Selama
ini kita mengenal jenis kelamin hanya dimiliki oleh makhluk hidup saja, yaitu
laki-laki/jantan dan perempuan/betina. Istilah laki dan perempuan lazim dipakai
untuk manusia sedangkan jantan dan betina biasa dipakai untuk hewan atau
tumbuhan. Tapi pernahkah anda menyadari bahwa nama yang menjadi identitas kita
juga mempunyai jenis kelamin? Nggak percaya? Mari kita buktikan! Pernahkah anda
menemukan seorang bernama (nama depan/bukan nama marga atau orangtua)
SITI/INDAH//KARTIKA/GRACE/STEPHANI/CLARA pemiliknya laki-laki? atau seorang
bernama ROBERT/JOKO/JHONY/HENDRIK/BAMBANG pemiliknya perempuan?
Gampangnya
begini, nama BAMBANG, secara umum
dipakai untuk nama laki-laki! Karenanya, sampai detik ini belum ada laporan
ditemukan seorang perempuan bernama BAMBANG,
maka jenis kelamin nama BAMBANG
adalah laki-laki.
Begitu
juga sebaliknya, semisal nama INDAH,
setahu saya hanya perempuan yang memakai nama INDAH, maka untuk jenis kelamin
nama INDAH adalah perempuan.
Memang,
secara umum banyak juga nama yang bisa dipakai laki-laki dan perempuan tanpa
harus merubah ataupun menambahkan nama lain untuk penegasan, contoh nama Eka, Dian, Wahyu, Andri. Nah, kalau
yang golongan ini, jenis kelamin namanya apa ya…? He…he…he…
Shakespeare
mengatakan apalah arti sebuah nama!?
Sedangkan sebagian besar dari kita meyakini nama adalah sebuah doa. Makanya,
sangat penting untuk diperhatikan oleh para orang tua agar memberikan nama-nama
yang baik, indah dan jangan sampai lupa! sesuaikan jenis kelamin nama yang
dipilih dengan jenis kelamin si anak. Ini penting! Karena efek jangka
panjangnya ternyata sangat luar biasa……!!! Ingin bukti kisahnya? Simak kisah
nyata seorang KARTIKA EKA H. (lelaki
tulen yang kebetulan memiliki nama berjenis kelamin perempuan) berikut ini! Lucu, konyol, kadang mnyedihkan,
menjengkelkan tapi tidak jarang bikin hidup lebih hidup dan semakin berwarna…..
Ketika
masih duduk di bangku TK dan SD, saya masih belum menyadari dengan keganjilan atau
ketidaklaziman nama saya. Nama saya Kartika
Eka Hendarwanto atau terkadang saya singkat menjadi Kartika Eka H saja, konon
khusus nama depan saya Kartika Eka lebih
identik dan lazim disematkan pada perempuan bukan laki-laki tulen seperti saya.
Pada masa ini, memang tidak pernah terjadi peristiwa seru yang berhubungan
dengan nama unik saya, mungkin
karena di level ini tema-teman sekolah saya juga sekaligus teman sepermainan di
lingkungan rumah tempat tinggal saya. Jadi kami sudah saling mengenal sejak
kecil dan biasanya kami lebih saling mengenal dengan nama panggilan atau nama
julukan kami masing-masing daripada nama lengkap asli pemberian orang tua kami.
Saya
baru menyadari ketidaklaziman nama saya
ketika saya duduk di bangku SMP. Setiap nama saya dipanggil dan disertai dengan
kemunculan saya pasti yang keluar dari bibir teman-teman baru saya adalah
celotehan berikut, “Lho, kok cowok!? atau “Cowok kok namanya Kartika!?” Biasanya
diikuti dengan ekspresi wajah-wajah melongo, heran dan nggak percaya! Bagi yang
usil, biasanya nambah dengan siulan menggoda atau celetukan, “Wiiiiih
cantiknyaaaaaa!”. Hadeeeew!!! Sedih…!? Sebenarnya nggak sih, karena sebenarnya
saya sendiri masih belum ngeh, hanya
sedikit bingung dengan semua respon dari teman-teman termasuk Bapak dan Ibu
Guru. Jadi sampai disini saya cuek-cuek aja.
Tapi
semua berubah, Seminggu berikutnya! Ketika sebuah kejadian lucu, menggelikan
sekaligus menjengkelkan akhirnya membuat saya tersadar. Saya merasa ada
beberapa pihak yang salah mengenali jenis kelamin saya dari nama saya yang
memang tidak lazim.
Kejadian
bermula ketika semua siswa baru (kelas 1) menerima pembagian paket seragam.
Ketika paket saya buka, saya terkejut bukan main! Saya mendapatkan jatah
seragam perempuan! Selain jilbab,
ada hem lengan panjang yang desainnya untuk siswi perempuan lengkap dengan
bordiran nama saya “Kartika Eka H”,
ada juga rok panjang, dasi, topi dan seragam olahraga semuanya desain untuk
perempuan! Melihat tragedy ini saya langsung terduduk lemas!. Hadeeeew
Saya
yakin semua kejadian konyol ini bisa terjadi karena ketidak telitian, bagian
tata usaha dalam menginput data-data diri saya dalam file ordner. Ketika
membaca nama Kartika Eka Hendarwanto atau
Kartika Eka H., tanpa re-check atau melihat data pendukung
seperti data isian jenis kelamin atau juga foto diri, mereka langsung
menjustifikasi jenis kelamin saya perempuan karena jenis kelamin nama saya dianggapnya perempuan.
Kejadian
berikutnya adalah ketika saya duduk di kelas 3 SMP. Kejadian konyol ini terjadi
ketika kami melakukan study tour ke
JOGJA. Dalam daftar pembagian bis, lagi-lagi saya masuk dalam daftar grup
perempuan. Mungkin bagi sebagian sekolah masalah pembagian bis ini bukanlah
masalah besar. Tapi tidak bagi sekolah kami, karena sekolah kami tidak
menghalalkan siswa laki-laki dan perempuan untuk berbaur menjadi satu dalam
kegiatan apapun, termasuk dalam belajar mengajar. Apalagi dalam satu bis saat
perjalanan pulang pergi study tour ke
JOGJA. Karena hitungan siswa dengan
jumlah bis sudah pas dan tidak mungkin untuk diutak-atik lagi, panitia yang
terdiri dari para Bapak/Ibu guru sempat kalang kabut mencari solusinya.
Sebenarnya bisa saja saya dipaksa untuk bergabung dengan teman-teman sesama siswa
laki-laki, tapi konsekuensinya nggak dapat jatah kursi atau paling tidak duduk di
atas mesin, sama om kernet di samping sopir!? . Waduuuuuh, kebayang deh gimana
rasanya perjalanan 5 jam dari Madiun ke Jogja nggak dapat kursi empuk seperti
yang lain…..!
Syukurnya,
tanpa diduga-duga solusi yang kami tunggu-tunggu datang tepat waktu. Bapak kepala
sekolah yang pada awalnya tidak ada rencana ikut ke Jogja, tiba-tiba memberi
kabar via telepon kalau beliau ikut ke Jogja, tapi dengan membawa mobil sendiri
bersama keluarga, sekalian pulang kampung katanya dan saya di ajak untuk ikut
bersama beliau saja. Tanpa pikirt panjang, saya langsung mengiyakan ajakan
beliau. Alhamdulilah….akhirnya saya mendapatkan tumpangan juga ke Jogja, malah
dengan fasilitas yang lumayan mewah……Tuhan memang adil, ini namanya sengsara
membawa nikmat! Kartika …oh Kartika!
Sebenarnya
masih banyak kejadian di masa SMP yang membuat saya menjadi semakin terkenal di
seantero sekolah, tapi menurut saya yang paling menghebohkan ya ...dua kejadian
diatas.
Memasuki
masa SMA, kejadian demi kejadian yang berhubungan dengan keganjilan nama saya
terus berlangsung, bahkan lebih seru dan semakin sering. Kejadian pertama
sekaligus awal dari perjalanan saya dengan nama unik saya dimulai ketika
memasuki masa pra sekolah atau mungkin sekarang dikenal dengan MOS. Kejadian
ini saya sebut sebagai “tragedi papan
nama”, karena papan nama dari kardus yang dibagi oleh para senior untuk
saya bertuliskan nama saya dalam genre lain dan benar-benar fresh “tieka”!
Entahlah!
Mimpi apa saya tadi malam?! Petualangan bersama nama unik saya harus sudah
dimulai sebelum saya benar-benar masuk dan belajar di sekolah yang baru (SMA).
Sejak masa pra sekolah itulah, nama “tieka”
sudah jauh lebih popular dari pemiliknya sendiri dan celakanya nama “tieka” yang lebih identik dengan
perempuan akhirnya menjadi nickname saya (seorang laki-laki
tulen!) selama sekolah 3 tahun di Bangku SMA.
Kejadian
unik semasa SMA yang paling membekas dalam ingatan saya adalah saat Ujian akhir
sekolah yang saat itu disebut EBTA/EBTANAS. Saat itu, ujian akhir untuk kelas 3
tersebut lokasinya tidak di ruang kelas sekolah kami sendiri, melainkan disebar
ke beberapa sekolahan di lingkungan kecamatan daerah kami dengan pengawas dari
berbagai sekolah yang sudah ditunjuk. Ketika tengah berkonsentrasi tingkat
tinggi untuk mengerjakan soal-soal yang diujikan, tiba-tiba saya di dekati oleh
seorang pengawas yang sedari tadi memang terus mengawasi saya. Sepertinya ada
yang tidak biasa deh dengan diri saya saat itu!? Karena merasa risih
diperhatikan terus, saya malah jadi salah tingkah. Ada apa ya, kok saya
dipelototin terus? Akhirnya semua pertanyaan itu terjawab ketika beliau
mengeluarkan secarik kertas dari dalam bajunya dan menunjukkankannya kepada
saya. Betapa terkejutnya saya, ternyata secarik kertas itu merupakan lembar
identitas peserta ujian EBTA/EBTANAS dan disitu jelas terbaca nama saya Kartika Eka Hendarwanto, tapi anehnya
foto yang tertempel disitu bukan foto diri saya, tapi foto seorang perempuan
berkerudung dan dalam keterangan Jenis
kelamin bertuliskan huruf P yang berarti
perempuan. Waduuuuuh ! Kok bisa sih?
Kejadian
berikutnya terjadi ketika saya duduk di bangku kuliah tepatnya semester 4.
Ketika melakukan tugas PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Denpasar Bali,
lagi-lagi selama 1 Minggu hampir saja saya tidak dapat kamar untuk tidur dan
menaruh semua barang-barang bawan saya. Gara-garanya, nama saya masuk dalam daftar
kamar untuk kelompok para mahasiswi alias para perempuan. Terang saja kejadian
ini membuat saya jadi kalang kabut. Masuk kamar sesuai daftar, pasti saya
diusir sama kelompok saya yang semuanya cewek. Sedang mencari tumpangan ke
teman-teman cowok pasti nggak dapat jatah bed!
Untungnya setelah terkatung-katung beberapa jam, akhirnya pihak panitia dari
tim Fakultas memesan (sambil setengah memaksa) extra bed kepada pihak hotel Natour untuk saya dan dikumpulkan
dengan teman-teman cowok…jadi deh berjubel ria…..
Untuk
kejadian (hampir) tidak dapat kamar seperti diatas, merupakan kejadian yang
paling sering saya alami, terutama ketika ada tugas belajar atau seminar dari
kantor ke luar kota. Sedangkan kejadian yang paling mengesankan bagi saya
adalah kejadian atau tepatnya tragedi di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng,
beberapa waktu yang lalu!
Waktu
itu saya mau pulang dari Jakarta
nmenuju Banjarmasin dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Masalah muncul ketika boarding. Oleh petugas saya diminta menunjukkan KTP yang masih
berlaku, sialnya KTP saya seperti raib ditelan bumi. Untungnya ada SIM yang
menyelip di dompet. Ternyata, masalah muncul karena gelar didepan nama saya Ms atau singkatan dari Miss
yang artinya adalah perempuan lajang. Atau tulisan lengkap yang tercetak dalam
lembar tiket adalah Ms. Hendarwanto, Kartika Eka. Kebetulan saat itu sedang
ramai-ramainya masalah terorisme di Indonesia, sehingga pengamanan di berbagai obyek vital termasuk
di Bandara sedang ketat-ketatnya. Urusan yang saya yakin berkaitan erat dengan
nama unik saya ini begitu rumitnya! Bahkan gara-gara masalah ini, saya hampir
ketinggalan pesawat dan terancam keleleran di Bandara Soetta! Karena pesawat
yang saya tumpangi merupakan penerbangan Garuda Indonesia terakhir tujuan Banjarmasin.
Benar
dugaan saya, tragedi Cengkareng memang berhubungan erat dengan jenis kelamin
nama saya! Begini kronologinya, Tiket PP saya BDJ-CKG dan CGK-BDJ ternyata
tidak dibeli di travel langganan kantor. Celakanya, yang membelikan tiket tidak
memberikan informasi data pribadi saya secara lengkap (mungkin karena
sebelumnya terbiasa begitu di travel langganan) dan parahnya lagi, pihak travel
tidak berusaha untuk melakukan cross
check mengenai jenis kelamin saya, tapi justeru menjustifikasi bahwa saya
adalah seorang perempua, berdasarkan intrepretasi terhadap jenis kelamin nama saya.
Memang,
selama ini sebagian besar orang yang membaca nama lengkap saya Kartika Eka Hendarwanto tanpa melihat
foto atau data diri saya secara utuh, 99% akan berpikir bahwa saya perempuan.
Rata-rata logika intrepretasinya begini, Kartika
Eka itu nama saya sedang Hendarwanto
adalah nama marga, keluarga atau orangtua saya. Prosentase kesalahan
intrepretasi terhadap nama saya akan menjadi absolut atau 100% ketika saya
tulis nama saya menjadi Kartika Eka H. hadeeeeeeww
lucu ini mas!
BalasHapus