha)


Ternyata, asumsi ini tidak sepenuhnya benar! Karena antusiame anak-anak untuk mengikuti euforia gelaran ASIAN GAMES 2018 tetap tinggi. Sepertinya, masyarakat Kalimantan Selatan masih ingin terus larut dalam euforia gegap gempitanya even olahraga dan ASIAN GAMES 2018 menjadi semacam pelipur lara dari perginya Piala Dunia 2018.

Bagaimana dengan anda!?

Sabtu, 14 Juli 2018

Melintas Hutan Kalimantan Timur, Menikmati Infrastruktur Ramah Hutan



Inilah Hutan Kalimantan!

Bagi yang belum pernah melihat langsung alam Pulau Kalimantan, membayangkan pulau terbesar di Indonesia ini yang terlintas pasti hutan belantara yang lebat, suku dayak dengan ciri khas telinga panjangnya dan orang utan yang bergelantungan di ketinggian dahan-dahan pohon hutan! Betul...? Memang benar, semua itu bagian dari Kalimantan. 

Konservasi Flora dan Fauna

Hutan hujan tropis Pulau Kalimantan, sejak lama memang berperan sebagai area konservasi sekaligus suaka bagi plasma nutfah berbagai spesies hayati (flora) dan hewani (fauna) endemik Pulau Kalimantan yang secara kuantitas mulai terancam punah sehingga perlu perlindungan ekstra. Sebut saja spesies orang utan (Pongo pygmaeus),  bekantan atau si monyet belanda (Nasalis larvatus)  yang berhidung mancung, gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis),  burung enggang (Bucerotidae) atau hornbill yang begitu diagungkan oleh saudara  kita suku dayak. 

Untuk spesies hayati,  Kalimantan  adalah rumah bagi ratusan jenis anggrek eksotis yang sifatnya endemik seperti anggrek hutan meratus,  tabat barito  (ficus deltoidea jack) atau tongkat ali si pohon ajaib yang diakui masyarakat bisa menjaga dan menambah vitalitas orang dewasa,  pohon kayu besi atau kayu ulin (Eusideroxylon Zwageri)  yang sudah sangat langka (konon,  salah satu penyebab kelangkaanya adalah pertumbuhan pohon ini yang hanya bisa tumbuh 1cm saja dalam setahun), kayu meranti (Shorea acuminatissima),  bengkirai atau yellow balau (Shorea lavefolia Endent) dsb.


Paru-paru Dunia

Hutan hujan tropis Kalimantan juga dikenal luas sebagai paru-paru dunia, artinya keutuhan serta kelestarian hutan hujan tropis Kalimantan merupakan sebuah keniscayaan bagi Bangsa Indonesia, karena posisinya sebagai penyangga utama stabilitas iklim dunia. 

Keberadaan serta kelestarian hutan hujan tropis Kalimantan merupakan kepentingan seluruh masyarakat dunia, bukan hanya domain Indonesia. Situasi ini merupakan modal besar bagi pulau Kalimantan dan Indonesia dalam menjalankan peran politik lingkungan dunia.  Inilah salah satu kartu truf Indonesia dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara dimata dunia.

Konservasi adat Istiadat dan Budaya

Hutan hujan tropis Kalimantan tidak hanya menjadi area konservasi dan suaka bagi flora dan fauna saja, tapi juga menjadi rumah bagi orang, adat istiadat serta budaya lokal yang bergantung kepada hutan-baik secara fisik maupun spiritual untuk bertahan hidup.

Secara umum, kita mengenal ada tiga suku terbesar penghuni asli pulau Kalimantan, yaitu Suku Banjar, Dayak dan Kutai. 

Siapa yang belum mendengar eksotisnya budaya dayak? Budaya Banjar? Budaya Kutai? Pasar terapung, uma betang atau lamin, alat musik Sampeq? Semuanya merupakan hasil dari olah budaya penduduk asli Pulau Kalimantan. Hanya itu? Tentu tidak! Kekayaan bahasa,  kesenian,  kerajinan tangan,  arsitektur bangunan dan keragaman budaya lainnya tidak akan pernah bisa habis untuk di eksplorasi keindahannya. 

Semua adat istiadat dan budaya masyarakat Kalimantan mempunyai akar budaya yang sama-sama kuatnya pada alam, semua berporos pada alam termasuk hutan didalamnya. Hanya saja, untuk saat sekarang mungkin hanya tinggal sebagian dari sub suku Dayak saja yang masih bertahan untuk berinteraksi dengan hutan secara langsung.  

Inilah sekelumit dari sejuta cerita eksotisme tentang Pulau Kalimantan,  sejengkal surga yang jatuh di bumi nusantara. Tertarik untuk mengeksplorasinya?  




Perjalanan menembus Hutan Kalimantan Timur

Perjalanan dari Balikpapan menuju Tanjung Redep (Kabupaten Berau), merupakan salah satu perjalanan darat terpanjang yang pernah saya lakukan. Dengan memanfaatkan fasilitas berupa mobil dari salah satu produsen asal Jepang, kami memulai ekspedisi dengan rute sebagai berikut

Balikpapan - Samarinda

Perjalanan di mulai dari Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan menuju Sangatta, Kabupaten Kutai Timur.

Pada etape ini, eksplorasi belum fokus pada hutan yang ada di sepanjang perjalanan, termasuk potensi hayati di sekitar Bukit Soeharto yang tutupan kawasan hujaunya, konon terus menurun tiap tahunnya, karena berbagai sebab. Hanya saja, kalau dilihat secara sepintas secara kasat mata dikiri dan kanan jalan tegakan pohon masih rapat, walaupun sesekali memang terlihat batang pohon yang ambruk dan mati karena tanah pijakan tumbuhnya longsor.

Infrastruktur jalan raya yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kota Samarinda ini tergolong mewah dan spesial, yaitu dibuat dengan aspal hotmix yang mulus. 

Samarinda – Sangatta

Kota yang berada di tepian Sungai Mahakam ini mempunyai sejarah panjang sebagai kota perdagangan yang sangat penting bagi pergerakan dan pertumbuhan perkonomian regional Kalimantan. Posisi strategis Kota Samarinda yang tepat berada  di jalur lalu lintas antar pulau dan antar daerah di pedalaman Kalimantan,  menjadikan pelabuhan sungai Mahakam sebagai pelabuhan tersibuk di jamannya.

Menuju Kota Sangatta yang juga dijuluki senagai negeri Batubara itu, Tipikal jalan menuju Kota Sangatta dari Kota Samarinda didominasi oleh tanjakan dan turunan yang dikombinasi dengan tikungan-tikungan tajam yang berkelok-kelok,  sangat jarang kami bertemu dengan jalur lurus datar dengan panjang lebih dari 500meter!  Keren kan?

Di sepanjang perjalanan yang menempuh jarak sekitar 250 km ini, kami menemukan bentang alam yang beragam, ada perkampungan penduduk yang mendominasi area yang masih berdekatan dengan kota Samarinda dan Sangatta,  selebihnya kami menemukan area pertambangan milik perusahaan-perusahaan nasional dan sebagian lagi hutan lebat yang masih rapat. 

Hutan-hutan yang kami temui di sepanjang perjalanan sepertinya hutan lindung yang masih perawan, terlihat dari tegakan pohonnya yang besar-besar dan tingginya mencapai puluhan meter. Bahkan, di beberapa titik lokasi yang jalannya longsor dan menyempit, kami hanya bisa  melihat pucuk-pucuk pohon saja tanpa bisa melihat batang apalagi akarnya.

Sangatta (Kabupaten Kutai Timur) - Tanjung Redep (Kabupaten Berau)

Untuk perjalanan etape ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu Sangatta-Miau Baru dan Miau Baru-Tanjung Redeb.



Sangatta-Miau Baru

Memasuki 20 menit perjalanan, kami mulai memasuki daerah tidak berpenghuni yang didominasi oleh lahan kosong pertambangan batubara baik yang masih aktif mapun yang sudah tidak aktif, mirip dengan sebagian rute Samarinda-Sangatta. Jalanan yang kami lalui semakin menyempit dan terdapat beberapa ruas yang aspalnya terkoyak,  sehingga perlu ekstra hati-hati untuk melintasinya. 

Semakin jauh dari Kota Sangatta, jalan yang kami lalui semakin menantang, selain kerusakan jalan yang semakin meluas dan menyebar,  kontur geografis wilayah Sangatta-Miau Baru yang berbukit-bukit dengan tutupan berupa kombinasi perkebunan kelapa sawit dan hutan lindung di sekelilingnya menyebabkan sepanjang jalan yang kami lalui layaknya mengendarai roller coaster di tengah hutan, bergelombang, tanjakan,  turunan dengan tingkat kecuraman sedang, luar biasa,  sampai yang super ekstrem plus kelokan dengan variasi tikungan biasa sampai hampir berputar 180 derajat dengan lengkung putar yang relatif sempit, belum lagi di sebelah kiri atau kanan sebagian besar adalah jurang-jurang menganga dengan kedalaman sampai puluhan meter yang tidak jarang terkombinasi dengan badan jalan yang tinggal 1/3-nya saja,  karena longsor.

Kondisi jalan raya antara Sangatta-Miau Baru memang tidak sebaik, rute Balikpapan-Samarinda dan Samarinda-Miau Baru. Infrastruktur yang dibangun untuk membuka jalur perekonomian daerah pedalaman Kalimantan Timur ini, sepertinya sering lepas kontrol dari pengawasan pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah, sesuai kelas jalannya).



Miau Baru-Tanjung Redeb

Tidak seperti perjalanan Kota Sangatta-Desa Miau Baru yang kiri kanan kami sepanjang perjalanan didominasi lahan kebun sawit dan hutan, perjalanan dari Desa adat Dayak Miau Baru menuju Tanjung Redeb, yang berjarak sekitar 170km lebih didominasi oleh hijaunya hutan hujan tropis Kalimantan yang masih perawan dengan pohon-pohon tinggi dengan kerapatan yang masih terjaga dengan baik. Meskipun kontur jalanan yang kami lalui masih sama seperti roller coaster tapi setidaknya pemandangan hijau disekitar kami bisa membuat segar mata dan paru-paru kami, sehingga mengurangi rasa jenuh dan lelah kami para risers setelah menempuh perjalanan jauh.

 Medan yang kami lalui masih relatif sama. Kiri kanan kami masih berupa jurang-jurang menganga yang dibalut oleh hijaunya dedaunan hutan hujan tropis Kalimantan yang masih perawan, hanya saja kami mulai bertemu dengan peradaban manusia, berupa beberapa rumah dan perkampungan penduduk walaupun masih relatif jarang dan sedikit.

Semakin mendekati Kota Tanjung Redeb, hutan hujan tropis Kalimantan yang menyegarkan mata perlahan-lahan menghilang berganti dengan pemukiman dan perkampungan rumah penduduk yang rata-rata terbuat dari kayu dengan desain arsitektur dan ornamen khas adat dayak yang sudah dimodifikasi. 

Secara umum, infrastruktur jalan raya yang menghubungkan Kota Balikapapan - Tanjung Redeb, Kabupaten Berau sebagian besar melalui hutan lindung yang dilindungi oleh negara, sehingga desain jalan yang dibuat tidak terlalu lebar agar tidak terlalu banyak mengurangi area hutan lindung. Hebatnya, jalanan di tengah hutan ini kesemuanya terbuat dari lapisan aspal hotmix berwarna hitam pekat yang halus mulus. Tidak kalah dengan jalan-jalan protokol di kota-kota besar. Gak percaya!? Yuk jalan ke Derawan....  


Minggu, 08 Juli 2018

Asyiknya Menjadi "Penjarah" Keren di Saat Lebaran Tiba!



Perkampungan suku Banjar di tepian dalam Sungai Martapura
Foto : @kaekaha

Inilah Kotaku, Kota 1000 Sungai!

“Kota 1000 Sungai” itulah julukan yang paling dikenal masyarakat di Indonesia untuk kotaku tercinta, Banjarmasin! Ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan yang pada tanggal 24 September nanti genap berusia 492 tahun. Wooooow…! Hampir 5 abad usianya!

Kota Banjarmasin, merupakan salah satu kota tua di Nusantara yang sejak abad XVI telah dikenal sebagai kota perdagangan internasional sekaligus pintu masuk mobilisasi barang dan manusia dari dan menuju pedalaman Pulau Kalimantan. 


Pasar Sungai Lulut, Salah satu sudut Kota 1000 Sungai
Foto : @kaekaha

Posisi strategis  ini didukung oleh topografi alam khas pesisir Kalimantan yang sangat unik dan ideal, yaitu dataran rendah (bahkan teramat rendah, karena rata-rata permukaan tanah di Kota Banjarmasin adalah sekitar 60 cm dibawah permukaan laut) yang beriklim panas dengan kelembaban udara yang tinggi. Posisi daratan yang teramat rendah ini, menyebabkan wilayah Kota Banjarmasin di dominasi oleh lahan basah berupa rawa lebak dan sungai. Itulah sebabnya Kota Banjarmasin mempunyai banyak sungai, sehingga akhirnya di juluki sebagai “Kota 1000 Sungai”


Sungai Kerukan, Salah stu dari sekian banyak sungai di Kota Banjarmasin

Banyaknya rawa lebak dan sungai dengan berbagai ukuran yang mengalir di Kota Banjarmasin menjadikan aktifitas sosial, ekonomi, seni dan budaya bahkan politik dan keamanan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari sungai beserta segala atributnya. Inilah peradaban budaya perairan (rawa/sungai) khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang unik dan khas, buah dari harmonisasi dan interaksi antara manusia dengan alamnya yang berlangsung berabad-abad lamanya. 



Ketika Lebaran Tiba…

Lebaran adalah hari yang paling ditunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, begitu juga dengan masyarakat di kampungku di tepian dalam Sungai Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Kampung tempatku tinggal sebagian besar merupakan rawa lebak pasang surut yang terkoneksi dengan Sungai Martapura yang membelah tengah Kota Banjarmasin. Uniknya, di musim kemarau air rawa di sekitar tempatku tinggal selalu berubah-ubah warna dan rasanya, kadang pagi hari rasanya tawar, siang agak sepet  sorenya bisa payau atau bahkan jadi asin. 
Titian kayu ulin
Foto : @kaekaha

Perubahan rasa ini juga diikuti oleh perubahan warna airnya. Semua ini terjadi karena rawa-rawa di sekitar rumah kami terkoneksi secara langsung dengan sungai martapura, karena posisi daratan lebih rendah dari permukaan air laut, maka ketika laut pasang akan terjadi intrusi air laut ke Sungai Barito dan akhirnya menyebar ke anak-anak sungai lainnya termasuk Sungai Martapura. 

Kampungku memang unik! Untuk transportasi antar kampung, sebagian warga masih memakai jukung, sebutan untuk perahu kecil yang terbuat dari kayu ulin (eusideroxylon zwageri). Jalan darat, baik berupa jalan tanah yang dipadatkan maupun berupa aspal sebenarnya sudah ada, tapi masih belum bisa menjangkau semua kampung, terutama yang ada di bagian dalam. Untuk itu, masyarakat membangun titian  dari kayu ulin (eusideroxylon zwageri) agar bisa tetap berkomunikasi dan bersilaturrahmi dengan dunia luar, seperti saat lebaran tiba!


Jembatan Gantung di atas Pasar Terapung
Foto : @kaekaha


Di kampung kami, ada beberapa tradisi unik saat lebaran tiba yang berlangsung secara turun-temurun, dari generasi ke generasi sejak jaman dahulu,  yaitu 

- Tradisi Serba Baru -

Tradisi yang satu ini memang bukan domain kampung kami saja, tapi sepertinya seluruh umat Islam di indonesia ya...!? 

Menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, ternyata tradisi “serba baru” saat lebaran sudah dimulai sejak tahun 1596 di wilayah Kesultanan Banten, khususnya tradisi untuk memakai “baju baru” dengan tujuan untuk memberikan semangat dan motivasi agar meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT setelah selesai berpuasa di bulan Ramadan.





Seperti halnya di daerah lain, tradisi “serba baru” juga menjadi salah satu tradisi masyarakat di kampung kami ketika lebaran tiba. Baju baru, celana baru, sarung baru, mukena baru, kacamata baru, jam tangan baru, HP baru, sepeda baru, mobil baru bahkan istri ba…..eh, maaf kalau yang ini jangan dulu deh! Kecuali syarat dan ketentuan berlaku …he…he…he… 

Selain baju baru, kacamata dan jam tangan melengkapi tradisi “serba baru” di lebaranku kali ini. Bukan sekedar untuk penampilan semata atau bahkan sengaja untuk berlebih-lebihan, keduanya memang benda yang  paling aku butuhkan untuk menunjang pekerjaanku.

Tapi….. tetap harus bisa dipakai untuk #tampilkerensaatlebaran, terutama saat aku jadi penjarah di H+1 nanti. Untuk itu, aku harus “memilih” kacamata dan jam tangan yang berkualitas, bukan yang asal-asalan.

Apalagi, semua sudah tahukan!? Kondisi alam lingkungan tempat tinggalku yang “serba air”! Halaman muka, samping kiri dan kanan adalah rawa-rawa, sedangkan  halaman belakang tidak jauh beda, semua air, air dan air. 

Karena lingkungan dan aktifitasku yang tidak jauh-jauh dari air, maka khusus untuk jam tangan aku memerlukan jam tangan pria tipe sporty yang tahan air dan tidak mudah korosif, aku tertarik dengan jam tangan terbaru produk TIMEX yang dijual di situs THE WATCH COseperti TIMEX THE WATERBURY LINEAR CHRONOGRAPH - TW2R69200 atau TIMEX ALLIED CHRONO PU - TW2R60400 dan khusus untuk istriku tercinta, aku ingin memberikan hadiah lebaran jam tangan wanita yang cute seperti produk keren TIMEX ORIGINAL SEMI BANGLE - TW2R70100 

atau TIMEX ORIGINAL SEMI BANGLE - TW2R70000, agar dia juga bisa #tampilkerensaatramadhan dan #tampilkerensaatlebaran terutama saat jadi penjarah sepertiku di lebaran H+1 nanti. Apalagi dibulan ramadhan ini, THE WATCH CO. hadir dengan program promo ramadhan yang tentunya sangat-sangat memanjakan semua pelanggannya…

-- Bajarah --

Tradisi Bajarah ini merupakan tradisi khas kampung kami saat lebaran tiba, baik lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha, berupa jamuan makan dan atau pun sekadar minum dari warga untuk warga yang umumnya dilaksanakan pada H+1, atau hari ke-2 lebaran. 

Tradisi bajarah ini mirip dengan tradisi saruan bamaulid di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, bedanya saruan bamaulid merupakan tradisi untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, jadi diadakan bukan pada saat lebaran di bulan syawal atau Dzulhijjah, tapi di bulan Rabbiul Awal.

Di sini, siapa saja bisa menjadi tamu (penjarah) atau tuan rumah (dijarah). Dengan dipimpin tetuha kampung atau tokoh masyarakat, setelah berkumpul ditempat yang disepakati, rombongan bergerak menuju rumah-rumah yang dituju. Setelah membaca doa bersama-sama, rombongan menikmati hidangan yang biasanya dihabiskan sambil berdialog ringan (bersilaturahmi) dengan semua yang hadir.

Umumnya, hidangan yang disediakan oleh tuan rumah adalah berbagai kuliner khas Banjar, seperti Soto Banjar, Ketupat batumis, Nasi Kuning, Nasi Itik Gambut, Ketupat Kandangan, Lamang dan aneka wadai atau kue legit khas Suku Banjar seperti bingka, tapai lakatan hijau dll.

Hidangan yang disediakan untuk penjarah, pada dasarnya memang tidak ada pakem atau ketentuannya, semua terserah atau tergantung pada kemampuan tuan rumah (dijarah) yang penting tidak memberatkan, bahkan bila ada warga yang tidak ingin dijarah-pun tidak ada sanksi sosial apa-apa! Warga yang lain tetap menghormatinya! Terpenting, silaturahmi antar warga masyarakat tetap terjaga dengan baik.
Ketupat Banjar
Foto : @kaekaha

Setelah dianggap cukup, sambil bermaafan-maafan dengan semua penghuni rumah, rombongan  penjarah langsung pamit untuk menuju rumah berikutnya. Begitu seterusnya hingga semua rumah yang hari itu masuk daftar dijarah, semuanya ludes dan tuntas dijarah

Karena tidak semua rumah di kampung kami terhubung dengan jalan darat, maka untuk menuju ke rumah tersebut kami harus naik jukung beramai-ramai atau naik kelotok yang ukurannya lebih besar sehingga bisa memuat penumpang yang lebih banyak. Asyik ya….!

Bagi warga yang dijarah, banyaknya penjarah yang datang merupakan kebahagiaan tersendiri. Mereka akan semakin bersyukur, karena semakin banyak yang mendoakan keluarganya. 
ini yang namanya, Kelotok, alat transportasi khas Banjarmasin
Foto : @kaekaha 

Khusus untuk penjarah dalam tradisi bajarah ini, awalnya harus dilakukan secara bersama-sama atau rombongan, tapi sekarang sudah mulai ada pergeseran dalam penerapannya, terutama untuk anak-anak mudanya! Mereka sekarang lebih suka bergerak dalam grup-grup dengan jumlah rombongan yang lebih kecil, bahkan perorangan. 

Sedangkan pergeseran untuk dijarah, ada pada jenis hidangan dan  kemasannya. Kalau dulu, hidangan untuk penjarah sebagian besar berupa kuliner tradisional khas Banjar, sekarang sudah banyak yang menggantinya dengan fastfood  merek luar negeri yang banyak dijual di mall-mall di Banjarmasin. Lebih Praktis?

Begitu juga dengan kemasannya, kalau dulu disajikan dengan setting hanya untuk makan di tempat saja, sekarang sudah ada yang menyediakan hidangan yang sudah atau siap untuk di bungkus. Jadi penjarah tidak perlu lama-lama duduk. Setelah bermaaf-maafan dan berdoa bisa langsung pulang dengan sebungkus hidangan ditangan. Lebih praktis dan higienis? 

Entahlah, mungkin anda lebih obyektif dalam memberi penilaian yang akurat. Kami hanya berusaha menjaga tradisi "bajarah" ini tidak hilang dari kampung kami, meskipun kemasan asli tradisinya mulai bergeser dan berubah karena mengikuti perkembangan jaman.





Kamis, 05 Juli 2018

Menjelajah Eksotika Pasar Terapung Banjarmasin


Inilah Kota Banjarmasin Kota 1000 Sungai
Banjarmasin Kota 1000 Sungai

Banjarmasin, ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan telah lama dikenal sebagai salah satu kota perdagangan tua di Nusantara. Sejak jaman kejayaan Kesultanan Banjar pada abad XVI telah menjadi bandar perdagangan Internasional sekaligus pintu masuk utama bagi mobilisasi dan distribusi manusia serta barang dari dan menuju pedalaman Kalimantan. 

Eksistensi peran strategis Kota Banjarmasin ini tetap terjaga sampai sekarang, salah satunya karena dukungan topografi alam Kota Banjarmasin yang unik! 

Banjarmasin yang juga dengan julukan “Kota 1000 Sungai” ini,  merupakan kota yang daratannya banyak dialiri sungai dengan berbagai ukuran yang jumlahnya sangat banyak, bisa jadi yang terbanyak di Indonesia bahkan mungkin dunia.
Beberapa papan nama sungai yang ada di Banjarmasin

Konfigurasi banyaknya aliran sungai yang membelah daratan, menjadikan lanskap kota Banjarmasin seperti sekumpulan pulau-pulau kecil jika dilihat dari udara. Bahkan ada juga yang melihatnya seperti liukan seekor ular raksasa yang dikerubuti anak-anaknya. Unik bukan!? Tapi tunggu dulu, karena ada lagi yang lebih unik! 

Ketinggian rata-rata permukaan tanah di Kota Banjarmasin ±60cm dibawah permukaan air laut. Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah daratan Kota Banjarmasin didominasi oleh dataran rendah berupa lahan basah /rawa-rawa dengan intensitas kedalaman yang berbeda-beda. Bisa membayangkan bagaimana posisi sebuah kawasan/daratan yang permukaannya lebih rendah dari permukaan air laut?

Keunikan lain yang dimiliki Kota Banjarmasin terkait topografinya adalah fenomena arus serta arah aliran sungai yang tergantung oleh pasang surut air laut. Normalnya, aliran air sungai mengalir dari hulu menuju ke hilir atau dari hulu menuju muara, tapi di Banjarmasin bisa sebaliknya bila air laut pasang. Hal ini menyebabkan terjadinya intrusi air laut, sehingga air sungai dan rawa bisa berubah-ubah taste-nya tergantung waktunya. Terkadang pagi tawar, siang atau sore bisa berubah menjadi payau bahkan asin. Unik bukan?
Bus Air atau Taksi Air, salah satu produk budaya sungai khas Kota Banjarmasin

Pasar Terapung, Produk Budaya Sungai 
Khas Banjarmasin

Sungai telah menjadi identitas Kota Banjarmasin dan masyarakat suku Banjar yang mendiaminya. Sungai adalah urat nadi kehidupan masyarakat yang tidak akan pernah tergantikan. Proses interaksi selama berabad-abad diantara keduanya, membentuk peradaban budaya sungai yang telah berurat dan berakar begitu kuat dalam pola aktifitas sosial, ekonomi, seni dan budaya masyarakat Kota Banjarmasin. 
Masjid Sultan Suriansyah, Masjid tertua di Kalimantan  ini dibangun di tepian Sungai Kuin, Banjarmasin

Sebagai bukti, hampir semua sarana dan prasaran publik lokasinya ada di sekitar sungai dan pada awalnya menghadap ke arah sungai, mulai dari sekolah, perkantoran pemerintah, militer, sarana ibadah, bahkan pelabuhan Tri Sakti yang merupakan pintu masuk jalur perairan, juga dibangun di tepi sungai bukan di tepi laut layaknya pelabuhan besar lainnya di Indonesia. 

Fakta yang paling menarik adalah keberadaan 3 pasar tradisional khas Kota Banjarmasin, yaitu “pasar terapung” di daerah Kuin, Siring Kota dan Lok Baintan, lokasinya bukan di daratan layaknya pasar-pasar rakyat pada umumnya, tapi mengapung diatas aliran sungai. Ini dia yang paling unik! 
Ulun Himung Pian Datang
Saya Senang Anda Datang
Mengabadikan Senyuman Terindah 
Pasar Terapung Siring Kota 

Berpetualang menjelajahi keunikan pasar terapung di Banjarmasin merupakan wisata alam dan budaya yang tidak akan bisa ditemui di daerah lain, bahkan di belahan dunia manapun! Setiap moment yang terekam di sepanjang petualangan, dijamin akan memberikan pengalaman berkesan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup!

Agar petualangan berjalan lancar, jangan lupa membawa MIXAGRIP ya! Karena MIXAGRIP cocok untuk melawan “kombinasi maut” antara panasnya iklim Banjarmasin dengan tingginya  kelembaban udara yang dikhawatirkan akan mengundang  flu dan batuk, jika “bertemu” dengan badan yang tidak fit, karena kelelahan setelah seharian berpetualang bersentuhan dengan air. 

Saat ini, di Kalimantan Selatan terdapat 3 destinasi Pasar Terapung, yaitu Pasar Terapung alami tertua yang berusia ratusan tahun di muara Sungai kuin di tepian Sungai Barito (tempat syuting ID Station RCTI, awal tahun 90-an), Pasar Terapung buatan di Siring Kota Sungai Martapura (keduanya terletak di wilayah Kota Banjarmasin) dan yang terakhir adalah Pasar Terapung Desa Lok Baintan, di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar yang sekarang sedang naik daun.

Dari ketiga pasar terapung diatas, masing-masing menawarkan karakteristik sensasi dan eksotisme yang berbeda-beda, tapi semuanya dijamin ngangeni
Eksotisnya warna-warni Pasar Terapung 

Khusus bagi wisatawan yang ingin menikmati sensasi dan eksotisme pasar terapung, tapi mempunyai keterbatasan waktu! Jangan kuatir! Berbeda dengan pasar terapung alami di muara Sungai Kuin dan di Desa Lok Baintan yang hanya sekitar 2 jam saja (wisatawan harus berangkat pagi buta, karena biasanya pasar akan bubar ketika matahari mulai beranjak terang), maka pasar terapung buatan di kawasan siring kota yang berada di tengah kota Banjarmasin ini bisa menjadi alternatif pilihan.
Suasana menara pandang, kawasan wisata sungai terpadu di jantung Kota Banjarmasin


Pasar terapung ini lokasinya di kawasan wisata sungai terpadu yang dibangun di tepian Sungai Martapura, tepat di jantung kota Banjarmasin. Selain destinasi pasar terapung, di sini juga terdapat beberapa destinasi lain yang tak kalah menarik untuk di eksplorasi, ada wisata susur sungai, rumah adat ANNO 1925, patung Bekantan raksasa dan menara pandang, untuk melihat landscape Kota Banjarmasin dari ketinggian.

Pasar terapung buatan yang digagas oleh Pemko Banjarmasin ini, relatif lebih mudah untuk “dinikmati”, karena lokasinya yang strategis serta jam operasional yang lebih lama dan yang terpenting, meskipun buatan tapi tetap menyuguhkan “suasana” ala pasar terapung alami di muara Sungai Kuin dan Desa Lok Baintan yang legendaris. 
Suasana khas pasar terapung, jukung para pedagang saling berdesak-desakan mencari posisi paling strategis

Para pedagang disini biasa disebut dukuh atau penyambangan sebagian besar adalah ibu-ibu dan nini-nini yang berasal dari desa-desa di hulu perbatasan Kabupaten Banjar. Karena jaraknya yang relatif jauh, biasanya mereka datang dan pulang bersama-sama dengan cara ditarik dengan kelotok, sebutan untuk perahu bermesin tempel yang ukuranya lebih besar.
  
Pulang bersama-sama dengan ditarik kelotok

Sebagian besar, keunikan pasar terapung alami muara Sungai Kuin dan Desa Lok Baintan juga ada di sini. Para pedagang disini biasa di panggil acil, sebagian besar “berseragam” atribut khas layaknya perempuan petani suku Banjar, yaitu memakai baju muslim, tanggui untuk tutup kepala dan memulas pupur dingin tradisonal di seluruh wajah untuk melindungi dari terik matahari. 
Inilah wajah-wajah ceria dengan senyuman khas yang akan selalu menyapa anda di pasar terapung


Penampilan khas acil-acil ini semakin mempesona tatkala senyuman tulus, hangat dan bersahabat khas mereka mulai mengembang disaat menyapa para pengunjung yang datang. Hanya saja, kesan ini mungkin berbeda di mata pengunjung anak-anak yang baru pertama kali melihat penampilan ibu-ibu “bertopeng” layaknya riasan badut ini, ekspresinya bisa macam-macam. Ada yang tertawa terpingkal-pingkal tapi tidak jarang ada juga yang menangis ketakutan. Lucu ya!
Aneka buah-buahan dan sayuran yang dijajakan oleh acil-acil di Pasar Terapung

Acil-acil pedagang disini menjual, buah-buahan, sayuran, bumbu dapur, tanaman, bunga, ayam, itik, telur, sembako, aneka wadai (kue), nasi kuning, soto Banjar, sampai kerajinan tangan khas suku Banjar juga ada di sini. 
Kedai apung "SOTO ALAM ROH" menyediakan kuliner Soto Banjar di pasar terapung 

Sebagian besar acil-acil disini berbicara dengan bahasa Banjar pesisir yang relatif mudah dipahami oleh pengunjung dari luar Banjar, hanya saja logat dan cara bicara yang relatif agak cepat sering kali mempersulit komunikasi, tidak jarang si-pembeli akhirnya hanya melongo mendengarkan pandiran si-acil. 
"Pilih...pilih...pilih handak yang mana ikam......!?"
Pilih...pilih...pilih mau yang mana kamu.......!?

Jukung yang dipakai acil-acil berjualan ukurannya berbeda-beda, sehingga tidak semua jukung bisa benar-benar merapat mendekati pembeli. Hal ini mengharuskan para acil memakai tongkat dayungnya untuk mengambil uang atau menyerahkan barang yang dibeli oleh pengunjung. Begitu pula jika pembeli ingin mengambil gorengan atau kudapan, mereka harus memakai tongkat dengan tusukan diujungnya….. 
Seorang Pembeli menyerahkan sejumlah uang pembayaran kepada pedagang di Pasar Terapung

Selain keunikan-keunikan diatas, ada beberapa tradisi warisan budaya Banjar bahari (lama) yang sampai sekarang masih terlihat di sini, yaitu tradisi bapanduk atau barter barang dengan barang dan akad jual beli diantara penjual dan pembeli seperti yang disyaratkan dalam syariat agama Islam. Saat ini, selain di pasar terapung sepertinya susah untuk menemui tradisi bapanduk alias barter dan akad jual beli dalam transaksi jual beli di masyarakat.
Si-Acil menyerahkan sekantung buah kepada pembelinya dengan memakai tongkat dayungnya

Inilah #CeritaSamaMixagrip tentang eksotika budaya pasar terapung di Banjarmasin. Warisan peradaban budaya sungai suku Banjar yang telah berumur ratusan tahun dan tetap terjaga sampai saat ini. Penasaran!? Yuk jalan-jalan ke Banjarmasin…..!


Artikel terkait :

1. Membangun Ruang Publik, Berbasis (Budaya) Sungai ala Kota Banjarmasin