Prosesi Baayun Maulid
(Gambar : infobublik.id)
Baayun
Tradisi Unik Cara Menidurkan Anak
Baayun atau maayun
anak adalah salah satu cara tradisional ibu-ibu masyarakat suku Dayak dan
Banjar di Kalimantan Selatan dalam usahannya menidurkan anak-anak (balita)
dengan cara mengayun-ayunkannya pada ayunan yang terbuat dari tapih bahalai
(Kain Jarik : Bhs.Banjar) yang ujung-ujungnya diikat dengan tali haduk
(ijuk) yang umumnya diikatkan dengan cara digantung pada bagian-bagian rumah
yang kuat seperti plafon dan kuda-kuda rumah. Pada sebagian masyarakat
ada mengikatkan Surah Yasin, daun jariangau (Acorus calamus L),
kacang parang dan katupat guntur pada tali ayunan dengan tujuan sebagai penghalau jin
(mahluk halus)
Secara umum, dilihat dari posisi si-anak dalam ayunan,
cara maayun anak pada masyarakat suku Banjar dibagi menjadi 2 (dua)
macam, yaitu
1. Dibaringkan,
cara ini merupakan cara regular
atau cara umum yang dipakai masyarakat Banjar.
Maayun
(Gambar : sastrabanjar.blogspot.co.id)
2. Didudukkan atau di-pukung, cara ini biasanya
dipakai bila si anak dalam keadaan rewel atau susah ditidurkan dengan cara baayun
yang pertama (dibaringkan).
Bapukung
(Gambar : theasianparent.com)
Sedangkan, dari teknik mengayun juga di bagi menjadi 2
(dua) macam, yaitu
1.
Maayun
lapas, (mengayun lepas ; Bhs Banjar) cara ini juga
termasuk cara regular atau cara umum yang dipakai masyarakat Banjar.
Disini pengayun akan menjaga intensitas ayunan, dengan cara menambah kekuatan
ayunan setelah beberapa kali ayunan mengayun atau ketika ayunan semakin
melemah. Disini, pengayun biasanya sambil melakukan aktifitas lain.
Maayun Badundang
(Gambar : beritabanjar.com)
2. Maayun
Badundang, (mengayun
sambil bersenandung ; Bhs Banjar) sambil berdendang, pengayun tetap memegangi tali ayunan yang digoyang-goyangkannya. Cara ini biasanya dipakai bila si anak dalam
keadaan rewel atau susah ditidurkan dengan cara baayun yang pertama
(dibaringkan).
Baayun Maulid Tradisi Unik, Dialektika Agama dan Budaya
Baayun
Maulid adalah sebuah prosesi tradisi maayun anak-anak (terkadang ada
juga orang dewasa dan orang tua yang turut serta) khas Kalimantan Selatan yang
diselenggarakan secara massal bertepatan dengan perayaan tasyakuran hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW atau biasa dikenal dengan Maulid Nabi, setiap
tanggal 12 Rabbiul Awal penanggalan kalender hijriah. Tujuannya adalah
sebagai salah satu bentuk ikhtiar dan doa bagi putra-putri yang dikutkan
prosesi agar bisa meneladani kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.
Ada 2 (dua) versi catatan terkait asal muasal dari
tradisi Baayun Maulid di Kalimantan Selatan, yaitu
1. Menurut
tatuha Banjar (sesepuh Suku Banjar) yang secara turun temurun
menyampaikan pesannya, upacara Baayun Maulid sebenarnya telah dikenal
masyarakat Banjar sejak berdirinya Kerajaan Banjar yang ditandai dengan masuk
Islam-nya Pangeran Samudra beserta semua pengikut dan rakyatnya dengan gelar
Sultan Suriansyah. Dahulu upacara ini hanya diperuntukan pada anak-anak dari
keluarga besar kerajaan yang lahir di bulan Safar. Mereka melaksanakan upacara
ini dikarenakan bulan Safar dipercaya sebagai bulan yang penuh bala. Oleh
karena itu untuk menghindari tertimpanya bala pada anak tersebut, maka sang
anak wajib diayun sebagai bentuk ritual tolak bala.
2. Tradisi Baayun atau maayun sudah ada
sebelum Islam masuk di Kalimantan Selatan. Pada masa pra Islam di Kalimantan
Selatan tersebut, masyarakat memeluk kepercayaan Kaharingan yang sekarang
dikenal sebagai kepercayaan atau agama asli Suku Dayak. Tata cara prosesi Baayun
Maulid yang awalnya merupakan tradisi masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan
Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan ini sebenarnya bersumber dari
tata cara prosesi bapalas bidan yang dilandasi kepercayaan Kaharingan masyarakat
setempat dan ketika pengaruh agama Hindu mulai masuk dan berkembang, maka
berkembang pula beberapa prosesi tradisi turunan uang menyerupai, seperti baayunwayang, baayun topeng dan baayun madihin. Seiring berdirinya Kesultanan
Banjar yang mengakui agama Islam sebagai agama resmi kerajaan, sejak saat itu
pengaruh ajaran Islam menyebar ke seluruh pelosok wilayah kekuasaan KesultananBanjar yang meliputi Negara Agung (wilayah sentral budaya Banjar
yaitu wilayah Banjar Kuala, Batang Banyu dan Pahuluan), Mancanegara
(daerah rantau: Kepangeranan Kotawaringin, Tanah Dusun, Tanah Laut, Pulau Laut,
Tanah Bumbu, dan Paser) dan Daerah Pesisir (daerah tepi/terluar:
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur/Utara).
Lambang Kesultanan Banjar
(Gambar : kesultananbanjar.com)
Dalam menyebarkan Islam ke
seluruh pelosok wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar, salah satu strategi jitu
para ulama saat itu adalah melalui pendekatan budaya dan tradisi. Tradisi
leluhur yang berlandaskan kepercayaan Kaharingan tidak serta merta dihapus tapi
dirubah esensi-nya (maksud dan tujuan, prosesi, perlengkapan, waktu
pelaksanaan dan perlambang atau simbol yang dipakai) untuk disesuaikan dengan
ajaran Islam. Semisal, upacara Aruh Ganal setelah panen hasil bumi,
terutama padi hasilnya melimpah. Sebelumnya upacara ini diisi dengan ritual
pesta adat dengan tari-tarian dan bacaan-bacaan balian (pemuka agama
Kaharingan) yang berisi mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa,
leluhur dan nenek moyang yang diselenggarakan secara besar-besaran selama
beberapa hari di Balai adat, akhirnya digantikan dengan pembacaan doa kepada
Allah SWT, syair-syair yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan di masjid. Begitu juga dengan
berbagai syarat ritual yang biasa di sebut dengan piduduk (sesaji), kalau
sebelumnya dimaksudkan untuk persembahan kepada para dewa, leluhur dan nenek
moyang, dirubah makna esensi-nya dengan sedekah yang diakhir acara
nantinya bisa dimanfaatkan kembali baik secara individu maupun komunal. Kalau piduduk
berupa makanan, maka bisa dimakan bersama-sama, kalau berupa barang tentu
bisa dimanfaatkan kembali sesuai kebutuhan. Begitu juga dengan prosesi ritual
adat bapalas bidan yang juga disesuaikan dengan tuntunan ajaran agama
Islam yang pada akhirnya melahirkan sebuah budaya baru bernafaskan Islam yang
sekarang dikenal dengan Baayun Maulid.
Bayi tertidur pulas dalam ayunan, prosesi Baayun Maulid konklusi dialektika agama dan budaya
(Gambar : hobbyimul.blogspot.co.id)
Inilah yang dimaksud Baayun
Maulid sebagai kearifan konklusif dialektika agama dan budaya lokal di
Kalimantan Selatan, dimana budaya yang diwakili oleh tradisi baayun dan
agama diwakili oleh peristiwa maulid bisa bersatu dalam sebuah local genius.
Budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya. Baayun
Maulid merupakan simbol pertemuan antara ajaran agama Islam dengan tradisi
budaya lokal Kalimantan Selatan dengan cara yang elegan dan damai. Keduanya
tetap bisa hidup bersama dengan saling mengisi layaknya simbiosis
mutualisma, agama akan memberikan spirit pada kebudayaan, sedangkan ragam
kebudayaan dalam naungan konsepsi ajaran Islam semakin menunjukkan konsepsi
ajaran Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Rahmat untuk seluruh alam
beserta isinya.
Baayun Maulid, Local Genius yang Harus di Lestarikan
Prosesi Baayun Maulid hanya bisa ditemui di
Kalimantan Selatan dan sebagian kecil komunitas masyarakat Suku Banjar yang
ter-diaspora ke beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Tembilahan-Riau dan Semenanjung
Malaysia. Prosesi Baayun Maulid, memang tidak lagi menjadi domain
dari masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin saja,
tapi telah menjadi bagian budaya dari masyarakat suku Banjar secara umum.
Masjid Keramat Al Mukarromah, Banua Halat, Tapin, Kalimantan Selatan
(Gambar : Gorden 313)
Setiap tanggal 12 Rabbiul Awal atau bertepatan dengan
hari Maulid Nabi Muhamad SAW, hampir semua daerah di Kalimantan Selatan
menyelenggarakan prosesi Baayun Maulid. Hanya saja, prosesi paling
meriah dengan peserta paling banyak tetap dipegang oleh daerah asalnya, yatu Desa
Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin. Disini, penyelenggaraan Baayun
Maulid dipusatkan di area Masjid Al Mukarramah atau yang lebih dekenal
masyarakat sebagai Masjid Keramat Banua Halat dengan maksud agar anak-anak yang diayun nantinya terpaut terus dengan masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid Al Mukarramah dibangun sejak yahun
1840, merupakan salah satu Masjid tertua di Kalimantan Selatan dan termasuk
situs cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah.
Turis asing sedang menikmati tradisi Baayun Maulid di Banua Halat Tapin
(Gambar : kalsel.prokal.co)
Seiring dengan ditatapkannya prosesi Baayun Maulid di
area Masjid Al Mukkaramah Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten
Tapin dalam kalender pariwisata oleh Pemkab Tapin dan Pemprov Kalimantan
Selatan, popularitas Baayun Maulid semakin menanjak. Turis dan wisatawan baik lokal maupun mancanegara selalu membanjiri Desa Banua Halat saat pelaksanaan prosesi Baayun Maulid. Begitu juga antusiasme masyarakat dalam mengikuti prosesi, dari tahun ke tahun pesertanya
terus bertambah dan berkembang, tidak hanya anak-anak bahkan banyak orang
dewasa dan manula yang mendaftar untuk mengikuti prosesi Baayun Maulid dengan
berbagai tujuan dan puncaknya ketika MURI (Musium Rekor Dunia dan Indonesia)
pada tahun 2008 memberikan piagam
pengakuan rekor yang tercipta pada prosesi Baayun Maulid di Masjid Al
Mukarramah Banua Halat dengan kategori penyelenggara Baayun Maulid denganpeserta terbanyak, dengan rincian peserta sebanyak 1.544 orang terdiri dari
1.643 anak-anak, dan sisanya 401 orang dewasa. Piagam dengan register No
30311/R.MURI/III/2008 yang ditandatangani langsung oleh Jaya Suprana tersebut
diserahkan oleh Manager MURI Paulus Pangka kepada Bupati Tapin (saat itu) Drs H
Idis Nurdin Halidi MAP dan Ketua Panitia Kegiatan H Nafiah Khairani, disaksikan
Gubernur Kalimantan Selatan (saat itu) H Rudy Arifin dan Guru Riduan atau Guru
Kapuh, serta para pejabat di Propinsi Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 2015, Upacara Baayun Maulid di Kabupaten Tapin mendapat pengakuan sekaligus penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Anies Baswedan, sebagai warisan budaya Tak benda Indonesia.
Penyerahan piagam oleh Asisten Tiga Pemprov Kalimantan Selatan Kepada Bupati Tapin
(Gambar : Banjarmasin.tribunnews.com)
Prosesi Baayun Maulid Banua Halat, Tapin, Kalimantan Selatan
Ayunan untuk prosesi Baayun Maulid dibuat dari
tiga lapis kain, yakni kain kuning pada bagian luar, kemudian kain putih dan
bagian dalam tapih bahalai (Jarik ; Bhs Jawa). Sedangkan pada tali-tali
pengikat ayunan tersebut diberi identitas berupa nama anak yang akan menempati
ayunan tersebut plus dihias anyaman kembang dan janur yang dibentuk
dengan berbagai kreasi, seperti burung, bunga, lipan, rantai, keris dan
sebagainya.
Macam-macam piduduk dalam prosesi Baayun Maulid
(Gambar : baayunmaulid-banuahalat.blogspot.co.id)
Di bawah jajaran ayunan-ayunan tersebut,
masing-masingnya terdapat piduduk atau syarat upacara, yaitu piduduk
dalam piring makan yang diisi wadai 41 yaitu berbagai macam kue khas Banjar berjumlah 41 macam dan berbagai syarat lainnya, seperti lakatan (olahan ketan), apam, kue
cucur, inti kelapa (adonan kelapa dengan gula merah), telur ayam rebus,
papari, pisang, dan tapai ketan. Sedangkan dalam ember ukuran kecil
diisi dengan beras, buah kelapa yang sudah dikupas, garam, dan gula merah. “Piduduk”
juga ditempatkan di setiap tiang utama Masjid yang diletakan pada dua buah
piring makan, yaitu berisi beras ketan putih yang di tengah-tengahnya dihiasi
dengan inti kelapa. Piring satunya berisi beras kuning yang di
tengah-tengahnya juga diletakkan inti kelapa. Ketika prosesi Baayun Maulid selesai, semua piduduk akan dimakan bersama-sama dan selebihnya bisa
dbawa pulang untuk dimakan bersama di rumah.
Rangkaian ayunan yang dipakai untuk prosesi Baayun Maulid
(Gambar : baayunmaulid-banuahalat.blogspot.co.id)
Bagi keluarga peserta prosesi Baayun Maulid, yang
menghadiri dan menyaksikan acara tersebut memadati bagian sisi jajaran ayunan
tersebut. Untuk laki-laki berjajar pada bagian depan ruang utama mesjid,
tepatnya di barisan depan jajaran ayunan. Sedangkan yang perempuan berada di
sisi kiri-kanan dan belakang ayunan.
Prosesi acara Baayun Maulid dimulai dengan pembacaan Syair Maulid yang
dipimpin oleh seorang Tuan Guru (Ulama) dengan diiringi rebana. Syair-syair
Maulid yang umum dibawakan pada acara Baayun Anak seperti Syair MawludBarjanzi, Mawlud Syaraf al-Anam atau Mawlud al-Dayba’i. Pada
saat yang bersamaan, Ulama yang memimpin pembacaan Syair Maulid berjalan ke
arah ibu-ibu untuk memberikan “tapung tawar” pada masing-masing anak
tersebut.
Prosesi tapung tawar dalam Baayun Maulid
(Gambar : kapanpunbisa.blogspot.co.id)
Tapung tawar
adalah prosesi memberi doa yang ditandai dengan mengusap jidat setiap anak dan mencipratinya
dengan air “tatungkal” yang terdiri dari campuran air, minyak buburih
dan rempah-rempah. Setelah selesai, semua hadirin dan pengunjung duduk kembali selanjutnya
dibacakan doa khatam al-mawlud dan dilanjutkan dengan pembacaan
ayat-ayat suci Al-Quran serta tausiah yang disampaikan oleh pemuka agama
atau ulama yang memang diundang. Setelah semua rangkaian acara dilaksanakan,
biasanya ditutup dengan acara silaturahmi dan makan bersama.
Referensi :
https://www.academia.edu/9000243/Tradisi_Baayun_Maulid_Akulturasi_dan_Sisi_Lain_Perayaan_Maulid_Nabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar