BUDAYA BERTANYA DALAM LINGKUNGAN KITA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bertanya dimaknai sebagai meminta keterangan
(penjelasan dan sebagainya); meminta supaya diberi tahu (tentang sesuatu). Bertanya
merupakan salah satu bentuk komunikasi interaktif antar sesama individu manusia
dan kelompok dalam berbagai lingkup yang ada. Dalam lingkup terkecil, seperti
dalam keluarga, bertanya merupakan sebuah keniscayaan dalam proses interaksi
dan komunikasi antar anggota keluarga, begitu juga dalam jenjang lingkup yang
lebih luas seperti dalam lingkungan RT, RW, Kampung, Desa dan seterusnya.
Di Indonesia, bertanya memang belum menjadi budaya
yang benar-benar membudaya dan dibudayakan secara benar dan maksimal. Banyak faktor
yang menyebakan situasi ini dan pengaruh terbesar justeru karena adanya kesalahan
dalam menerapkan tata nilai atribut budaya luhur yang menjadi kearifan
lokal di Indonesia. Sistem budaya yang biasanya terbangun secara
naluriah karena pengaruh lingkungan ini tumbuh melalui lingkup interaksi terkecil,
yaitu keluarga. Penanaman nilai-nilai atribut budaya seperti unggah-ungguh,
sopan-santun yang salah kaprah akan menimbulkan perasaan ewuh pekewuh, sungkan, tabu dsb
menyebabkan budaya bertanya menjadi budaya yang sangat asing bagi masyarakat
Indonesia sendiri. Padahal, seandainya diterapkan dengan benar dan tepat (Kalau
istilah Jawanya bener tur pener) justeru akan memberikan wilayah dan
batasan yang jelas bagi masing-masing individu dan kelompok untuk mengetahui
porsi dan jatah wilayah komunikasinya asing-masing.
Memang sebagian besar istilah budaya diatas memakai
istilah yang umum dipakai orang Jawa, maklum saja karena saya orang Jawa. Tapi
nilai-nilai budaya diatas bukan domain suku Jawa saja, hampir semua suku
di Indonesia dalam sistem budaya yang terbentuk didalamnya mempunyai
rujukan dan tata nilai sistem budaya yang sama tapi dengan istilah yang
berbeda. Itulah Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu
juga!
Selain adanya benturan budaya, sistem pendidikan kita
sepertinya juga belum memberi support yang bagus untuk membudayakan budaya
bertanya. Sistem belajar mengajar di kelas baik dalam ruang formal maupun
informal masih lebih banyak mengandalkan cara lama, komunikasi satu arah bukan komunikasi interaktif dua arah
seperti layaknya! Dimana Bapak/Ibu guru yang lebih banyak berbicara daripada
murid-muridnya. Adanya interaksi dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu ukuran sampai tidaknya pesan dari materi ajar yang disampaikan sekaligus memberikan ruang kepada murid untuk belajar menyampaikan pendapat melalui jalur yang tepat. Ini yang seharusnya terjadi dalam ruang pendidikan, sehingga budaya bertanya tidak seperti makhluk langka yang susah
untuk didapati seperti sekarang. Entah dimana letak kesalahan kurikulum
pendidikan kita yang sering berganti seiring pergantian pejabatnya.
BUDAYA BERTANYA DALAM PUSARAN REVOLUSI TEKNOLOGI
Seperti kita ketahui bersama, saat ini dunia sedang
ber-revolusi seiring dengan kemunculan
dan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu cepat
membombardir tatanan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat di berbagai
pelosok dunia, termasuk Indonesia. Kehadiran teknologi internet yang telah berhasil
melipat dimensi ruang dan waktu menjadikan dunia semakin datar, linier dan seperti
tanpa sekat. Pola komunikasi antar
individu tidak lagi terbatasi oleh jarak, ruang dan waktu. Masing-masing bisa
berintraksi dengan kolega di belahan dunia manapun secara realtime. Hebat…?
Memang harus diakui, lompatan inovasi teknologi
informasi yang begitu cepat banyak memberikan manfaat yang signifikan bagi
peradaban manusia selama dimanfaatkan dengan cara dan peruntukannya yang benar.
Hanya saja, seiring dengan munculnya tekonologi internet beserta berbagai
produk turunannya seperti media sosial, game online, online shop dan lain-lainnya
tanpa kita sadari telah menggiring kita menjadi manusia virtual, yaitu
manusia yang aktif berinteraksi hanya dalam ranah dunia maya bukan di dunia
nyata. Pelan tapi pasti, sistem komunikasi dan interaksi sosial kita secara
langsung dengan lingkungan kita akan semakin berkurang baik kualitas maupun
kuantitasnya. Celakanya, apabila situasi ini tidak dikendalikan tentu akan semakin
memperkokoh sifat individualisme yang biasanya akan berbanding lurus dengan rasa
empati, simpati dan kolektifitas rasa sosial kita sebagai makhluk sosial yang
selama ini telah menjadi budaya luhur bangsa ini, Bangsa Indonesia. Harus diakui, perkembangan teknologi seperti
layaknya dua sisi mata uang logam. Ada unsur sisi baik dan tidak baik, bila tidak disikapi
dengan cerdas dan bijaksana tentu akan menjadi boomerang bagi kita
penggunanya.
Sedikit banyak, perkembangan teknologi komunikasi tentu
juga akan mempengaruhi pola interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang
sudah tentu juga akan mempengaruhi pola, sistem dan aplikasi budaya bertanya
masyarakat.
Sebagai contoh, dengan adanya aplikasi ebanking, hampir
semua aktifitas perbankan bisa diakses secara online dari dalam kamar
bahkan dari WC sekalipun, tanpa harus mendatangi kantor bank terkait dan kalaupun
muncul masalah, tinggal bertanya kepada petugas customer service bank
melalui berbagai fitur komunikasi yang disediakan. Beres kan? Ini bagus, lebih efektif dan efisien. Apakah itu
sudah cukup? Belum, karena kualitas empati dan simpati dari masing-masing pihak
yang berkomunikasi masih belum bisa diukur. Tidak adanya tatapan mata dan gesture
yang bisa ditangkap menyebabkan kurang
bahkan tidak adanya kedekatan emosional diantara keduanya yang seharusnya
menjadi inti dari sebuah hubungan komunikatif antara nasabah dan isntitusi bank
yang dipercaya untuk mengelola keuangan kita. Lantas...? Bagus saja, Bank atau semua lembaga publik apapun bentuknya memberi layanan ekstra berbasis internet atau virtual yang dianggap sebagian orang lebih efektif dan efisien, tapi pelayanan interaktif manual atau non virtual tetap harus dijaga kualitasnya.
PERBEDAAN MAKNA BAHASA, JALAN MEMBUDAYAKAN BUDAYA
BERTANYA!
Saya mempunyai beberapa pengalaman seru berkaitan
dengan budaya bertanya yang cukup mengelitik dan menarik untuk dikenang
sekaligus menjadi pengalaman berharga
yang tidak pernah akan terlupakan dan akan selalu mengingatkan betapa kayanya
budaya Indonesia!
Pengalaman ini terjadi ketika KKN (Kuliah Kerja Nyata)
di pedalaman Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Kebetulan daerah tempat KKN saya
di Desa Kabuaran, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso tepatnya di lereng
gunung Argopuro, 100% masyarakatnya adalah keturunan pendatang dari Pulau Madura,
jadi bahasa ibu di desa tersebut adalah bahasa Madura. Perbedaan makna bahasa menjadi
penyebab berbagai kejadian lucu berikut ini…
---
“Mas, maaf rumah Pak Lurah dimana ya?” Pertanyaan saya
kepada seorang pemuda yang saya temui di pinggiran jalan desa, kira-kira
usianya sekitar 20 tahunan, masih sepantaran dengan saya saat itu.
“ Maaf, setahu saya tidak ada Pak Lurah disini!” Jawabnya,
dengan tegas yang membuat kami kebingungan. Masa tidak ada lurah disini pikir saya.
“ Kalau Bapak Kepala Desa?” Tanya saya lagi penasaran
“ Tidak ada juga itu!” Jawab si pemuda tadi.
Usut punya usut, singkat cerita! Ternyata sebutan Pak
Lurah dan Kepala Desa memang tidak lazim di desa ini, karena mereka menyebut orang
nomor satu di desa tersebut dengan sebutan Pak Tinggi atau Klebun
(Kalebun).
---
“Ibu, maaf letak posyandu desa ini dimana ya?”
Pertanyaan saya pada perangkat desa yang kebetulan sedang membereskan
berkas-berkas di meja Kantor Pak Tinggi, ketika pagi itu kami mampir mau melakukan
bakti sosial di Posyandu.
“Waduuuuuh, sudah terlalu mas tempatnya!” Ibu itu
menjawab dengan muka sedikit kaget melihat kami.
“Terlalu? Apanya yang terlalu bu?” Tanya saya
keheranan
“Ya, Posyandunya! Harusnya Mas KKN di perempatan tadi
belok kiri saja! Jangan lurus kesini…..!” Jawab si ibu lagi.
“Ooooooo” jawab kami sambil berlalu sambil mengucap
terima kasih pada si Ibu.
Ternyata maksudnya terlalu itu terlewat! …..
---
Kebetulan hari itu, kami ingin ikut mengajar di salah
satu SD terpencil di lereng gunung di ujung desa. Kami bertanya pada warga
setempat dimana letak SD dimaksud.
“ Ooooh, terus aja mas KKN jalan ketas ikut jalan itu!
Dekat saja!” Kata seorang bapak yang lagi merapikan daun tembakau yang baru
dipanennyadikebun pinggir jalalan desa kami lalui.
Akhirnya kami mengikuti petunjuk bapak tadi. Tapi 2
(jam) berlalu kami berjalan kaki mengikuti petunjuk bapak tadi, kok belum
kelihatan sekolah yang kami maksud. Akhirnya kami kembali bertanya kepada
seorang ibu yang kelihatan baru turun dari arah yang kami tuju. Jawaban si-ibu
sama dengan bapak tadi
"Terus saja mas KKN naik ikuti jalan ini, tidak lama pasti
ketemu!” Katanya.
Benar saja, akhirnya saya dan rombongan memang
menemukan lokasi sekolah yang kami tuju, tapi setelah menempuh total perjalanan
sekitar 6 (enam) jam dengan berjalan kaki. Kalau saya perkirakan jarak tempuh menuju
sekolah SD yang kami tuju dengan posko kami sekitar 7-8 km dengan jalan
menanjak dan berputar. Sepertinya makna kata “dekat” penduduk setempat dengan
dekat dalam benak kami berbeda! Ha…ha…ha….mantap!
Inilah Indonesia! Perbedaan budaya, bahasa, adat istidat dan semua atribut kehidupannya adalah sebuah keniscayaan sekaligus rahmat dari Yang Maha Kuasa! Harus disyukuri untuk saling mengenal dan menghargai. Tidak usah takut dengan SARA, karena perbedaan inilah yang akan memacu gairah Ke-Indonesiaan kita semua! Ketidaktahuan dan keinginan kita untuk saling mengenali budaya Indonesia adalah modal besar persatuan Indonesia sekaligus atribut penting untuk membudayakan kembali budaya bertanya agar tidak sesat dijalan! Indonesia hebat! Indonesia Kaya.....
Indonseia memang kaya budaya!Sayang budayanya justru kebih banyak menjadi sekat dan hambatan untuk jembatan kemajuan. smoga kedepan dengan budaya bertanya yang lebih berbudaya semua mebjadi lebih tetang benderang! keren artikelnya bang! inspirasi untuk Indonesia yang berbudaya...
BalasHapusJago Sabung Ayam online? Yuk daftar langsung di Bolavita dan dapatkan Bonux 100% dari total 8x/9x/10x win dari jumlah total kemenangan beruntun anda.
BalasHapusKunjungi : Agen Judi Sabung Ayam Bonus 100% - Bolavita
Kontak resmi :
WA : +62812-2222-995
Wechat : Bolavita
Telegram : @bolavitacc
Line : cs_bolavita