“Bagai
Anak Ayam Kelaparan dalam Lumbung” mungkin peribahasa itulah yang paling tepat
untuk menggambarkan krisis pengelolaan energi, di Pulau Kalimantan khususnya
Kalimantan Selatan, beberapa tahun terakhir. Pulau Kalimantan yang dikenal sebagai
lumbung energi nusantara seperti kehilangan energinya sendiri untuk berdiri
tegak bisa mandiri secara energi. Padahal semua tahu, hampir semua cadangan
energi yang disediakan oleh alam melimpah ruah dalam kandungan bumi Pulau
Kalimantan. Minyak bumi, gas, dan yang paling fenomenal adalah si emas hitam,
batubara. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi, yang terhampar di depan
mata semuanya adalah ironi semata, barisan truck dan kendaraan yang berbaris
mengular ratusan meter di jalanan untuk mengantre BBM terutama jenis solar
sudah menjadi pemandangan sehari-hari, kelangkaan minyak tanah dan gas berbagai
ukuran yang memicu kenaikan harga yang tidak wajar sudah menjadi tradisi,
instabilitas tegangan dan pemadaman listrik tanpa sebab yang jelas hampir
menjadi sebuah rutinitas. Semuanya seperti lingkaran setan yang tidak ada ujung
pangkalnya, semuanya terus terulang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Situasi
tidak biasa yang telah menjadi biasa ini, sangat mengganggu kehidupan sosial
ekonomi masyarakat terutama rakyat kecil, karena membawa efek domino
terciptanya ekonomi biaya tinggi yang sangat mempengaruhi ketahanan
perekonomian mikro kelas menengah kebawah. Kepada siapa, kami masyarakat kecil harus
mengadu dan mempertanyakan semua permasalahan ini? Siapa sebenarnya yang harus
bertanggung jawab atas semua situasi yang penuh dengan ironi ini?
Sebagai
informasi dan catatan, Untuk permasalahan BBM, sekitar pertengahan tahun 2012
diberitakan di berbagai media masa bahwa cadangan BBM bersubsidi untuk
Kalimantan Selatan tidak cukup sampai akhir tahun. Ditengah kebingungan dan
kepanikan berbagai pihak, respon masyarakat bisa ditebak! Masyarakat Kalimantan
Selatan bergejolak. Antrean kendaraan roda 2 dan 4 di SPBU langsung mengular
tidak terkendali hingga ribuan meter sehingga menimbulkan kerawanan sosial.
Titik-titik kemacetan dalam kota Banjarmasin muncul dimana-mana, pemandangan
kota dan mobilitas masyarakat jadi terganggu, distribusi barang dan jasa jadi
terhambat. Ujungnya jelas! Ekonomi biaya tinggi akan semakin kuat menancapkan
taringnya di Kalimantan Selatan. Ditengah upaya peredaman gejolak dalam
masyarakat oleh berbagai pihak, berita tanggapan pemerintah terhadap krisis BBM
di Kalimantan Selatan sungguh mengejutkan. Pemerintah dan otoritas energy
nasional memilih kebijakan yang tidak popular untuk masalah BBM di Kalimantan
Selatan. Kuota BBM Bersubsidi untuk
Kalimantan Selatan justeru akan di kurangi kedepannya, karena menurut otoritas energi
negeri ini kekurangan BBM bersubsidi di Kalimantan Selatan lebih dikarenakan
adanya penyelewengan dalam proses distribusi, sebagian besar terserap secara
tidak sah oleh industri pertambangan yang seharusnya memakai BBM non subsidi.
Masyarakat akhirnya bereaksi, yang paling menarik perhatian adalah aksi yang
dilakukan oleh kelompok “Forum Peduli Banua” yang nekat mencegat semua
distribusi batubara melalui jalur Sungai Barito. Hasilnya? Aksi berani FBP ini memang
cukup menyedot perhatian dunia, tapi permasalahan Kuota BBM untuk Kalimantan
Selatan yang konon akhirnya dikoreksi dan direvisi, sampai sekarang tidak
jelas. Antrean panjang truck-truck di SPBU masih terjadi sampai sekarang. Entah
sampai kapan!?
Untuk
permasalahan minyak tanah dan gas, setali tiga uang dengan BBM bersubsidi.
Kelangkaan dan harga melambung adalah momok yang terus menghantui masyarakat
Kalimantan Selatan. Proses monopoli dalam tataniaga dan tatakelola gas sangat
tidak berpihak pada konsumen, dalam hal ini masyarakat kecil menengah kebawah.
Pengelolaan yang cenderung tidak jelas dan tidak transparan, ditengarai memunculkan
praktek hukum rimba dimana yang kuat akan menang sehingga bisa menguasai yang
kalah dan yang lemah akan kalah dan tertindas hingga akhirnya mati
perlahan-lahan. Situasi ini terus berlarut-larut tanpa ada upaya penyelesaian
yang signifikan, akibatnya harga minyak tanah dan gas di pasaran tidak
terkendali dan terkontrol secara optimal. Ujung-ujungnya jelas! Masyarakat
kecil menengahlah yang akan menjerit. Kepada siapa kami harus mengadu?
Untuk
energi listrik, sebenarnya kata ironis tidaklah cukup untuk menggambarkan
kesedihan masyarakat Kalimantan Selatan atas kondisi per-listrikan di
Kalimantan Selatan. Selain distribusi-nya
yang masih belum merata, stabilitas tegangan dan seringnya “byar-pet” tanpa
sebab yang jelas selalu menjadi permasalahan yang berlarut-larut sampai
sekarang. Padahal sudah menjadi rahasia umum Kalimantan Selatan adalah
gudangnya batubara, sumber energi utama pembangkit listrik. Uniknya (sekaligus
menyesakkan dada), konon Kalimantan Selatan adalah penyuplai batubara terbesar
untuk pembangkit listrik di berbagai daerah diluar Kalimantan. Kemana larinya
batubara kami? Ada apa dengan listrik di Kalimantan Selatan? Kemana lagi kami
rakyat kecil harus mengadukan semua kebingungan dan kegundahan kami ini?
(Banjarbaru,
15-01-2014. In collaboration with Hj. Hamida Yanti)