Sabtu, 27 Februari 2016

Tradisi “Baayun Maulid”, Kearifan Konklusif Dialektika Agama dan Budaya Lokal Kalimantan Selatan



Prosesi Baayun Maulid
(Gambar : infobublik.id)

Baayun Tradisi Unik Cara Menidurkan Anak
Baayun atau maayun anak adalah salah satu cara tradisional ibu-ibu masyarakat suku Dayak dan Banjar di Kalimantan Selatan dalam usahannya menidurkan anak-anak (balita) dengan cara mengayun-ayunkannya pada ayunan yang terbuat dari tapih bahalai (Kain Jarik : Bhs.Banjar) yang ujung-ujungnya diikat dengan tali haduk (ijuk) yang umumnya diikatkan dengan cara digantung pada bagian-bagian rumah yang kuat seperti plafon dan kuda-kuda rumah. Pada sebagian masyarakat ada mengikatkan Surah Yasin, daun jariangau (Acorus calamus L), kacang parang dan katupat guntur pada tali ayunan dengan tujuan sebagai penghalau jin (mahluk halus)
Secara umum, dilihat dari posisi si-anak dalam ayunan, cara maayun anak pada masyarakat suku Banjar dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu
1.    Dibaringkan, cara ini merupakan cara regular atau cara umum yang dipakai masyarakat Banjar. 
 Maayun

2.           Didudukkan atau di-pukung, cara ini biasanya dipakai bila si anak dalam keadaan rewel atau susah ditidurkan dengan cara baayun yang pertama (dibaringkan).  

 Bapukung
(Gambar : theasianparent.com)

Sedangkan, dari teknik mengayun juga di bagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu
1.           Maayun lapas, (mengayun lepas ; Bhs Banjar) cara ini juga termasuk cara regular atau cara umum yang dipakai masyarakat Banjar. Disini pengayun akan menjaga intensitas ayunan, dengan cara menambah kekuatan ayunan setelah beberapa kali ayunan mengayun atau ketika ayunan semakin melemah. Disini, pengayun biasanya sambil melakukan aktifitas lain.

 Maayun Badundang
(Gambar : beritabanjar.com)

2.     Maayun Badundang, (mengayun sambil bersenandung ; Bhs Banjar) sambil berdendang, pengayun tetap memegangi tali ayunan yang digoyang-goyangkannya. Cara ini biasanya dipakai bila si anak dalam keadaan rewel atau susah ditidurkan dengan cara baayun yang pertama (dibaringkan). 

Baayun Maulid Tradisi Unik, Dialektika Agama dan Budaya
Baayun Maulid adalah sebuah prosesi tradisi maayun anak-anak (terkadang ada juga orang dewasa dan orang tua yang turut serta) khas Kalimantan Selatan yang diselenggarakan secara massal bertepatan dengan perayaan tasyakuran hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau biasa dikenal dengan Maulid Nabi, setiap tanggal 12 Rabbiul Awal penanggalan kalender hijriah. Tujuannya adalah sebagai salah satu bentuk ikhtiar dan doa bagi putra-putri yang dikutkan prosesi agar bisa meneladani kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.
Ada 2 (dua) versi catatan terkait asal muasal dari tradisi Baayun Maulid di Kalimantan Selatan, yaitu

1.   Menurut tatuha Banjar (sesepuh Suku Banjar) yang secara turun temurun menyampaikan pesannya, upacara Baayun Maulid sebenarnya telah dikenal masyarakat Banjar sejak berdirinya Kerajaan Banjar yang ditandai dengan masuk Islam-nya Pangeran Samudra beserta semua pengikut dan rakyatnya dengan gelar Sultan Suriansyah. Dahulu upacara ini hanya diperuntukan pada anak-anak dari keluarga besar kerajaan yang lahir di bulan Safar. Mereka melaksanakan upacara ini dikarenakan bulan Safar dipercaya sebagai bulan yang penuh bala. Oleh karena itu untuk menghindari tertimpanya bala pada anak tersebut, maka sang anak wajib diayun sebagai bentuk ritual tolak bala.

2.     Tradisi  Baayun atau maayun sudah ada sebelum Islam masuk di Kalimantan Selatan. Pada masa pra Islam di Kalimantan Selatan tersebut, masyarakat memeluk kepercayaan Kaharingan yang sekarang dikenal sebagai kepercayaan atau agama asli Suku Dayak. Tata cara prosesi Baayun Maulid yang awalnya merupakan tradisi masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan ini sebenarnya bersumber dari tata cara prosesi bapalas bidan yang dilandasi kepercayaan Kaharingan masyarakat setempat dan ketika pengaruh agama Hindu mulai masuk dan berkembang, maka berkembang pula beberapa prosesi tradisi turunan uang menyerupai, seperti baayunwayang, baayun topeng dan baayun madihin. Seiring berdirinya Kesultanan Banjar yang mengakui agama Islam sebagai agama resmi kerajaan, sejak saat itu pengaruh ajaran Islam menyebar ke seluruh pelosok wilayah kekuasaan KesultananBanjar yang meliputi Negara Agung (wilayah sentral budaya Banjar yaitu wilayah Banjar Kuala, Batang Banyu dan Pahuluan), Mancanegara (daerah rantau: Kepangeranan Kotawaringin, Tanah Dusun, Tanah Laut, Pulau Laut, Tanah Bumbu, dan Paser) dan Daerah Pesisir (daerah tepi/terluar: Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur/Utara). 

Lambang Kesultanan Banjar


Dalam menyebarkan Islam ke seluruh pelosok wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar, salah satu strategi jitu para ulama saat itu adalah melalui pendekatan budaya dan tradisi. Tradisi leluhur yang berlandaskan kepercayaan Kaharingan tidak serta merta dihapus tapi dirubah esensi-nya (maksud dan tujuan, prosesi, perlengkapan, waktu pelaksanaan dan perlambang atau simbol yang dipakai) untuk disesuaikan dengan ajaran Islam. Semisal, upacara Aruh Ganal setelah panen hasil bumi, terutama padi hasilnya melimpah. Sebelumnya upacara ini diisi dengan ritual pesta adat dengan tari-tarian dan bacaan-bacaan balian (pemuka agama Kaharingan) yang berisi mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa, leluhur dan nenek moyang yang diselenggarakan secara besar-besaran selama beberapa hari di Balai adat, akhirnya digantikan dengan pembacaan doa kepada Allah SWT, syair-syair yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan di masjid. Begitu juga dengan berbagai syarat ritual yang biasa di sebut dengan piduduk (sesaji), kalau sebelumnya dimaksudkan untuk persembahan kepada para dewa, leluhur dan nenek moyang, dirubah makna esensi-nya dengan sedekah yang diakhir acara nantinya bisa dimanfaatkan kembali baik secara individu maupun komunal. Kalau piduduk berupa makanan, maka bisa dimakan bersama-sama, kalau berupa barang tentu bisa dimanfaatkan kembali sesuai kebutuhan. Begitu juga dengan prosesi ritual adat bapalas bidan yang juga disesuaikan dengan tuntunan ajaran agama Islam yang pada akhirnya melahirkan sebuah budaya baru bernafaskan Islam yang sekarang dikenal dengan Baayun Maulid.  

 Bayi tertidur pulas dalam ayunan, prosesi Baayun Maulid konklusi dialektika agama dan budaya

Inilah yang dimaksud Baayun Maulid sebagai kearifan konklusif dialektika agama dan budaya lokal di Kalimantan Selatan, dimana budaya yang diwakili oleh tradisi baayun dan agama diwakili oleh peristiwa maulid bisa bersatu dalam sebuah local genius. Budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya. Baayun Maulid merupakan simbol pertemuan antara ajaran agama Islam dengan tradisi budaya lokal Kalimantan Selatan dengan cara yang elegan dan damai. Keduanya tetap bisa hidup bersama dengan saling mengisi layaknya simbiosis mutualisma, agama akan memberikan spirit pada kebudayaan, sedangkan ragam kebudayaan dalam naungan konsepsi ajaran Islam semakin menunjukkan konsepsi ajaran Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Rahmat untuk seluruh alam beserta isinya.

Baayun Maulid, Local Genius yang Harus di Lestarikan
Prosesi Baayun Maulid hanya bisa ditemui di Kalimantan Selatan dan sebagian kecil komunitas masyarakat Suku Banjar yang ter-diaspora ke beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Tembilahan-Riau dan Semenanjung Malaysia. Prosesi Baayun Maulid, memang tidak lagi menjadi domain dari masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin saja, tapi telah menjadi bagian budaya dari masyarakat suku Banjar secara umum. 

 Masjid Keramat Al Mukarromah, Banua Halat, Tapin, Kalimantan Selatan
(Gambar : Gorden 313)

Setiap tanggal 12 Rabbiul Awal atau bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhamad SAW, hampir semua daerah di Kalimantan Selatan menyelenggarakan prosesi Baayun Maulid. Hanya saja, prosesi paling meriah dengan peserta paling banyak tetap dipegang oleh daerah asalnya, yatu Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin. Disini, penyelenggaraan Baayun Maulid dipusatkan di area Masjid Al Mukarramah atau yang lebih dekenal masyarakat sebagai Masjid Keramat Banua Halat dengan maksud agar anak-anak yang diayun nantinya terpaut terus dengan masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid Al Mukarramah dibangun sejak yahun 1840, merupakan salah satu Masjid tertua di Kalimantan Selatan dan termasuk situs cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah.

 Turis asing sedang menikmati tradisi Baayun Maulid di Banua Halat Tapin
(Gambar : kalsel.prokal.co)

Seiring dengan ditatapkannya prosesi Baayun Maulid di area Masjid Al Mukkaramah Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin dalam kalender pariwisata oleh Pemkab Tapin dan Pemprov Kalimantan Selatan, popularitas Baayun Maulid  semakin menanjak. Turis dan wisatawan baik lokal maupun mancanegara selalu membanjiri Desa Banua Halat saat pelaksanaan prosesi Baayun Maulid. Begitu juga antusiasme masyarakat dalam mengikuti prosesi, dari tahun ke tahun pesertanya terus bertambah dan berkembang, tidak hanya anak-anak bahkan banyak orang dewasa dan manula yang mendaftar untuk mengikuti prosesi Baayun Maulid dengan berbagai tujuan dan puncaknya ketika MURI (Musium Rekor Dunia dan Indonesia) pada tahun  2008 memberikan piagam pengakuan rekor yang tercipta pada prosesi Baayun Maulid di Masjid Al Mukarramah Banua Halat dengan kategori penyelenggara Baayun Maulid denganpeserta terbanyak, dengan rincian peserta sebanyak 1.544 orang terdiri dari 1.643 anak-anak, dan sisanya 401 orang dewasa. Piagam dengan register No 30311/R.MURI/III/2008 yang ditandatangani langsung oleh Jaya Suprana tersebut diserahkan oleh Manager MURI Paulus Pangka kepada Bupati Tapin (saat itu) Drs H Idis Nurdin Halidi MAP dan Ketua Panitia Kegiatan H Nafiah Khairani, disaksikan Gubernur Kalimantan Selatan (saat itu) H Rudy Arifin dan Guru Riduan atau Guru Kapuh, serta para pejabat di Propinsi Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 2015, Upacara Baayun Maulid di Kabupaten Tapin mendapat pengakuan sekaligus penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Anies Baswedan, sebagai warisan budaya Tak benda Indonesia.

 
Penyerahan piagam oleh Asisten Tiga Pemprov Kalimantan Selatan Kepada Bupati Tapin

Prosesi Baayun Maulid Banua Halat, Tapin, Kalimantan Selatan
Ayunan untuk prosesi Baayun Maulid dibuat dari tiga lapis kain, yakni kain kuning pada bagian luar, kemudian kain putih dan bagian dalam tapih bahalai (Jarik ; Bhs Jawa). Sedangkan pada tali-tali pengikat ayunan tersebut diberi identitas berupa nama anak yang akan menempati ayunan tersebut plus dihias anyaman kembang dan janur yang dibentuk dengan berbagai kreasi, seperti burung, bunga, lipan, rantai, keris dan sebagainya. 

 Macam-macam piduduk dalam prosesi Baayun Maulid

Di bawah jajaran ayunan-ayunan tersebut, masing-masingnya terdapat piduduk atau syarat upacara, yaitu piduduk dalam piring makan yang diisi wadai 41 yaitu berbagai macam kue khas Banjar berjumlah 41 macam dan berbagai syarat lainnya, seperti lakatan (olahan ketan), apam, kue cucur, inti kelapa (adonan kelapa dengan gula merah), telur ayam rebus, papari, pisang, dan tapai ketan. Sedangkan dalam ember ukuran kecil diisi dengan beras, buah kelapa yang sudah dikupas, garam, dan gula merah. “Piduduk” juga ditempatkan di setiap tiang utama Masjid yang diletakan pada dua buah piring makan, yaitu berisi beras ketan putih yang di tengah-tengahnya dihiasi dengan inti kelapa. Piring satunya berisi beras kuning yang di tengah-tengahnya juga diletakkan inti kelapa. Ketika prosesi Baayun Maulid selesai,  semua piduduk  akan dimakan bersama-sama dan selebihnya bisa dbawa pulang untuk dimakan bersama di rumah.

 Rangkaian ayunan yang dipakai untuk prosesi Baayun Maulid

Bagi keluarga peserta prosesi Baayun Maulid, yang menghadiri dan menyaksikan acara tersebut memadati bagian sisi jajaran ayunan tersebut. Untuk laki-laki berjajar pada bagian depan ruang utama mesjid, tepatnya di barisan depan jajaran ayunan. Sedangkan yang perempuan berada di sisi kiri-kanan dan belakang ayunan.
Prosesi acara Baayun Maulid  dimulai dengan pembacaan Syair Maulid yang dipimpin oleh seorang Tuan Guru (Ulama) dengan diiringi rebana. Syair-syair Maulid yang umum dibawakan pada acara Baayun Anak seperti Syair MawludBarjanzi, Mawlud Syaraf al-Anam atau Mawlud al-Dayba’i. Pada saat yang bersamaan, Ulama yang memimpin pembacaan Syair Maulid berjalan ke arah ibu-ibu untuk memberikan “tapung tawar” pada masing-masing anak tersebut.

 Prosesi tapung tawar dalam Baayun Maulid

Tapung tawar adalah prosesi memberi doa yang ditandai dengan mengusap jidat setiap anak dan mencipratinya dengan air “tatungkal” yang terdiri dari campuran air, minyak buburih dan rempah-rempah. Setelah selesai, semua hadirin dan pengunjung duduk kembali selanjutnya dibacakan doa khatam al-mawlud dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran serta tausiah yang disampaikan oleh pemuka agama atau ulama yang memang diundang. Setelah semua rangkaian acara dilaksanakan, biasanya ditutup dengan acara silaturahmi dan makan bersama.



Referensi   :



















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar