Minggu, 29 November 2015

Oleh-oleh dari Bali (HHD 2015) #2 : … Udeng, Sanggul dan Kopiah Pak Haji di Jalanan Kota Denpasar.

Setelah rangkaian acara seremonial malam puncak  Hari Habitat Dunia 2015 (HHD 2015)  di Wisma Werdhapura, Sanur selesai, saya langsung bergegas menuju kamar tempat saya dan dua rekan kompasianer  Ali Muakhir dan Martino menginap. Tempat menginap kami masih satu lokasi dengan tempat acara berlangsung yaitu di Wisma Werdhapura. Mungkin karena sudah kelelahan setelah melakukan penerbangan masing-masing dari CGK dan BDG, dua sahabat saya Ali Muakhir dan Martino sepertinya langsung go to bed. 




Meskipun saya sebenarnya juga merasa lelah dan penat setelah hampir 7 jam melakukan “perjalanan” udara  BDJ-DPS, dan sempat transit di JOG hampir 4 jam. Setelah mandi (maaf, burung besi milik Garuda yang membawa saya terbang BDJ-DPS baru turun saat acara sudah dimulai, jadi sepanjang perjalanan dari bandara sampai tempat acara selama kurang lebih 45 menit handphone saya terus berdering. Panitia seperti panik karena keterlambatan saya. Begitu sampai di tempat acara, ternyata saya sudah ditunggu oleh 2 orang ibu-ibu dari Kemen PUPR di depan lobby dan oleh mereka saya langsung diminta untuk ganti “kostum”, pakai batik tanpa mandi dan bersih-bersih dulu. Kebayang deh….rasa dan baunya badan saat itu….ha…ha…ha….! Alasanya, acara inti untuk kami,  “penyerahan hadiah”  Blog Competition sebentar lagi dimulai) dan membereskan pernak-pernik hadiah yang baru saja di berikan panitia, tiba-tiba…

“…..Toook…took …took!” Ada bunyi ketokan di pintu kamar saya. Ternyata sahabat saya yang sejak lulus kuliah sekitar 15 tahun lalu tidak pernah bersua, sekarang berdiri di depan pintu dengan pakaian layaknya seorang ustad dengan kopiah haji berwarna putih menutupi kepala. Dia Ustad Imam Tumaji! Sahabat lama yang sekarang sudah menetap di Kota Denpasar, rumahnya kira-kira 15 menit perjalanan dari tempat saya menginap di Wisma Werdhapura. Kami memang sudah janjian untuk bertemu. Setelah berbincang sejenak untuk melepas rindu karena sekian lama nggak ketemu, Ustad Imam Tumaji menawari saya untuk jalan-jalan keliling Kota Denpasar dengan mengendarai sepeda motor, “rasakan sensasi malam di Denpasar” katanya. Tanpa pikir panjang tawaran menikmati sensasi malam di Kota Denpasar langsung saya iyakan. Disinilah cerita dimulai…..

Ada yang sedikit janggal, ada yang kurang  dalam perjalanan itu! Ketika Ustad Imam Tumaji mempersilakan saya untuk naik ke boncengan sepeda motornya, saya menanyakan helm untuk saya. Maklum, sudah menjadi kebiasaan saya di Banjarmasin, untuk mengendarai sepeda motor di jalan raya harus memakai perlengkapan standart yaitu helm standart yang sudah ber-SNI. Jawaban mengejutkan datang dari Ustad Imam Tumaji,  ternyata dia memang hanya membawa 1 helm saja. Tentu saya terbengong-bengong dibuatnya. Dalam hati saya bertanya-tanya….Mau ngajak jalan-jalan berkeliling Kota Denpasar kok Cuma membawa 1 helm saja.



“ Jangan kuatir, pakai kopiah haji saya saja!” jawabnya. Saya semakin bingung.
“Kok pakai kopiah haji? Memang di Kota Denpasar tidak ada Polisi yang berjaga pada malam hari? Pikir saya  dalam hati.
Menurut Ustad Imam Tumaji, Di Bali berbeda dengan daerah di Indonesia lainnya! Disini ada semacam aturan tidak tertulis menyangkut masalah pemakaian helm di jalan raya. Bagi semua warga Bali, apapun agamanya selama yang bersangkutan memakai atribut di kepala untuk kepentingan ibadah (Hindu ; Udeng untuk laki-laki, Sanggul untuk wanita, Islam ; Kopiah haji  untuk laki-laki, Jilbab untuk perempuan.), maka tidak diwajibkan untuk memakai helm ketika berkendara roda 2 di jalan raya.

“Wooooow, ini bentuk dari kebijakan yang tidak biasa menurut saya, ini memang hanya ada di Bali! sebuah bentuk penghormatan terhadap local genius” (meminjam istilah Ketua Komisi I DPRD Bali, Ketut Tama Tenaya) Bali. Jika merujuk pada istilah “local genius”, sepertinya dispensasi tidak wajib pakai helm bagi pengendara roda 2 di jalan raya di Bali awalnya diberikan kepada umat Hindu  saja, sebagai identitas religi dan budaya asli masyarakat Bali, tapi dalam perkembangannya seperti ada pelebaran ruang dispensasi tidak wajib helm ini. Umat Islam (Bali) yang kebetulan salah satu simbol atribut identiasnya juga berada di kepala (Kopiah Haji untuk laki-laki dan jilbab untuk perempuan,) akhirnya ikut “menikmati” dispensasi ini.

Dengan perasaan sedikit ragu, akhirnya saya ikuti saran Ustad Imam Tumaji untuk memakai kopiah hajinya dan akhirnya malam itu kami memang benar-benar berkeliling Kota Denpasar dengan hanya memakai 1 helm yang dipakai Ustad Imam Tumaji yang nyetir didepan sedang saya yang di belakang hanya pakai kopiah haji saja.

Jujur. Sepanjang perjalanan yang kami lalui malam itu sebenarnya terbersit rasa ragu dan cemas dalam hati saya. Apalagi kalau harus melewati titik persimpangan (perempatan, pertigaan) yang dijaga polisi atau ada pos polisinya degub jantung saya akan semakin kencang…..ada sensasi ganjil disana! Mungkin karena di Kota Banjarmasin saya tidak terbiasa (mungkin lebih tepatnya “tidak mungkin”) dengan apa yang kami lakukan seperti malam ini, keliling Kota tanpa atribut lengkap. Karena kalau ini saya lakukan di Banjarmasin pasti akan menimbulkan masalah besar (duit tilangnya…he…he…he….)

Tapi memang benar kata Ustad Imam Tumaji! Mungkin karena belum terbiasa saja, nanti lama-lama terbiasa kok! Haaaah terbiasa….? Waduuuuuh.

Setelah tikungan demi tikungan, pos polisi demi pos polisi dan polisi demi polisi kami lalui, berangsur-angsur rasa cemas dan canggung saya mulai menghilang. Tatapan bapak-bapak polisi yang sedang berdinas jaga di jalanan yang awalnya terasa tajam kearah saya, lama-kelamaan terasa lebih bersahabat dan akhirnya sayapun benar-benar bisa menikmati sensasi eksotisnya berkeliling Kota Denpasar di malam hari yang sebenarnya!  Mau coba?

Setelah puas berkeliling dan (sempat tiga kali singgah di area kuliner) menikmati malam di Kota Denpasar, akhirnya sekitar jam 01.30 WITA dinihari kami memutuskan untuk kembali ke Wisma Werdhapura di Sanur, tempat saya menginap dan kami sepakat untuk melanjutkan sensasi petualangan (pakai kopiah haji) besok pagi. Hmmmmm sensasi apalagi yang nanti didapat  ya……?

Pagi akhirnya datang juga! Setelah Sholat Subuh saya turun ke pantai yang letaknya  di belakang hotel. Tujuannya jelas, nungguin sunset di pantai Sanur sambil rebahan di gazebo yang sering dipakai syuting FTV atau sinetron-sinetron di TV kita. Tidak lama sang mentari benar-benar memberikan fragmentasi alam yang luar biasa indahnya. Sayang seribu sayang! Fragmentasi alam yang menjadi salah satu andalan wisata di Bali itu tidak sempat terekam baik dalam bentuk foto maupun video karena kamera dan HP sedang lowbatt, lupa untuk nge-charge.   



Setelah beberapa saat menikmati indahnya awal perjalanan sang mentari untuk menerangi bumi pagi ini, saya dan dua sahabat kompasianer,  Ali Muakhir dan Martino akhirnya meneruskan langkah menuju tempat sarapan yang letaknya di bibir pantai Sanur. Kira-kira kebayang nggak gimana indahnya suasana saat itu?....Hmmmm pokoknya keren dah….

Pagi itu kami sarapan dengan menu masakan Indonesia dan satu menu khas Bali, sate lilit. Ditengah-tengah cengkerama sarapan pagi, tiba-tiba datang Ustad Imam Tumaji dengan seyuman khasnya yang masih seperti dulu saat masih kuliah, selalu sanggup membuat siapapun “terhipnotis” untuk lebih bersemangat menjalani hidup. Obrolan pagi saat sarapan itu semakin seru ketika Bapak Edward Abdurahman dari Kemen PUPERA ikut bergabung dan menceritakan berbagai pengalaman serunya keliling ke berbagai Negara untuk mengikuti workshop tentang tata kelola lingkungan. Tidak terasa waktu belalu begitu cepat, kami baru tersadar ketika Martino minta ijin pamit mau berkemas, soalnya jam 09.30 harus terbang balik ke CGK.



Setelah bersama-sama mengurus “berbagai” administrasi dengan pihak panitia dari Kemen PUPERA, kami bertiga berpisah Martino berkemas dan langsung meluncur ke Bandara DPS, Ali Muakhir siap-siap berkemas dan saya  juga langsung check out dari Wisma Werdhapura. Bersama Ustad Imam Tumaji kami akan meneruskan petualangan kami yang  belum selesai. 



Waktu di Jam tangan saya menunjukan pukul 10.15 WITA dan saya harus terbang balik  DPS-BDJ transit SUB jam 12.50 WITA. Artinya ada space waktu sekitar 1,5 jam saja untuk menjelajah Kota Denpasar , karena 1 jam sebelum take off saya harus sudah boarding. Waduuuuuuh mepet bangeeeeet!
“Let’s go!” Kata Ustad Imam Tumaji.

Lagi-lagi saya disuruh pakai kopiah haji yang tadi malam diikhlaskan sebagai kenang-kenagan buat saya. Dengan tas ransel yang telah penuh di punggung, Ustad Imam Tumaji langsung tancap gas……Tujuan kami adalah mencari buah tangan khas Bali untuk keluarga dirumah. Liku-liku jalanan Kota Denpasar yang kami lalui tidak satupun yang saya ingat saking kencangnya Ustad Tumaji membawa sepeda motor, karenanya perasaan was-was kembali muncul dalam hati saya. Selain hanya memakai kopiah haji saja tanpa helm, tentu penampilan saya bukanlah sesuatu yang umum bagi masyarakat setempat,  ditambah lagi kendaraan yang melaju kencang sering menjadi perhatian sesama pengendara dan polisi yang berjaga di beberapa titik yang kami lalui.

Tepat di ruas jalan Tukat Bilah (nama jalan ini saja yang saya ingat, karena sempat membaca namanya di beberapa lokasi) tiba-tiba Ustad Imam Tumaji mengurangi kecepatan secara drastic. Ternyata di depan banyak pecalang tengah berjaga, sedangkan sebagian lainnya mengatur lalulintas. Ternyata di ruas jalan Tukat Bilah itu sedang ada iring-iringan masyarakat yang sedang mempersiapkan upacara ngaben. Dengan pelan kami menyusuri sepanjang iring-iringan warga yang tengah mempersiapkan upacara ngaben yang panjangnya hampir 500 meter tersebut, setelah itu kami melaju dengan kecepatan normal kembali alias ngebuuuuut!



Akhirnya kami sampai di tujuan kami yang pertama, yaitu di pusat oleh-oleh Bali Erlangga 2 di Jl. Nusa Kambangan 160 A Denpasar. Banyaknya item produk oleh-oleh yang disediakan dari kaos, kain, snack, dan berbagai pernak-pernik khas Bali membuat kami tertahan agak lama disini. Sampai ustad Imam Tumaji mengingatkan saya. “Durasiiiiiiii…..! Setelah foto-foto sejenak, kami langsung melanjutkan ptualangan dengan si kopiah haji menuju ke oleh-oleh khas Bali Krisna yang letaknya tidak jauh dari  Erlangga 2 di Jl. Nusa Kambangan.  Setelah mengobrak-abrik semua koleksi kaos yang saya cari kami langsung cabut dan meneruskan petualangan menuju destyinasi oleh-oleh yang paling di cari oleh wisatawan di Bali, pabrik kata-kata JOGER di jalan raya Kuta. Perjalanan dari outlet Krisna menuju JOGER inilah yang paling mengangkan bagi saya. Selain melewati banyak pos polisi, padatnya lalu lintas kota menuju Kuta membuat perjalanan bersama si kopiah haji agak tersendat dan satu lagi, kami dibatasi durasi yang semakin mepet! Benar saja dugaan kami, karena sekarang hari sabtu berarti saatnya  weekend,  JOGER pasti penuh sesak. Setelah memilih dan memilah oleh-oleh sambil berlari nabrak sana-sini, saya langsung menuju kasir dan……antrinya masih 15 orang lagi! Saya melirik jam tangan saya. Sekarang jam 11.50 artinya tepat 1 jam lagi pesawat Lion yang membawa saya pulang ke BDJ akan terbang. Syukurnya, Ustad Imam Tumaji bilang. Durasi masih cukup kalau antrian ludes dalam waktu 10-15 menit! Sambil terus menunggu antrian di kasir, saya terus memantau perjalanan putran jarum jam di tangan saya. Alhamdulillah, tet…jam 12.05 kami sudah keluar dari rumah pabrik kata-kata JOGER dan harus kembali menyusuri jalanan menuju bandara DPS, sekali lagi dengan si kopiah haji! Dengan kecepatan layaknya pembalap motoGP, USTAD Imam Tumaji memacu si kuda besi dengan meliuk-liuk di sela-sela padatnya ruas jalanan menuju bandara DPS dan akhirnya tepat pukul 12.20 kami sampai di tempat parker sepeda motor bandara DPS. Tapi, nyali saya kembali ciut ketika mengetahui jarak antara tempat parkir sepeda motor ini dengan area boarding bandara masih harus jalan kaki sejauh sekitar 1km lagi, apalagi kami membawa barang bawaan yang tidak sedikit. Dengan setengah berlari sambil terengah-engah akhirnya sampai juga kami di ruang keberangkatan bandara DPS. Setelah mengucapkan salam perpisahan, Akhirnya saya tinggalkan Ustad Imam Tumaji yang telah membawa saya mengenali sedikit keunikan Bali yang begitu luar biasa berkesan. Betapa terkejut dan leganya saya, ternyata pesawat yang membawa saya pulang ke BDJ ternyata di ­delay……(delay kok seneng ya……..?!Ha…ha…ha…..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar