Jumat, 18 Juli 2014

Banjarmasin, Apa Kabar 1000 Sungaiku!?



Banjarmasin, Ibukota Kalimantan Selatan selama ini dikenal luas dengan julukan “Kota 1000 Sungai”. Seperti layaknya kebiasaan orang Indonesia khususnya orang Jawa, kata bilangan 1000 (seribu) disini bermakna  banyak, kurang lebih sama seperti makna pada istilah kepulauan seribu, gedung lawang sewu, atau air terjun cemoro sewu dan grojogan sewu yang semuanya memakai kata bilangan 1000 untuk menggambarkan kata banyak, baik untuk jumlah maupun ukuran tinggi atau panjang. Jadi, makna julukan Kota 1000 Sungai, secara umum dipahami sebagai kota yang dialiri oleh banyak sungai. Walaupun data resmi dari dinas terkait, jumlah DAS sungai kecil maupun besar yang membelah Kota Banjarmasin sebenarnya tidak sampai 1000 sungai.
Mungkin bagi yang belum pernah mengunjungi Kota Banjarmasin akan membayangkan Banjarmasin seperti Kota Venezia di Italia yang kotanya di belah oleh kanal-kanal besar dan kecil yang bisa di lewati oleh perahu-perahu berbagai ukuran, tergantung ukuran kanalnya!?
Tapi sayang, Kota Banjarmasin memang bukan Kota Venezia dan Indonesia juga bukan Italia yang begitu peduli dan sadar akan potensi besar yang dimiliki oleh alam lingkungannya.  Eksistensi fungsi dari sebagian besar sungai-sungai di Kota Banjarmasin, saat ini sudah sangat jauh terdegradasi, tidak lagi utuh dan normal seperti dulu lagi.  Hal ini tarjadi seiring dengan melesatnya jumlah penduduk yang otomatis membutuhkan ruang untuk tempat tinggal dan mobilisasi warga plus konsep tataruang kota yang belum berpihak pada keseimbangan alam, khususnya kelestarian sungai. Sekarang ini banyak sungai yang telah berubah fungsi bahkan ada juga yang mati atau hilang baik secara fisik maupun fungsi. Walaupun belakangan, upaya normalisasi sungai sudah mulai tampak dilakukan, tapi keseriusan dan kesungguhan untuk membangun kembali konstruksi budaya sungai milik suku Banjar dan masyarakat Kota Banjarmasin oleh para pemangku kebijakan dirasa masih kurang maksimal. Kalau di era tahun 80-an, rumah masih banyak yang menghadap ke sungai, sekarang hampir semua membelakanginya dan lebih memilih menghadap ke jalanan ber- aspal. Kalau dulu sungai di depan rumah bisa dilewati jukung atau kelotok penjual kerajinan tangan, sayur-sayuran dan berbagai buah-buahan hutan dari daerah pedalaman yang setiap hari menjajakan dagangannya, sekarang jangan berharap bisa melihat itu semua. Seperti kata pepatah, memiliki anugrah alam yang sempurna adalah sebuah keniscayaan bagi bumi Indonesia, termasuk Kota Banjarmasin, tapi untuk menjaga dan merawat kesempurnaan itulah yang sangat sulit untuk dilakukan. Terkesan klise memang, tapi memang inilah adanya! Jangan sampai anak cucu kita kelak hanya mendengarkan dongeng-nya saja akan kejayaan dan keunikan budaya perairan darat, budaya sungai milik Suku Banjar dan Masyarakat Kota Banjarmasin semuanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar