.....cerita kehidupan anak manusia yang ingin terus belajar hidup merdeka dari kehidupan yang penuh dengan anomali pragmatis!
Sabtu, 14 Februari 2015
Senin, 02 Februari 2015
Saatnya Menjual (Pariwisata) Kalimantan Selatan!
Setelah batubara, apa lagi!? Itulah
yang ada didalam benak saya ketika membaca kelesuan dunia usaha di Kalimantan
Selatan satu tahun terakhir. Berita “Bisnis Terus Melemah, Dampak Batubara Lesu
Sangat Besar” (Banjarmasin Post, 22
Januari 2015), baru mengupas sebagian kecil dari imbas lesunya bisnis
batubara di Kalimantan Selatan, karena fakta riil di lapangan jauh lebih
dahsyat. Tidak hanya bisnis yang berhubungan langsung dengan usaha batubara
saja yang gulung tikar, tapi hampir semua bidang usaha terkena imbasnya. Ada
apa dengan perekonomian Kalimantan Selatan?
Menurut rilis Kajian Ekonomi
Regional dari BI tanggal 15 Agustus 2014 lalu, kelesuan pasar yang terjadi
merupakan implikasi dari menurunnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan
sebagai efek domino dari memburuknya kinerja usaha pertambangan batubara setahun
terakhir dan kondisi ini diprediksi akan terus berlanjut sampai akhir tahun
2014.
Harus diakui, penggerak utama roda
perekonomian Kalimantan Selatan adalah sektor pertambangan batubara. Bahkan
bisa dibilang sangat tergantung. Terbukti, hampir semua lini kehidupan
masyarakat Kalimantan Selatan seolah berhenti berdetak ketika kinerja bisnis
batubara berada pada titik terendah seperti sekarang. Lantas apa yang harus
kita lakukan? Masih memaksakan pertambangan batubara sebagai mesin ATM utama
Kalimantan Selatan?
Bisnis pertambangan batubara terbukti
memberi sinyal kegagalan, menjadi penggerak
utama perekonomian banua untuk jangka
panjang dan dilapangan pertambangan batubara juga terbukti tidak bisa
mengangkat harkat, martabat dan perekonomian masyarakat Kalimantan Selatan
secara adil dan merata. Selain itu, ada satu hal yang mungkin terlewatkan dari
perhatian kita! Sudahkah masyarakat Kalimantan Selatan berhitung atau lebih
tepatnya memperhitungkan cost ratio
yang suatu saat nanti pasti muncul sebagai konsekuensi terjadinya degradasi alam dan lingkungan akibat
pertambangan batubara di bumi kita?
Apalagi yang
ditunggu?! Sekarang adalah momentum yang tepat bagi masyarakat Kalimantan
Selatan untuk menentukan sikap. Sekaranglah, saatnya out of the box, keluar dari zona nyaman dan buaian semu si emas
hitam. Kita harus segera menggali sumber daya ekonomi non tambang yang lebih menjanjikan kemakmuran banua, di masa yang akan datang untuk jangka waktu yang lebih
panjang
Sekarang, bukan
lagi perkara siap atau tidak, tapi mau
atau tidak Kalimantan Selatan meninggalkan bisnis batubara dan beralih ke sektor
lain?
Ada baiknya kita
belajar dari “spirit” Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Jember, Propinsi Sumatera Barat atau Kabupaten
Lamongan Jawa-Timur yang berhasil
membangun dan mengembangkan potensi dan image
daerahnya yang baru melalui industri “pariwisata” dengan gaya dan caranya
masing-masing. Raja Ampat dengan alamnya yang eksotis sedang kab. Jember dengan
gelaran “Jember Fashion Carnaval” yang kolosal, Propinsi Sumatera Barat melalui
kabupaten dan Kota di bawahnya yang tidak pernah kehabisan akal untuk
memasarkan destinasi wisatanya, terbaru dengan event balap sepeda internasional “tour de Singkarak” dan Kabupaten Lamongan
dengan destinasi wisata baharinya yang modern dan menakjubkan.
Siapa sangka
Raja Ampat yang sebelumnya sama sekali tidak pernah terdengar namanya, Jember
yang lebih dikenal sebagai kota penghasil tembakau, Sumatera Barat yang identik
dengan rending, rumah gadang dan pesona alamnya yang memang aduhai serta
Lamongan yang lebih dikenal dengan kuliner sotonya, sekarang mampu ber-transformasi dan meng-up grade diri menjadi icon pariwisata nasional bahkan
internasional?
Padahal keempat daerah ini (kecuali Sumatera Barat) jauh
dari publikasi media dan hiruk pikuk pariwisata dilevel apapun. Tapi sekarang?
Siapa tidak kenal dengan keempat daerah itu?
Apa yang
mendasari keempat daerah itu “berani” memilih pariwisata sebagai ujung tombak
dalam meraup pendapatan daerah? Padahal, pariwisata memerlukan waktu dan proses
break event point-nya relatif lebih lama bila dibanding sektor lain terutama
pertambangan? Alasannya jelas, industri
pariwisata adalah industri dengan investasi jangka panjang dengan konsep
bertumbuh dan terbarukan. Empat daerah diatas telah membuktikan, industri
pariwisata mampu menggerakkan ekonomi seluruh lapisan masyarakat. Keberanian
mengambil sikap menjadikan pariwisata sebagai pilihan utama sumber perkonomian
telah memancing kreatifitas (tanpa batas) masyarakatnya untuk terus menggali
semua potensi ekonomi yang ada. Efeknya, masyarakat akan terbiasa dengan pola
dan konsep berpikir kreatif sebagai dasar kemandirian sekaligus kebutuhan dasar
untuk melahirkan dan membesarkan sebuah industri kreatif bernilai ekonomi
tinggi sebagai “pemanis” sebuah destinasi wisata. Pada gilirannya, semua elemen
masyarakat merasa berdaya dan diberdayakan secara benar dengan ikut terlibat
secara langsung dalam proses pembangunan, khususnya pariwisata sesuai porsi dan
posisinya masing-masing. Tentu akan sangat berbeda seandainya pilihan jatuh
pada sektor lain (pertambangan), kemungkinan ending-nya akan berbanding terbalik, seperti yang kita alami
sekarang di Kalimantan Selatan.
Potensi pariwisata
Kalimantan Selatan mempunyai karakter dan style
yang sangat layak “jual”, kita
punya Kota Seribu sungai, Pasar Terapung, Jembatan Barito, Penambangan Intan
Cempaka, Bamboo Rafting di Loksado, Kerbau Rawa di Danau Panggang, Itik
Alabio di Hulu Sungai Utara, Bekantan si monyet belanda, Anggrek Kalimantan di Pegunungan Meratus, Kayu
Besi atau Kayu Ulin yang sangat langka, Tabat Barito, Kain Sasirangan, Tenun
Pagatan, Kerajinan Manik-manik khas Dayak, Amplang, Ketupat Kandangan, Soto
Banjar, Intan Martapura, Kopiah Akar Jangang, Lampit Rotan, Macam-macam Rumah Adat Banjar dan berbagai
kesenian seperti Musik Panting, Unggut, balamut, mamanda, wayang Banjar dan
banyak lagi. Semuanya merupakan aset berharga yang sangat layak untuk
dieksploitasi menjadi obyek wisata berkelas. Hebatnya lagi, semuanya bersifat endemic alias local, sehingga tidak akan bisa ditemui di daerah atau Negara lain.
Apalagi yang
harus kita ragukan? Kita mempunyai semuanya. Kita mempunyai modal awal destinasi wisata dengan karakter yang
menjanjikan dengan kuantitas yang begitu banyak serta beragam. Sekarang kita hanya
memerlukan keyakinan bulat, kesungguhan niat, kemauan kuat, kesatuan tekad
serta keseriusan aparat (pemangku kebijakan) untuk mewujudkan kelahiran sebuah
industri pariwisata terpadu yang berkualitas tinggi di Kalimantan Selatan.
Lantas, apalagi yang kita tunggu? Momentum titik balik sudah ada di depan
mata! Masa depan banua akan
ditentukan oleh keputusan dan tindakan kita saat ini. Mari Segera bergerak dan
bertindak! Sudah saatnya kita menjual (pariwisata) Kalimantan Selatan kepada
dunia!bisa juga dibaca di sini
Langganan:
Postingan (Atom)