Rabu, 27 Januari 2016

(Eksploitasi) Pariwisata Pulau Kakaban, Bukti Ego dan Keserakahan Manusia



"Pulau Kakaban merupakan surga kekayaan biologi yang ada di Indonesia. Misteri bagaimana hewan dan tumbuhan yang terisolasi dalam danau ini merupakan salah satu obyek yang sangat diminati oleh ilmuwan untuk diungkap. Karena itu, laut ini memang pantas menjadi obyek konservasi alam yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan"
(Dr. Thomas Tomaschik, Ahli kelautan Kanada) 


 "Pesona Danau Kakaban memang memikat siapapun yang pernah datang (Foto : Koleksi Pribadi)


Dasar ilmiah pernyataan dari Dr. Thomas Tomaschik, adalah : 
  1. Pulau Kakaban yang menurut bahasa lokal setempat berarti "pelukan", karena pulau atol dengan luas 774,2 ha ini mempunyai laguna berair payau yang terperangkap sejak jaman prasejarah sekitar 19 ribu tahun yang lalu di zaman peralihan holosin di dalamnya yang seolah-olah berada dalam pelukan rimbunya tepian danau yang berupa karang terjal setinggi sekitar 50 meter yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi tanaman hutan Pulau Kakaban yang khas.
  2. Di dunia hanya ada 2 tempat yang mempunyai fakta  alam dan sejarah terbentuknya seperti Pulau Kakaban yang unik, yaitu terbentuk dari uplifted reef atau terumbu karang yang terangkat yaitu Pulau Kakaban sendiri dan Pulau Palau, Kepulauan Micronesia di sebelah tenggara Samudra Pasifik sekitar 1000 km dari Filipina. 
  3. Danau Kakaban dan beberapa danau kecil di pulau Kakaban termasuk dalam kategori anchialine, yaitu danau yang tidak mempunyai hubungan permukaan air dengan laut di sekitarnya, walaupun masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
  4. Kekayaan, kelangkaan, keunikan dan keberagaman biota danau kakaban yang berbeda sifat dan kondisi fisiknya dengan spesies sejenis di sekitarnya sebagai akibat proses adaptasi dan evolusi yang berlangsung sejak ribuan tahun lamanya, merupakan misteri alam yang menjadi daya tarik bagi penelitian ilmiah multi science.
  5. Danau Kakaban menjadi rumah bagi 4 spesies ubur-ubur tanpa sengat sekaligus, yaitu ubur-ubur terbalik (Cassiopea ornata) ubur-ubur ini berenang terbalik karena sedang ber-simbiosis mutualisma dengan Algae yang menempel dibagian kaki yang membutuhkan sinar matahari untuk ber-fotosentesa, ubur ubur totol (Mastigias cf papua) besarnya sekepalan tangan seperti bola pijar dengan warna biru kecoklatan, ubur-ubur bulan (Aurelia aurita)  ubur-ubur ini bening seperti mangkok kaca dan ubur-ubur kotak (Tripedalia cystophora) ubur-ubur ini relatif lebih kecil dibanding lainnya dengan kecenderungan berbentuk kota dengan ukuran rata-rata sebessar ujung jari. Sedangkan Danau Pulau Palau di gugusan Kepulauan Micronesia hanya dihuni satu jenis ubur-ubur saja, yaitu Golden Jellyfish atau ubur-ubur emas (Mastigias sp).
  6. Selain ubur-ubur tanpa sengat, Danau Pulau Kakaban juga dihuni oleh berbagi jenis biota air yang tentunya juga telah ber-evolusi selama ribuan tahun. Ada jenis ikan [ikan kupu-kupu (Chaetodontidae), serinding (Apogon lateralis), puntang (Exyrias puntang), teri karang (Antherinomorus endrachtensis) dan ikan julung-julung (Zenarchopterus dispar)], ular laut, kepiting bakau dsb.
  7. Selain berbagai jenis fauna unik, Pulau kakaban juga menjadi habitat dari berbagai flora khas yang beberapa diantaranya merupakan endemik setempat. Bagian daratan Pulau Kakaban yang terlihat memeluk danau kakaban sebagian besar ditumbuhi oleh berbagai jenis mangrove dengan tutupan mencapai lebih dari 60% seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Xylocarpur granatum, Tanjang (Bruguiera gymnorrhiza) dan Excoecaria agalocha. Ada juga pohon api-api (Avicennia), dan pidada (Sonneratia). Di sepanjang kiri dan kanan jembatan titian yang terbuat dari kayu meranti penghubung dermaga luar dengan bibir Danau Kakaban, tumbuh menjulang berbagai jenis pepohonan liar yang sebagian diberi identitas dengan nama lokal, seperti Asin-asin, Bituai,Bulung-Bulung, Gaggil, Puut, Taluntung dsb.
 
Sebagian pohon yang tumbuh di hutan Pulau Kakaban (Foto : Dokumen Pribadi)

[/caption]Dari beberapa fakta dan data ilmiah tentang Pulau dan Danau Kakaban diatas yang begitu spesial, dari sudut pandang orang awampun ungkapan Dr. Thomas Tomaschik adalah sebuah keniscayaan! Rasanya memang tidak ada alasan lain bagi kita semua "pemilik" pulau dan danau warisan jaman prasejarah tersebut selain harus melindungi dan melestarikannya. Lantas, apa yang kira-kira bisa kita lakukan untuk tujuan dan maksud tersebut?
Menurut Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008, tentang daftar spesies-spesies prioritas nasional untuk katagori spesies bahari dan perairan tawar, ubur-ubur danau Kakaban termasuk salah satu dari total 21 jenis satwa yang mendapatkan prioritas tinggi untuk dilindungi.
Menurut Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, Pulau Kakaban ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL) Daerah, dengan mengemban visi : konservasi dan misi : Pelestarian, pendidikan dan ekonomi yang secara teknis membagi Pulau Kakaban menjadi 2 kategori wilayah (zone), yaitu :
  • Inner Zone : Perlindungan habitat dan ekosistemnya
  • External Zone : Perlindungan dan Kawasan Wisata
dimana Dinas perikanan dan kelautan sebagai lembaga yang bertugas untuk mempersiapkan perencanaan Kawasan Konservasi Laut Daerah, mengkoordinasikan dan sekaligus mensosialisaikan kepada semua pihak terkait.

 Snorkling di Danau Kakaban, seharusnya tidak perlu dilakukan (Foto : Koleksi Pribadi)

Dari dua produk hukum diatas, intinya adalah sama! Ingin menjaga dan melestarikan habitat dan ekosistem Pulau Kakaban. Pertanyaannya, apakah dua produk hukum diatas sudah signifikan memberikan kontribusi maksimal bagi "keamanan" dan kelestarian habitat dan ekosistem Pulau dan Danau Kakaban? Sepertinya belum!


 Jembatan titian menuju dermaga di bibir danau (foto : Koleksi pribadi)

Status Kawasan Konservasi Laut (Daerah) yang disematkan kepada pulau Kakaban menurut saya kurang tepat, karena semua yang ada di dalam Pulau Kakaban terlalu berharga. Kalau melihat data dan fakta ilmiah Pulau Kakaban yang begitu luar biasa, seharusnya status Kawasan Pulau Kakaban adalah suaka margasatwa, cagar alam atau paling tidak Taman Nasional yang mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pemeliharaan obyek alam dimaksud lebih ketat, kuat dan legitimate, baik dari segi hukum maupun kualitas action-nya.

Berdasarkan observasi pandangan mata sederhana ketika berkunjung ke Pulau Kakaban dan Danau Kakaban beberapa hari yang lalu bersama para risers-kompasianer dalam rangkaian event Datsun Risers Expedition-Kompasiana Blog Trip, ada kegundahan dan kekhawatiran yang langsung menyeruak ketika melihat langsung "cara dan proses" para pengunjung menikmati eksklusifitas habitat dan ekosistem, khususnya Danau Kakaban yang sangat tidak sejalan dengan semangat menjaga dan melestarikan sesuai amanat Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008 dan Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, karena:
Terkesan asal-asalan, tidak terurus dan tidak profesional (Foto : Koleksi Pribadi)

Terkesan asal-asalan, tidak terurus dan tidak profesional (Foto : Koleksi Pribadi)
  1. Dengan mengijinkan pengunjung berinteraksi secara langsung bahkan beraktifitas didalam ekosistem biota endemik yang masuk dalam spesies-spesies prioritas nasional untuk dilindungi, merupakan sebuah blunder dan kesalahan besar yang harus segera dikoreksi! Kita, manusia termakan jargon "ubur-ubur di danau Kakaban sangat bersahabat dengan manusia". Ini jelas konyol! Karena "bersahabat" jelas-jelas bukan naluri binatang. Jangan-jangan jargon ini sebenarnya adalah upaya legalisasi kita untuk menginvasi dan mengeksploitasi mereka yang lemah tanpa senjata berikut ekosistemnya?  Seandainya ubur-ubur di danau Kakaban bisa diajak berdialog dengan bahasa manusia, mungkin hanya keluh kesah dan bahasa galau yang akan keluar dari mulut mereka! Analogi berikut mudah-mudahan bisa membantu logika emosional kita. Kira-kira apa yang kita rasakan, ketika tiba-tiba ada segerobolan gajah yang tentunya lebih besar dan lebih kuat dari kita, meskipun jinak tapi tetap mempunyai naluri membunuh dan merusak, tiba-tiba masuk ke komplek perumahan kita, ingin berdekat-dekatan, bermain-main dengan kita, anak-anak kita dan lingkunan komplek perumahan kita? manusia
  2. Eksploitasi Danau Kakaban sebagai daerah pariwisata umum, seharusnya juga dikoreksi! Menurut Surat Keputusan Bupati Berau, No.70 Tahun 2004, kawasan Danau Kakaban seharusnya masuk dalam Inner Zone, yaitu fungsi perlindungan habitat dan ekosistemnya. Kalau kita memang ingin melindungi habitat dan ekosistem Danau Kakaban, seharusnya secara total jangan setengah-setengah, riilnya habitat dan ekosistem Danau Kakaban harusnya bersih dari berbagai aktifitas dan kegiatan manusia dalam bentuk apapun, apalagi berinteraksi/bersentuhan secara langsung dengan biota Danau Kakaban seperti berendam, berenang, snorkling dan diving, kecuali untuk tujuan pendidikan dan penelitian ilmiah. Kalaupun Danau Kakaban tetap dipaksa menjadi destinasi wisata umum karena keunikan fakta dan data ilmiah diatas, tidak seharusnya pengunjung bisa berinteraksi secara langsung dengan berenang, snorkling, bahkan menyelam sampai ke dasar, tapi cukup dengan mengamati dari dermaga yang sudah ada. Mungkin cara ini lebih arif dan bijaksana untuk menjaga eksklusifitas dan privasi ekosistem Danau Kakaban. Atau kalau memungkinkan, kedepan bisa dibuatkan semacam terowongan kaca seperti seaworld di dasar danau dari ujung dinding ke ujung dinding danau? Tapi opsi ini tentu harus melawati kajian yang mendalam meliputi teknologi dan dampak lingkungannya.
  3. Tidak ada mekanisme aturan atau peraturan yang secara jelas, lugas dan tegas untuk pengunjung, terpasang di lokasi yang mudah diakses oleh pengunjung, selain himbauan dan informasi umum yang dipasang dengan kesan asal-asalan, tidak terurus, tidak profesional bahkan terlihat jorok dan merusak view alam yang begitu indah, Materinyapun sudah tidak terlalu jelas isi pesannya.
  4. Tidak ada petugas pendamping atau sistem teknologi pengawasan yang ditugaskan, ditempatkan dan diterapkan dilapangan. Kesan yang tertangkap, pengunjung memang bebas untuk melakukan apapun di Danau Kakaban. Waduuuuuh! Seiring dengan tersebarnya keunikan dan kecantikan Danau Kakaban ke seantero dunia, logikanya pasti akan berbanding lurus dengan angka kunjungan wisatawan dan pasti berbanding lurus juga dengan juimlah manusia yang nyebur ke Danau Kakaban. Jadi ngeri membayangkan masa depan ubur-ubur yang begitu ramah menyambut kedatangan para pengunjung.

 Berinteraksi dengan ubur-ubur semacam ini seharusnya dilarang! (Foto : Koleksi Pribadi)

Keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban dengan instrument laguna air payau peninggalan jaman prasejarah yang menjadi habitat berbagai spesies flora dan fauna langka hasil evolusi selama ribuan tahun lamanya, masih menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan yang belum terungkap dan harus diungkap dengan cara yang arif dan bijaksana. Itu tugas kita bersama! Mari kita sebarluaskan keunikan dan kecantikan Pulau Kakaban sekaligus mengkampanyekan larangan untuk beraktifitas dan berinteraksi langsung dengan ekosistem didalamnya!


 Keindahan dan kecantikan Pulau Kakaban memang mempesona! (Foto : Koleksi Pribadi)

[/caption]Mari Kita Nikmati Keunikan dan Kecantikan Danau Kakaban Dengan Cara yang Cerdas! Lindungi Habitat dan Ekosistem Alami Danau Kakaban dengan Tidak Berenang, Snorkling dan Diving di dalamnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar