Jumat, 18 Juli 2014

Kalimantan, Bagai Anak Ayam Kelaparan Dalam Lumbung Padi



“Bagai Anak Ayam Kelaparan dalam Lumbung” mungkin peribahasa itulah yang paling tepat untuk menggambarkan krisis pengelolaan energi, di Pulau Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan, beberapa tahun terakhir. Pulau Kalimantan yang dikenal sebagai lumbung energi nusantara seperti kehilangan energinya sendiri untuk berdiri tegak bisa mandiri secara energi. Padahal semua tahu, hampir semua cadangan energi yang disediakan oleh alam melimpah ruah dalam kandungan bumi Pulau Kalimantan. Minyak bumi, gas, dan yang paling fenomenal adalah si emas hitam, batubara. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi, yang terhampar di depan mata semuanya adalah ironi semata, barisan truck dan kendaraan yang berbaris mengular ratusan meter di jalanan untuk mengantre BBM terutama jenis solar sudah menjadi pemandangan sehari-hari, kelangkaan minyak tanah dan gas berbagai ukuran yang memicu kenaikan harga yang tidak wajar sudah menjadi tradisi, instabilitas tegangan dan pemadaman listrik tanpa sebab yang jelas hampir menjadi sebuah rutinitas. Semuanya seperti lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya, semuanya terus terulang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Situasi tidak biasa yang telah menjadi biasa ini, sangat mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama rakyat kecil, karena membawa efek domino terciptanya ekonomi biaya tinggi yang sangat mempengaruhi ketahanan perekonomian mikro kelas menengah kebawah.  Kepada siapa, kami masyarakat kecil harus mengadu dan mempertanyakan semua permasalahan ini? Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas semua situasi yang penuh dengan ironi ini?
Sebagai informasi dan catatan, Untuk permasalahan BBM, sekitar pertengahan tahun 2012 diberitakan di berbagai media masa bahwa cadangan BBM bersubsidi untuk Kalimantan Selatan tidak cukup sampai akhir tahun. Ditengah kebingungan dan kepanikan berbagai pihak, respon masyarakat bisa ditebak! Masyarakat Kalimantan Selatan bergejolak. Antrean kendaraan roda 2 dan 4 di SPBU langsung mengular tidak terkendali hingga ribuan meter sehingga menimbulkan kerawanan sosial. Titik-titik kemacetan dalam kota Banjarmasin muncul dimana-mana, pemandangan kota dan mobilitas masyarakat jadi terganggu, distribusi barang dan jasa jadi terhambat. Ujungnya jelas! Ekonomi biaya tinggi akan semakin kuat menancapkan taringnya di Kalimantan Selatan. Ditengah upaya peredaman gejolak dalam masyarakat oleh berbagai pihak, berita tanggapan pemerintah terhadap krisis BBM di Kalimantan Selatan sungguh mengejutkan. Pemerintah dan otoritas energy nasional memilih kebijakan yang tidak popular untuk masalah BBM di Kalimantan Selatan.  Kuota BBM Bersubsidi untuk Kalimantan Selatan justeru akan di kurangi kedepannya, karena menurut otoritas energi negeri ini kekurangan BBM bersubsidi di Kalimantan Selatan lebih dikarenakan adanya penyelewengan dalam proses distribusi, sebagian besar terserap secara tidak sah oleh industri pertambangan yang seharusnya memakai BBM non subsidi. Masyarakat akhirnya bereaksi, yang paling menarik perhatian adalah aksi yang dilakukan oleh kelompok “Forum Peduli Banua” yang nekat mencegat semua distribusi batubara melalui jalur Sungai Barito. Hasilnya? Aksi berani FBP ini memang cukup menyedot perhatian dunia, tapi permasalahan Kuota BBM untuk Kalimantan Selatan yang konon akhirnya dikoreksi dan direvisi, sampai sekarang tidak jelas. Antrean panjang truck-truck di SPBU masih terjadi sampai sekarang. Entah sampai kapan!?
Untuk permasalahan minyak tanah dan gas, setali tiga uang dengan BBM bersubsidi. Kelangkaan dan harga melambung adalah momok yang terus menghantui masyarakat Kalimantan Selatan. Proses monopoli dalam tataniaga dan tatakelola gas sangat tidak berpihak pada konsumen, dalam hal ini masyarakat kecil menengah kebawah. Pengelolaan yang cenderung tidak jelas dan tidak transparan, ditengarai memunculkan praktek hukum rimba dimana yang kuat akan menang sehingga bisa menguasai yang kalah dan yang lemah akan kalah dan tertindas hingga akhirnya mati perlahan-lahan. Situasi ini terus berlarut-larut tanpa ada upaya penyelesaian yang signifikan, akibatnya harga minyak tanah dan gas di pasaran tidak terkendali dan terkontrol secara optimal. Ujung-ujungnya jelas! Masyarakat kecil menengahlah yang akan menjerit. Kepada siapa kami harus mengadu?
Untuk energi listrik, sebenarnya kata ironis tidaklah cukup untuk menggambarkan kesedihan masyarakat Kalimantan Selatan atas kondisi per-listrikan di Kalimantan Selatan.  Selain distribusi-nya yang masih belum merata, stabilitas tegangan dan seringnya “byar-pet” tanpa sebab yang jelas selalu menjadi permasalahan yang berlarut-larut sampai sekarang. Padahal sudah menjadi rahasia umum Kalimantan Selatan adalah gudangnya batubara, sumber energi utama pembangkit listrik. Uniknya (sekaligus menyesakkan dada), konon Kalimantan Selatan adalah penyuplai batubara terbesar untuk pembangkit listrik di berbagai daerah diluar Kalimantan. Kemana larinya batubara kami? Ada apa dengan listrik di Kalimantan Selatan? Kemana lagi kami rakyat kecil harus mengadukan semua kebingungan dan kegundahan kami ini?     
(Banjarbaru, 15-01-2014. In collaboration with Hj. Hamida Yanti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar