Naik Haji merupakan impian semua umat Islam di seluruh
dunia. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, sejauh ini menjadi negara dengan jumlah jamaah haji terbanyak tiap
musimnya. Antusiame muslim Indonesia tidak pernah surut demi ritual ibadah paling spesial
bagi seluruh umat Islam ini. Spesial dari segi waktu, tempat dan hukumnya. Dari
segi waktu, ritual ibadah haji hanya bisa dilaksanakan di bulan Dzulihijjah
tanggal 8, 9 dan 10.
Dari segi tempat, ritual haji hanya bisa dilaksanakan
di tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh syariat Islam, yaitu diseputaran
Kota Mekkah, Masjidil haram, Mina, Muzdalifah dan arafah. Dari segi hukum,
ibadah haji berbeda dengan ibadah-ibadah lain dalam syariat Islam.
Hukum melaksanakan ibadah haji, berbeda-beda untuk
masing-masing umat Islam, tergantung dari tingkat kemampuan masing-masing, baik
kemampuan ekonomi, kemampuan fisik-nya dan keamanan. Intinya, wajib bila mampu
dan tidak wajib bila tidak mampu. Wajibnyapun juga hanya sekali, untuk seterusnya
menjadi ibadah sunnah biasa, hal ini merujuk pada Nabi Muhammad SAW yang hanya
melaksanakan ibadah haji sekali saja seumur hidupnya.
Pelaksanaan ibadah haji di Indonesia dikoordinir dan dikelola oleh pemerintah melalui
Kementerian Agama. Semua keperluan jamaah selama menjadi tamu Allah sudah
diurus oleh pemerintah. Jadi jamaah calon haji Indonesia tinggal mempersiapkan biaya, fisik dan mental untuk
berangkat ke tanah suci.
Masjid Bir Ali tempat mengambil Miqat (Foto : Koleksi
Pribadi)
Di Indonesia, permasalahan seputar ibadah haji yang
paling menarik perhatian sekaligus keprihatinan adalah lamanya daftar tunggu
bagi jamaah calon haji. Ratio kuota yang diberikan pemerintah saudi arabia dengan jumlah pendaftar haji seluruh Indonesia baik yang dikelola pemerintah maupun swasta (haji
plus) sangat tidak berimbang. Situasinya menjadi semakin parah ketika tahun
2013 kuota haji Indonesia dipotong 20% oleh pemerintah Saudi Arabia, dari total sebelumnya sebanyak 221.000 jamaah
menjadi tinggal 168.800 jamaah karena adanya proyek pelebaran Masjidil Haram di
Makkah.
Kabar terbaru, berdasar release Kanwil Kementerian
Agama Kalimantan Selatan yang dimuat harian Banjarmasin Post, Sabtu, 23 Januari
2016, untuk wilayah Propinsi Kalimantan Selatan daftar tunggu jamaah haji mencapai
84.724 orang. Apabila menggunakan asumsi kuota haji tahun 2015, sebanyak 3050
orang, maka antrian haji di Kalimantan Selatan mencapai 27-30 tahun untuk haji
reguler, sedangkan untuk haji khusus antrian mencapai 13 tahun... ckckckckck!
Artinya, kalau sekarang tahun 2016 ini, saya mendaftar
haji maka diatas kertas kemungkinan berangkat ke tanah suci paling cepat adalah
tahun 2043. Kalau usia saya sekarang 40 tahun, berarti 27 tahun lagi saat
berangkat haji usia saya sudah mencapai 67 tahun, usia yang relatif rentan dan
tidak masuk rekomendasi untuk aktifitas ritual haji yang cukup berat. Tapi
itulah uniknya ibadah haji. Walaupun berat, tetap saja menjadi magnet yang kuat
bagi umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakannya.
Pernah mendengar cerita tentang Senad Hadzic
pria asal Bosnia yang rela harus berjalan kaki dari negaranya Bosnia menuju
Arab Saudi sejauh 5700 km selama 314 hari dengan melewati 5 negara, yaitu
Serbia, Bulgaria, Turki, Syiria dan Jordania sebelum memasuki Saudi Arabia
untuk melaksanakan ibadah haji?
Kisah Senad Hadzic diatas, mungkin bisa memberi
gambaran bagaimana posisi ibadah haji bagi umat Islam! Begitu juga umat Islam
di Indonesia! Buktinya, dari tahun ke tahun pendaftar ibadah haji terus
meningkat secara signifikan, baik yang reguler maupun yang khusus. Situasi ini
menyebabkan daftar antrian semakin panjang dan lama.
Pemerintah sebagai pengelola tunggal ibadah haji
reguler, sejauh ini memang belum bisa berbuat banyak untuk mengendalikan
antusiasme umat Islam Indonesia mendaftar haji yang terus meningkat. Upaya
pengendalian dengan menaikkan setoran awal ternyata tidak mempan alias tidak
memberi pengaruh apa-apa, wacana pelarangan haji berulang masih terjadi tarik
ulur walaupun akhirnya diputuskan menteri agama (PERMENAG No.29 Tahun 2015,
Pasal 8 ayat 1) mulai berlaku bagi pendaftaran haji tahun 2016 yang tetap
memberikan kesempatan kepada jamaah calon haji yang sudah pernah naik haji
untuk mendaftar haji lagi 10 tahun berikutnya dengan pertimbangan jangka waktu
10 tahun sudah cukup bisa mengurai antrian panjang jamaah haji. Apalagi pada
prisipnya, siapapun tidak bisa melarang umat Islam untuk melaksanakan rukun
Islam ke-5 tersebut, kecuali mengendalikannya.
Sedangkan kajian dari sisi yang lain, seperti batasan
usia minimal/maksimal pandaftaran dan saat pelunasan BPIH serta alasan
kesehatan karena kondisi atau penyakit tertentu yang secara medis dianggap
membahayakan ketika harus menjalani ritual haji, juga masih belum bisa
diputuskan atau difatwakan sampai sekarang. Begitu juga, kajian terkait usulan
dan wacana pendaftaran haji dengan sistem buka tutup dengan teknis satu tahun
dibuka dan lima tahun ditutup masih terus ditampung guna dikaji lebih
mendalam.
Jabal Rahmah (Foto : Koleksi Pribadi)
Disisi lain, antrean panjang
yang terjadi memang tidak serta merta menimbulkan gejolak sosial di kalangan
umat Islam. Karena konteks berhaji adalah ibadah maka sebagian besar umat Islam
calon jamaah haji memahami masalah ini juga dari konteks ibadah, yaitu sebagai
ujian! Ujian kesabaran menunggu panggilan atau undangan dari Allah SWT.
Hanya saja, permasalahannya akan berbeda jika kelak
dikemudian hari muncul tindakan-tindakan pragmatis tidak bertanggung jawab,
demi memanfaatkan situasi ini yang dilakukan oleh oknum-oknum calon jamaah haji
bekerjasama dengan pemangku kebijakan yang tidak bertanggung jawab, misal :
indikasi adanya penyerobotan nomor urutan yang ditengarai sudah mulai sering
muncul di daerah-daerah dengan berbagai modus. Masih ingat kan, menurut teori kriminologi munculnya tindakan kejahatan
karena adanya peluang, kesempatan dan niat pelaku. Inti kendalinya ada pada
peluang, sementara kesempatan dan niat bisa mengekor dibelakang. Semoga
tengarai ini hanya rumor semata, sebagai salah satu bagian upaya mengingatkan
semua pihak yang terkait dan berkepentingan dengan cara yang berbeda!
Lantas, apakah situasi ini dibiarkan begitu saja tanpa
ada upaya ikhtiar dari pemerintah dan pihak-pihak terkait? Menidaklanjuti
PERMENAG No.29 Tahun 2015, Pasal 8 ayat 1, yang mengatur pengendalian haji berulang,
diperlukan konsistensi dan pengawasan yang melekat mengingat kemungkinan lost
control masih ada. Sebisa mungkin pemerintah juga harus menjalin komunikasi
efektif secara intensif dengan berbagai Ormas Islam dan haji, seperti
Muhamadiyah, NU, Persis termasuk IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia)
untuk lebih aktif mensosialisasikan PERMENAG No.29 Tahun 2015, Pasal 8 ayat 1
sekaligus membumikan Sunnah Rasul tentang kewajiban berhaji yang hanya satu
kali seumur hidup kepada semua anggota, simpatisan dan seluruh umat Islam di
Indonesia.
Melempar Jumfah (Foto : Muslim.or.id)
Bagi umat Islam yang mempunyai dana lebih, dan
berpikir bahwa umur "tidak berbau" akan lebih memilih ibadah umrah
dulu untuk menuntaskan kerinduan dan hajat beribadah mengikuti ajaran
Rasulullah Muhammad SAW, dengan menapaktilasi Risalah Nabi Ibrahim AS dan
putranya Nabi Ismail AS, sambil menunggu datangnya giliran panggilan berhaji
dari Allah SWT.
Sementara yang lainnya harus bersabar menunggu
undangan Allah SWT, karena ibadah haji tidak hanya domain dari dimensi
lahiriyah, kemampuan uang dan kesehatan semata, tapi juga urusan hati. Tautan
hati akan kerinduan kepada-Nya berikut nikmat luar biasa yang bisa dirasakan
ketika melaksanakan ibadah hajilah yang membuat militansi jamaah calon haji
akan muncul sehingga akan melakukan apapun untuk mengapainya, termasuk menunggu
puluhan tahun lamanya.
Suasana wukuf di Arafah (Foto : travelhajidanumrah.com)
Inilah warna-warni pelangi pengantar Ibadah haji khas
ala Indonesia! Ketika ritual suci peribadatan paling spesial bagi
umat Islam ini harus bersentuhan dengan aspek sosio culture, ekonomi, politik
dan ego manusia. Sangat-sangat menggemaskan! Untuk itulah, mohon ..... jangan
naik haji lagi, Pak Haji dan Bu haji! karena bisa makan hak orang. Berikan
kesempatan kepada saudara-saudara kita yang lain yang wajib berhaji, biar ikut
merasakan nikmatnya bersentuhan dengan nikmat-nikmat Allah yang hanya ada dalam
waktu dan tempat spesial. Wallahu a’lam
Artikel ini pertama kali juga bisa dibaca di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar