Kamis, 12 Maret 2015

Menggagas Destinasi ”Kota Wisata Buku” (Oleh-oleh dari Banjarbaru Book Fair, 2015)

Sekitar lima tahun yang lalu, secara tidak sengaja saya menemukan sebaris kalimat sesanti yang tidak biasa,  “Banjarmasin Kota Wisata Buku”, terpampang di salah satu pilar Toko Buku Gramedia Banjarmasin. Selain tidak biasa, sesanti “tidak umum” ini memang asing di mata dan telinga. Jadi wajar kalau memunculkan pertanyaan dalam benak siapapun yang sempat membacanya. Entah, apa maksud Toko Gramedia memajang sesanti yang sama sekali tidak familiar tersebut, sekedar kalimat promotif biasa atau memang ada maksud tertentu yang terkandung di dalamnya? Selama ini Kota Banjarmasin tidak mempunyai latar belakang hubungan yang signifikan dengan dunia per-bukuan, sehingga diantara keduanya sama sekali tidak menunjukkan ke-identikan satu sama lain. Apalagi dalam balutan kata wisata! Semakin tidak connect! Apa mungkin Kota Banjarmasin bisa menjadi “Kota Wisata Buku?”
Meskipun pada dasarnya merasa apatis dengan sesanti “Banjarmasin Kota Wisata Buku”, tapi pesan tersirat dalam sesanti tersebut sebenarnya sebuah lompatan ide atau gagasan yang sangat brilliant dan visioner untuk perkembangan dan kemajuan Kota Banjarmasin kedepan, khususnya sektor pariwisata dan perbukuan yang kebetulan saat ini menjadi PR paling aktual pemerintah kota Banjarmasin dan Propinsi Kalimantan  Selatan secara umum.
 Segenap warga Kota Banjarmasin, tentu sangat bangga seandainya ide brilliant Toko Buku Gramedia tersebut benar-benar menjadi kenyataan. Menyandingkan Kota Banjarmasin dengan buku dalam sebuah wahana berkonsep pariwisata, selain akan menambah destinasi wisata (edukatif) baru bagi masyarakat Kota Banjarmasin dan sekitarnya, tentu juga akan membawa dampak yang sangat positif bagi pertumbuhan budaya baca masyarakat banua  yang tergolong masih rendah. Bahkan tidak menutup kemungkinan, multiplier effect-nya juga akan membangkitkan produktifitas dunia tulis menulis dan kesusastraan banua yang sedang mati suri, alias hidup segan mati tak mau dan yang tidak kalah pentingnya, kehadiran wahana wisata buku diharapkan bisa menjadi wadah penyaluran kreatifitas semua unsur masyarakat, terutama bagi para pemuda banua sehingga bisa membantu mengurangi keterlibatan mereka pada tindak kriminal, sex bebas dan narkoba yang semakin mengkhawatirkan dari ke hari.
Berkaca dari diskripsi diatas, gagasan besar menjadikan “Banjarmasin Kota Wisata Buku”, sangat layak untuk diapresiasi dan ditindaklanjuti secara bijak oleh semua pihak yang berkepentingan. Tapi, sepertinya gayung tidak bersambut. Setelah menunggu sekian lama ide segar yang tersirat dalam sesanti “Banjarmasin Kota Wisata Buku” tersebut sepi dari apresiasi publik dan pihak-pihak terkait terutama para pemangku kebijakan di banua.  Buktinya, selain tidak ada progress  yang nyata, spanduk kecil yang memuat tagline “Banjarmasin Kota Wisata Buku” di Toko Gramedia bukannya semakin diperbesar dan diperbanyak agar menjadi trending topic dalam isu regional, justeru sudah menghilang sejak lama dari tempatnya.
Syukurnya, ketika Kota Banjarmasin tidak juga tertarik dengan godaan daya tarik serta pesona dunia perbukuan, tidak terduga justeru tetangga sebelah Kota Banjarbaru yang jeli membaca dan menangkap celah dari ruang kosong dunia perbukuan di banua dengan membangun sebuah event perbukuan bertajuk Banjarbaru Book Fair (BBF), yaitu gelaran pameran buku terbesar di Kalimantan Selatan yang di selenggarakan sejak tahun 2013. Artinya tahun ini penyelenggaraan BBF telah memasuki edisi yang ke-3. Hebatnya, dari tahun ke-tahun kualitas dan kuantitas event ini terus bertumbuh disetiap penyelenggaraannya. Salah satu indikatornya adalah kehadiran beberapa penulis ternama Indonesia yang mau berbagi ilmu kepenulisan dan tentunya liku-liku jalan sukses yang telah mereka pilih dan jalani untuk menjadi seorang penulis sukses. Mungkinkah gelaran BBF bisa menjadi pondasi sekaligus batu loncatan bagi lahirnya sebuah destinasi “Kota Wisata Buku” di Banjarbaru? Sebuah destinasi wisata (edukatif) buku yang sifatnya permanen tidak seperti gelaran BBF yang lebih bersifat insidental?
Jika mengacu pada animo masyarakat dan komitmen pemerintah kota Banjarbaru selaku pemangku kebijakan yang selama ini selalu all out menjadi penyelenggara, sepertinya bukan hal yang mustahil jika kedepan Kota Banjarbaru bisa melahirkan sebuah destinasi wisata baru dengan genre edukatif yang berkualitas, pertama di Pulau Kalimantan, “Kota Wisata Buku”.
Kota Banjarbaru mempunyai modal awal yang memadai untuk menumbuhkan kembangkan destinasi Wisata Buku, selain event BBF yang terbukti sukses,  kota Banjarbaru mempunyai lembaga pendidikan dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, baik negeri, swasta bahkan kedinasan yang tentunya sangat membutuhkan ruang ekspresi edukatif untuk menumpahkan gejolak kreatifitas yang representatif sebagai wadah interaktif dengan “taste” berbeda yang lebih luas dan komprehensif dari sekedar bangku sekolah, bangku kuliah maupun dunia maya, guna mendukung pengembangan pengetahuan dan wawasan baik individu maupun komunal. Selain itu, lahan Kota Banjarbaru yang masih luas plus tata kota Banjabaru yang sangat mendukung (rapi, terencana dan teorganisir dengan baik)  sangat memungkinkan untuk memberi ruang  permanen yang representatif bagi tumbuh kembang wahana edukatif yang bisa menampung semua aktifitas kreatif masyarakat, terutama yang berkaitan dengan dunia perbukuan.


Untuk konsep teknis destinasi “wisata buku” di lapangan, pada dasarnya tidak ada konsep baku yang harus dijadikan acuan standarisasi. Sampai pada point ini yang berlaku adalah hukum “pasar”, dimana kejelian dan kreatifitas membaca kebutuhan segmen pasar yang dibidik, kemasan (packaging) destinasi wisata yang di jual dan nilai lebih (benefit) yang bisa di berikan kepada pasar akan mempengaruhi daya jual, daya saing dan eksistensi sebuah destinasi wisata. Intinya, sejauh mana pengelola bisa menerapkan strategi jitu untuk membangun dan mengembangkan sebuah destinasi wisata yang berkualitas dan bernilai jual tinggi.
Melihat soliditas dan keseriusan Pemko Banjarbaru dalam membangun hajatan BBF dari awal sampai akhir, rasanya memang layak kalau harapan besar lahirnya sebuah destinasi “Kota Wisata Buku” kita mandatkan kepada Kota Banjarbaru. Mudah-mudahan, kegelisahan “positif” masyarakat banua yang merindukan sebuah destinasi wisata edukatif yang inovatif, menghibur, mendidik dan tentunya berbiaya relatif murah segera terwujud guna memancing kembali gairah dunia pariwisata dan perekonomian Kalimantan Selatan. Ayo, Banjarbaru bisa.....!!!

1 komentar: