Jumat, 05 Februari 2016

BEDA BUDAYA, BEDA BAHASA, JALAN MEMBUDAYAKAN BUDAYA BERTANYA!



BUDAYA BERTANYA DALAM LINGKUNGAN KITA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bertanya dimaknai sebagai meminta keterangan (penjelasan dan sebagainya); meminta supaya diberi tahu (tentang sesuatu). Bertanya merupakan salah satu bentuk komunikasi interaktif antar sesama individu manusia dan kelompok dalam berbagai lingkup yang ada. Dalam lingkup terkecil, seperti dalam keluarga, bertanya merupakan sebuah keniscayaan dalam proses interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga, begitu juga dalam jenjang lingkup yang lebih luas seperti dalam lingkungan RT, RW, Kampung, Desa dan seterusnya.
Di Indonesia, bertanya memang belum menjadi budaya yang benar-benar membudaya dan dibudayakan secara benar dan maksimal. Banyak faktor yang menyebakan situasi ini dan pengaruh terbesar justeru karena adanya kesalahan dalam menerapkan tata nilai atribut budaya luhur yang menjadi kearifan lokal di Indonesia. Sistem budaya yang biasanya terbangun secara naluriah karena pengaruh lingkungan ini tumbuh melalui lingkup interaksi terkecil, yaitu keluarga. Penanaman nilai-nilai atribut budaya seperti unggah-ungguh, sopan-santun yang salah kaprah akan menimbulkan perasaan  ewuh pekewuh, sungkan, tabu dsb menyebabkan budaya bertanya menjadi budaya yang sangat asing bagi masyarakat Indonesia sendiri. Padahal, seandainya diterapkan dengan benar dan tepat (Kalau istilah Jawanya bener tur pener) justeru akan memberikan wilayah dan batasan yang jelas bagi masing-masing individu dan kelompok untuk mengetahui porsi dan jatah wilayah komunikasinya asing-masing.
Memang sebagian besar istilah budaya diatas memakai istilah yang umum dipakai orang Jawa, maklum saja karena saya orang Jawa. Tapi nilai-nilai budaya diatas bukan domain suku Jawa saja, hampir semua suku di Indonesia dalam sistem budaya yang terbentuk didalamnya mempunyai rujukan dan tata nilai sistem budaya yang sama tapi dengan istilah yang berbeda. Itulah Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu juga!
Selain adanya benturan budaya, sistem pendidikan kita sepertinya juga belum memberi support yang bagus untuk membudayakan budaya bertanya. Sistem belajar mengajar di kelas baik dalam ruang formal maupun informal masih lebih banyak mengandalkan cara lama, komunikasi satu arah bukan komunikasi interaktif dua arah seperti layaknya! Dimana Bapak/Ibu guru yang lebih banyak berbicara daripada murid-muridnya. Adanya interaksi dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu ukuran sampai tidaknya pesan dari materi ajar yang disampaikan sekaligus memberikan ruang kepada murid untuk belajar menyampaikan pendapat melalui jalur yang tepat. Ini yang seharusnya terjadi dalam ruang pendidikan, sehingga budaya bertanya tidak seperti makhluk langka yang susah untuk didapati seperti sekarang. Entah dimana letak kesalahan kurikulum pendidikan kita yang sering berganti seiring pergantian pejabatnya.

BUDAYA BERTANYA DALAM PUSARAN REVOLUSI TEKNOLOGI

Seperti kita ketahui bersama, saat ini dunia sedang ber-revolusi  seiring dengan kemunculan dan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu cepat membombardir tatanan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat di berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia. Kehadiran teknologi internet yang telah berhasil melipat dimensi ruang dan waktu menjadikan dunia semakin datar, linier dan seperti tanpa sekat.  Pola komunikasi antar individu tidak lagi terbatasi oleh jarak, ruang dan waktu. Masing-masing bisa berintraksi dengan kolega di belahan dunia manapun secara realtime. Hebat…?
Memang harus diakui, lompatan inovasi teknologi informasi yang begitu cepat banyak memberikan manfaat yang signifikan bagi peradaban manusia selama dimanfaatkan dengan cara dan peruntukannya yang benar. Hanya saja, seiring dengan munculnya tekonologi internet beserta berbagai produk turunannya seperti media sosial, game online, online shop dan lain-lainnya tanpa kita sadari telah menggiring kita menjadi manusia virtual, yaitu manusia yang aktif berinteraksi hanya dalam ranah dunia maya bukan di dunia nyata. Pelan tapi pasti, sistem komunikasi dan interaksi sosial kita secara langsung dengan lingkungan kita akan semakin berkurang baik kualitas maupun kuantitasnya. Celakanya, apabila situasi ini tidak dikendalikan tentu akan semakin memperkokoh sifat individualisme yang biasanya akan berbanding lurus dengan rasa empati, simpati dan kolektifitas rasa sosial kita sebagai makhluk sosial yang selama ini telah menjadi budaya luhur bangsa ini, Bangsa Indonesia. Harus diakui, perkembangan teknologi seperti layaknya dua sisi mata uang logam. Ada unsur sisi baik dan tidak baik, bila tidak disikapi dengan cerdas dan bijaksana tentu akan menjadi boomerang bagi kita penggunanya.
Sedikit banyak, perkembangan teknologi komunikasi tentu juga akan mempengaruhi pola interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang sudah tentu juga akan mempengaruhi pola, sistem dan aplikasi budaya bertanya masyarakat.
Sebagai contoh, dengan adanya aplikasi ebanking, hampir semua aktifitas perbankan bisa diakses secara online dari dalam kamar bahkan dari WC sekalipun, tanpa harus mendatangi kantor bank terkait dan kalaupun muncul masalah, tinggal bertanya kepada petugas customer service bank melalui berbagai fitur komunikasi yang disediakan. Beres kan? Ini bagus, lebih efektif dan efisien. Apakah itu sudah cukup? Belum, karena kualitas empati dan simpati dari masing-masing pihak yang berkomunikasi masih belum bisa diukur. Tidak adanya tatapan mata dan gesture  yang bisa ditangkap menyebabkan kurang bahkan tidak adanya kedekatan emosional diantara keduanya yang seharusnya menjadi inti dari sebuah hubungan komunikatif antara nasabah dan isntitusi bank yang dipercaya untuk mengelola keuangan kita. Lantas...? Bagus saja, Bank atau semua lembaga publik apapun bentuknya memberi layanan ekstra berbasis internet atau virtual yang dianggap sebagian orang lebih efektif dan efisien, tapi pelayanan interaktif manual atau non virtual tetap harus dijaga kualitasnya.

PERBEDAAN MAKNA BAHASA, JALAN MEMBUDAYAKAN BUDAYA BERTANYA! 

Saya mempunyai beberapa pengalaman seru berkaitan dengan budaya bertanya yang cukup mengelitik dan menarik untuk dikenang sekaligus menjadi  pengalaman berharga yang tidak pernah akan terlupakan dan akan selalu mengingatkan betapa kayanya budaya Indonesia!
Pengalaman ini terjadi ketika KKN (Kuliah Kerja Nyata) di pedalaman Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Kebetulan daerah tempat KKN saya di Desa Kabuaran, Kecamatan Grujugan, Kabupaten Bondowoso tepatnya di lereng gunung Argopuro, 100% masyarakatnya adalah keturunan pendatang dari Pulau Madura, jadi bahasa ibu di desa tersebut adalah bahasa Madura. Perbedaan makna bahasa menjadi penyebab berbagai kejadian lucu berikut ini…
---
“Mas, maaf rumah Pak Lurah dimana ya?” Pertanyaan saya kepada seorang pemuda yang saya temui di pinggiran jalan desa, kira-kira usianya sekitar 20 tahunan, masih sepantaran dengan saya saat itu.
“ Maaf, setahu saya tidak ada Pak Lurah disini!” Jawabnya, dengan tegas yang membuat kami kebingungan. Masa tidak ada lurah disini pikir saya.
“ Kalau Bapak Kepala Desa?” Tanya saya lagi penasaran
“ Tidak ada juga itu!” Jawab si pemuda tadi.
Usut punya usut, singkat cerita! Ternyata sebutan Pak Lurah dan Kepala Desa memang tidak lazim di desa ini, karena mereka menyebut orang nomor satu di desa tersebut dengan sebutan Pak Tinggi atau Klebun (Kalebun).
---
“Ibu, maaf letak posyandu desa ini dimana ya?” Pertanyaan saya pada perangkat desa yang kebetulan sedang membereskan berkas-berkas di meja Kantor Pak Tinggi, ketika pagi itu kami mampir mau melakukan bakti sosial di Posyandu.
“Waduuuuuh, sudah terlalu mas tempatnya!” Ibu itu menjawab dengan muka sedikit kaget melihat kami.
“Terlalu? Apanya yang terlalu bu?” Tanya saya keheranan
“Ya, Posyandunya! Harusnya Mas KKN di perempatan tadi belok kiri saja! Jangan lurus kesini…..!” Jawab si ibu lagi.
“Ooooooo” jawab kami sambil berlalu sambil mengucap terima kasih pada si Ibu.
Ternyata maksudnya terlalu itu terlewat! …..
---
Kebetulan hari itu, kami ingin ikut mengajar di salah satu SD terpencil di lereng gunung di ujung desa. Kami bertanya pada warga setempat dimana letak SD dimaksud.
“ Ooooh, terus aja mas KKN jalan ketas ikut jalan itu! Dekat saja!” Kata seorang bapak yang lagi merapikan daun tembakau yang baru dipanennyadikebun pinggir jalalan desa kami lalui.
Akhirnya kami mengikuti petunjuk bapak tadi. Tapi 2 (jam) berlalu kami berjalan kaki mengikuti petunjuk bapak tadi, kok belum kelihatan sekolah yang kami maksud. Akhirnya kami kembali bertanya kepada seorang ibu yang kelihatan baru turun dari arah yang kami tuju. Jawaban si-ibu sama dengan bapak tadi
"Terus saja mas KKN naik ikuti jalan ini, tidak lama pasti ketemu!” Katanya.
Benar saja, akhirnya saya dan rombongan memang menemukan lokasi sekolah yang kami tuju, tapi setelah menempuh total perjalanan sekitar 6 (enam) jam dengan berjalan kaki. Kalau saya perkirakan jarak tempuh menuju sekolah SD yang kami tuju dengan posko kami sekitar 7-8 km dengan jalan menanjak dan berputar. Sepertinya makna kata “dekat” penduduk setempat dengan dekat dalam benak kami berbeda! Ha…ha…ha….mantap!

Inilah Indonesia! Perbedaan budaya, bahasa, adat istidat dan semua atribut kehidupannya adalah sebuah keniscayaan sekaligus rahmat dari Yang Maha Kuasa! Harus disyukuri untuk saling mengenal dan menghargai. Tidak usah takut dengan SARA, karena perbedaan inilah yang akan memacu gairah Ke-Indonesiaan kita semua! Ketidaktahuan dan keinginan kita untuk saling mengenali budaya Indonesia adalah modal besar persatuan Indonesia sekaligus atribut penting untuk membudayakan kembali budaya bertanya agar tidak sesat dijalan! Indonesia hebat! Indonesia Kaya..... 








2 komentar:

  1. Indonseia memang kaya budaya!Sayang budayanya justru kebih banyak menjadi sekat dan hambatan untuk jembatan kemajuan. smoga kedepan dengan budaya bertanya yang lebih berbudaya semua mebjadi lebih tetang benderang! keren artikelnya bang! inspirasi untuk Indonesia yang berbudaya...

    BalasHapus
  2. Jago Sabung Ayam online? Yuk daftar langsung di Bolavita dan dapatkan Bonux 100% dari total 8x/9x/10x win dari jumlah total kemenangan beruntun anda.

    Kunjungi : Agen Judi Sabung Ayam Bonus 100% - Bolavita

    Kontak resmi :
    WA : +62812-2222-995
    Wechat : Bolavita
    Telegram : @bolavitacc
    Line : cs_bolavita

    BalasHapus