Kamis, 05 Juli 2018

Menjelajah Eksotika Pasar Terapung Banjarmasin


Inilah Kota Banjarmasin Kota 1000 Sungai
Banjarmasin Kota 1000 Sungai

Banjarmasin, ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan telah lama dikenal sebagai salah satu kota perdagangan tua di Nusantara. Sejak jaman kejayaan Kesultanan Banjar pada abad XVI telah menjadi bandar perdagangan Internasional sekaligus pintu masuk utama bagi mobilisasi dan distribusi manusia serta barang dari dan menuju pedalaman Kalimantan. 

Eksistensi peran strategis Kota Banjarmasin ini tetap terjaga sampai sekarang, salah satunya karena dukungan topografi alam Kota Banjarmasin yang unik! 

Banjarmasin yang juga dengan julukan “Kota 1000 Sungai” ini,  merupakan kota yang daratannya banyak dialiri sungai dengan berbagai ukuran yang jumlahnya sangat banyak, bisa jadi yang terbanyak di Indonesia bahkan mungkin dunia.
Beberapa papan nama sungai yang ada di Banjarmasin

Konfigurasi banyaknya aliran sungai yang membelah daratan, menjadikan lanskap kota Banjarmasin seperti sekumpulan pulau-pulau kecil jika dilihat dari udara. Bahkan ada juga yang melihatnya seperti liukan seekor ular raksasa yang dikerubuti anak-anaknya. Unik bukan!? Tapi tunggu dulu, karena ada lagi yang lebih unik! 

Ketinggian rata-rata permukaan tanah di Kota Banjarmasin ±60cm dibawah permukaan air laut. Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah daratan Kota Banjarmasin didominasi oleh dataran rendah berupa lahan basah /rawa-rawa dengan intensitas kedalaman yang berbeda-beda. Bisa membayangkan bagaimana posisi sebuah kawasan/daratan yang permukaannya lebih rendah dari permukaan air laut?

Keunikan lain yang dimiliki Kota Banjarmasin terkait topografinya adalah fenomena arus serta arah aliran sungai yang tergantung oleh pasang surut air laut. Normalnya, aliran air sungai mengalir dari hulu menuju ke hilir atau dari hulu menuju muara, tapi di Banjarmasin bisa sebaliknya bila air laut pasang. Hal ini menyebabkan terjadinya intrusi air laut, sehingga air sungai dan rawa bisa berubah-ubah taste-nya tergantung waktunya. Terkadang pagi tawar, siang atau sore bisa berubah menjadi payau bahkan asin. Unik bukan?
Bus Air atau Taksi Air, salah satu produk budaya sungai khas Kota Banjarmasin

Pasar Terapung, Produk Budaya Sungai 
Khas Banjarmasin

Sungai telah menjadi identitas Kota Banjarmasin dan masyarakat suku Banjar yang mendiaminya. Sungai adalah urat nadi kehidupan masyarakat yang tidak akan pernah tergantikan. Proses interaksi selama berabad-abad diantara keduanya, membentuk peradaban budaya sungai yang telah berurat dan berakar begitu kuat dalam pola aktifitas sosial, ekonomi, seni dan budaya masyarakat Kota Banjarmasin. 
Masjid Sultan Suriansyah, Masjid tertua di Kalimantan  ini dibangun di tepian Sungai Kuin, Banjarmasin

Sebagai bukti, hampir semua sarana dan prasaran publik lokasinya ada di sekitar sungai dan pada awalnya menghadap ke arah sungai, mulai dari sekolah, perkantoran pemerintah, militer, sarana ibadah, bahkan pelabuhan Tri Sakti yang merupakan pintu masuk jalur perairan, juga dibangun di tepi sungai bukan di tepi laut layaknya pelabuhan besar lainnya di Indonesia. 

Fakta yang paling menarik adalah keberadaan 3 pasar tradisional khas Kota Banjarmasin, yaitu “pasar terapung” di daerah Kuin, Siring Kota dan Lok Baintan, lokasinya bukan di daratan layaknya pasar-pasar rakyat pada umumnya, tapi mengapung diatas aliran sungai. Ini dia yang paling unik! 
Ulun Himung Pian Datang
Saya Senang Anda Datang
Mengabadikan Senyuman Terindah 
Pasar Terapung Siring Kota 

Berpetualang menjelajahi keunikan pasar terapung di Banjarmasin merupakan wisata alam dan budaya yang tidak akan bisa ditemui di daerah lain, bahkan di belahan dunia manapun! Setiap moment yang terekam di sepanjang petualangan, dijamin akan memberikan pengalaman berkesan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup!

Agar petualangan berjalan lancar, jangan lupa membawa MIXAGRIP ya! Karena MIXAGRIP cocok untuk melawan “kombinasi maut” antara panasnya iklim Banjarmasin dengan tingginya  kelembaban udara yang dikhawatirkan akan mengundang  flu dan batuk, jika “bertemu” dengan badan yang tidak fit, karena kelelahan setelah seharian berpetualang bersentuhan dengan air. 

Saat ini, di Kalimantan Selatan terdapat 3 destinasi Pasar Terapung, yaitu Pasar Terapung alami tertua yang berusia ratusan tahun di muara Sungai kuin di tepian Sungai Barito (tempat syuting ID Station RCTI, awal tahun 90-an), Pasar Terapung buatan di Siring Kota Sungai Martapura (keduanya terletak di wilayah Kota Banjarmasin) dan yang terakhir adalah Pasar Terapung Desa Lok Baintan, di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar yang sekarang sedang naik daun.

Dari ketiga pasar terapung diatas, masing-masing menawarkan karakteristik sensasi dan eksotisme yang berbeda-beda, tapi semuanya dijamin ngangeni
Eksotisnya warna-warni Pasar Terapung 

Khusus bagi wisatawan yang ingin menikmati sensasi dan eksotisme pasar terapung, tapi mempunyai keterbatasan waktu! Jangan kuatir! Berbeda dengan pasar terapung alami di muara Sungai Kuin dan di Desa Lok Baintan yang hanya sekitar 2 jam saja (wisatawan harus berangkat pagi buta, karena biasanya pasar akan bubar ketika matahari mulai beranjak terang), maka pasar terapung buatan di kawasan siring kota yang berada di tengah kota Banjarmasin ini bisa menjadi alternatif pilihan.
Suasana menara pandang, kawasan wisata sungai terpadu di jantung Kota Banjarmasin


Pasar terapung ini lokasinya di kawasan wisata sungai terpadu yang dibangun di tepian Sungai Martapura, tepat di jantung kota Banjarmasin. Selain destinasi pasar terapung, di sini juga terdapat beberapa destinasi lain yang tak kalah menarik untuk di eksplorasi, ada wisata susur sungai, rumah adat ANNO 1925, patung Bekantan raksasa dan menara pandang, untuk melihat landscape Kota Banjarmasin dari ketinggian.

Pasar terapung buatan yang digagas oleh Pemko Banjarmasin ini, relatif lebih mudah untuk “dinikmati”, karena lokasinya yang strategis serta jam operasional yang lebih lama dan yang terpenting, meskipun buatan tapi tetap menyuguhkan “suasana” ala pasar terapung alami di muara Sungai Kuin dan Desa Lok Baintan yang legendaris. 
Suasana khas pasar terapung, jukung para pedagang saling berdesak-desakan mencari posisi paling strategis

Para pedagang disini biasa disebut dukuh atau penyambangan sebagian besar adalah ibu-ibu dan nini-nini yang berasal dari desa-desa di hulu perbatasan Kabupaten Banjar. Karena jaraknya yang relatif jauh, biasanya mereka datang dan pulang bersama-sama dengan cara ditarik dengan kelotok, sebutan untuk perahu bermesin tempel yang ukuranya lebih besar.
  
Pulang bersama-sama dengan ditarik kelotok

Sebagian besar, keunikan pasar terapung alami muara Sungai Kuin dan Desa Lok Baintan juga ada di sini. Para pedagang disini biasa di panggil acil, sebagian besar “berseragam” atribut khas layaknya perempuan petani suku Banjar, yaitu memakai baju muslim, tanggui untuk tutup kepala dan memulas pupur dingin tradisonal di seluruh wajah untuk melindungi dari terik matahari. 
Inilah wajah-wajah ceria dengan senyuman khas yang akan selalu menyapa anda di pasar terapung


Penampilan khas acil-acil ini semakin mempesona tatkala senyuman tulus, hangat dan bersahabat khas mereka mulai mengembang disaat menyapa para pengunjung yang datang. Hanya saja, kesan ini mungkin berbeda di mata pengunjung anak-anak yang baru pertama kali melihat penampilan ibu-ibu “bertopeng” layaknya riasan badut ini, ekspresinya bisa macam-macam. Ada yang tertawa terpingkal-pingkal tapi tidak jarang ada juga yang menangis ketakutan. Lucu ya!
Aneka buah-buahan dan sayuran yang dijajakan oleh acil-acil di Pasar Terapung

Acil-acil pedagang disini menjual, buah-buahan, sayuran, bumbu dapur, tanaman, bunga, ayam, itik, telur, sembako, aneka wadai (kue), nasi kuning, soto Banjar, sampai kerajinan tangan khas suku Banjar juga ada di sini. 
Kedai apung "SOTO ALAM ROH" menyediakan kuliner Soto Banjar di pasar terapung 

Sebagian besar acil-acil disini berbicara dengan bahasa Banjar pesisir yang relatif mudah dipahami oleh pengunjung dari luar Banjar, hanya saja logat dan cara bicara yang relatif agak cepat sering kali mempersulit komunikasi, tidak jarang si-pembeli akhirnya hanya melongo mendengarkan pandiran si-acil. 
"Pilih...pilih...pilih handak yang mana ikam......!?"
Pilih...pilih...pilih mau yang mana kamu.......!?

Jukung yang dipakai acil-acil berjualan ukurannya berbeda-beda, sehingga tidak semua jukung bisa benar-benar merapat mendekati pembeli. Hal ini mengharuskan para acil memakai tongkat dayungnya untuk mengambil uang atau menyerahkan barang yang dibeli oleh pengunjung. Begitu pula jika pembeli ingin mengambil gorengan atau kudapan, mereka harus memakai tongkat dengan tusukan diujungnya….. 
Seorang Pembeli menyerahkan sejumlah uang pembayaran kepada pedagang di Pasar Terapung

Selain keunikan-keunikan diatas, ada beberapa tradisi warisan budaya Banjar bahari (lama) yang sampai sekarang masih terlihat di sini, yaitu tradisi bapanduk atau barter barang dengan barang dan akad jual beli diantara penjual dan pembeli seperti yang disyaratkan dalam syariat agama Islam. Saat ini, selain di pasar terapung sepertinya susah untuk menemui tradisi bapanduk alias barter dan akad jual beli dalam transaksi jual beli di masyarakat.
Si-Acil menyerahkan sekantung buah kepada pembelinya dengan memakai tongkat dayungnya

Inilah #CeritaSamaMixagrip tentang eksotika budaya pasar terapung di Banjarmasin. Warisan peradaban budaya sungai suku Banjar yang telah berumur ratusan tahun dan tetap terjaga sampai saat ini. Penasaran!? Yuk jalan-jalan ke Banjarmasin…..!


Artikel terkait :

1. Membangun Ruang Publik, Berbasis (Budaya) Sungai ala Kota Banjarmasin



10 komentar:

  1. Alhamdulillah... salah satu kekayaan indonesia. Moga ttp lestari��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, kami sebagai warga Banjarmasin juga terus berupaya ikut menjaga kelestarian budaya yang sangat langka ini. Mudahan Mas/Mbak t.lucky suatu saat berkesempatan menikmati sendiri eksotisnya pasar terapung...
      Terima kasih dah mampir,
      Salam kenal dari Banjarmasin

      Hapus
  2. Apa kabar pasar terapung muara kuin mbak? Dulu tahun 2000 an awal pernah maen kesana bagus banget pasar terapungnya saat itu. Apakah sekarang masih seperti dulu mbak?
    Kalo pasar terapung yang diulas ini saya belum pernah kesana, soalnya dulu belum ada. baru saja ya mbak adanya? Mudahan suatu saat bisa maen lagi kesana merasai makan soto alam roh. He. He. He
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukur Alhamdulillah, jika mbak Rintik di Pasuruan? Pernah menjelajah pasar terapung di muara Kuin di alur Sungai Barito tepat pada masa kejayaanya. Awal 2000an, merupakan masa hangat-hangatnya pasar terapung yang menjadi tema ID station RCTI itu. Pedagangngagnya banyak ragam jualannya juga banyak semjanya hidup....
      Untuk saat ini, pasar terapung di muara Kuin memang tidak seperti dulu, pamor dan popularitasnya menurun karena ada 2 (pasar) terapung (baru) yang lokasi relatif lebih mudah dijangkau, yaitu pasar terapung buatan di siring yang saya ulas diatas dan satunya lagi pasar terapun di Lok Baintan, Sungai Tabuk Kab. Banjar sekitar 1 (satu) jam perjalanan dari Banjarmasin baik lewat darat maupun sungai.
      Ayo jalan-jalan ke Banjarmasin mbak...soto alam roh menanti kedatangan anda lho!

      Hapus
  3. Pasar Terapung, semoga menjadi penggugah rasa kita terhadap sungai...

    https://khairul-h.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin! Terima kasih om dah mampir! Sungai memang telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat banua kita. Sudah selayaknya kita semua mencintai dengan menjaga dan memberdayakan sungai dengan segala atributnya dengan benar...Jika sungai lestari maka kehidupan di banua Insha Allah juga akan lestari....

      Hapus
  4. Seandainya sungai-sungai di Banjarmasin, seperti sungai veteran, sungai kerukan di jafri zam-zam, sungai A Yani di sisi kiri dan kanan bisa di normalkan lagi / dinormalisasi, pasar terapung bisa lebih banyak lagi populasinya, efek dominonya pada sektor pariwisata dan perekonomian regional yang akan semakin tumbuh berkembang dengan lebih baik.
    Kata bapak saya, dulu sungai veteran merupakan jalur lalu lintas pedagang dari Martapura ke pasa A Yani di simpang empat gatot, begitu juga sungai A Yani yang nyambung sampai pasar Ahad pal 7 dulunya juga penuh pedagang pakai julung dari daerah pedalaman...
    Di akhir 80-an di sepanjang sungai AYANI perahu tiung masih bisa masuk berlayar lho...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini informasi yang sangat menarik! Sayang penulisnya tidak menampakkan diri....
      Saya juga pernah mendengar tentang kisah sungai di sepanjang veteran dan A Yani yang dulunya lebar dan banyak dilalui oleh jukung bahkan kapal ukuran sedang...
      Semoga apa yang ada dalam pikiran kita juga ada dalam oikiran para pemangku kebijakan diatas sana.
      Tentu sangat luar biasa pengaruh dan efeknya, buat alam,lingkungan dan masyarakat seandainya sungai-sungai di Banjarmasin bisa normal kembali seperti dulu.
      Banjarmasin bisa diproyeksikan menjadi Kota cerdas berbasis sungai. Pasti keren, fenomenal dan tentunya menghasilkan ddevisa ...
      Kapan ya bisa terwujud...???

      Hapus
  5. sampai kapan sungai bisa bertahan menghadapi pembangunan yg orientasinya pada daratan?

    BalasHapus