Wajah baru Pasar Kindai Limpuar, Gambut, Kabupaten Banjar |
Kindai Limpuar Idiom Bahasa Banjar yang Unik dan Sarat Makna
Kindai Limpuar! Frasa idiomatik dalam Bahasa Banjar yang satu ini menempati ruang spesial dalam benak
saya. Aksentuasinya menurut saya unik dan menarik, mudah dibaca, dilafalkan dan
nyaman didengarkan.! Melafalkan kata kindai berasa seperti melafalkan
english style, sedangkan kata limpuar berasa
banget ethnical taste-nya. Selain itu, kombinasi kata pembentuk
frasa-nya terasa pas dan paling menarik perhatian saya, jika dibanding
frasa-frasa idiomatik dalam Bahasa Banjar lainnya yang jumlahnya sangat banyak,
layaknya kecerdasan budaya bahasa sub-suku bangsa Melayu lainnya.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah rantau,
tanah seberang, Kalimantan Selatan yang juga tanah moyang keluarga besar saya. Frasa
idiomatik Kindai Limpuar pertama kali saya dapatkan di
papan nama sebuah pasar tradisonal di daerah Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan. Pertama kali membaca sekaligus mengamati papan nama
sederhana yang terletak dibagian atas bangunan pasar dengan latar belakang atap
sirap khas suku Banjar yang menurut saya begitu artistik dan kental rasa
tradisinya itu, saya seperti dibawa menjelajahi muara dari kearifan lokal sebuah
entitas budaya masyarakat Banjar.
Wajah lama Pasar Kindai Limpuar (2015) (Foto : banjarmasin.tribun,news) |
Perpaduan dua elemen budaya Banjar, berupa desain
artistik arsitektur khas Banjar yang diwakili oleh atap sirap plus
beberapa ornamen kayu yang membentuk rumah adat Banjar bubungan tinggi
dengan susunan frasa idiomatik Bahasa Banjar sebagai
identias budaya Banjar lainnya di dalam satu bingkai yang diletakkan di
salah satu ruang publik dengan intensitas interaksi masyarakat paling tinggi
merupakan salah satu wujud dari sense of belonging atau rasa memiliki
yang tinggi masyarakat terhadap sebuah entitas budayanya. Sekaligus sebagai bentuk
strategis pemangku kebijakan dalam upaya melestarikan entitas budaya
masyarakat Banjar.
Idiom
tematik yang didasarkan dari kearifan lokal masyarakat Banjar, khususnya daerah
Gambut Kabupaten Banjar ini tersusun dari dua kosakata pembentuk, yaitu Kindai
yang berarti lumbung (padi) dan Limpuar yang berarti
penuh sampai meluber. Jadi makna leksikal dari idiom ini
adalah lumbung padi yang penuh sampai meluber, sedang makna gramatikal-nya
secara umum dipahami sebagai lambang kemakmuran, yang dilambangkan dengan
wadah yang isinya melimpah ruah. Hal ini terkait dengan posisi Kecamatan Gambut
Kabupaten Banjar yang dikenal sebagai lumbung padi-nya Kalimantan Selatan,
khususnya untuk varian padi jenis Siam dan Unus, jenis padi
penghasil beras Banjar nomor wahid sekaligus paling mahal. Di sinilah
ternyata titik temu dari logika kausalitas penamaan pasar Kindai
Limpuar, titik simpul
perekonomian masyarakat Gambut.
Macam-macam beras Banjar dengan keterangan harga dalam satuan liter (Foto : Koleksi Pribadi) |
Saya baru menyadari, seperti mempunyai ikatan
emosional dengan perpaduan dua kata ini. Mungkin karena taste unik dari
kosakatanya atau juga frasa kata yang menurut saya pas (seperti uaraian saya
diatas) atau juga karena idiom ini adalah rangkaian kata dalam Bahasa Banjar
pertama yang mendarat dalam kontak visual saya yang akhirnya mendarat mulus dalam
alam bawah sadar saya. Seperti emosi "cinta pertama" yang katanya
tidak akan terlupakan seumur hidup. Mungkin emosi layaknya cinta pertama inilah
yang tanpa saya sadari telah menghadirkan ikatan emosional antara saya dengan
idiom "Kindai Limpuar".
Papan nama Pasar Kindai Limpuar Baru (Foto ; Koleksi Pribadi) |
Pasar Kindai Limpuar,
Ruang publik pusat perekonomian Masyarakat Gambut
Pasar Kindai Limpuar adalah sebuar pasar rakyat atau pasar tradisonal yang
lokasinya sangat strategis. Berada tepat di pinggir jalan poros trans Kalimantan, tepatnya di Jalan Ahmad Yani Km. 14 Kecamatan Gambut, Kabupaten
Banjar. Lokasi ini merupakan lokasi premium di Kalimantan Selatan,
sebagai jalur utama transportasi dari Kota Banjarmasin ke Bandar Udara
Syamsuddin Noor di Banjarbaru dan Kota Banjarmasin ke komplek Kantor Gubernur
di Banjarbaru plus jalur darat satu-satunya yang
reperesentatif untuk jalur koneksi antar propinsi di Kalimantan (Kaltara-Kaltim
menuju Kalteng-Kalbar atau sebaliknya) tidak heran jika kawasan ini
disebut-sebut sebagai etalase-nya Kalimantan Selatan. Bagi anda yang
sempat atau pernah berkunjung ke Banjarmasin via Bandara Syamsuddin Noor tentu akan melewati pasar
ini. Jika perjalanan dari Bandara menuju Banjarmasin, maka posisi pasar Kindai Limpuar terletak di sebelah
kiri jalan dengan rentang jarak dari Bandara Syamsuddin Noor sekitar 8 km.
Pedagang "iwak karing" alias ikan kering ( Foto : Koleksi Pribadi) |
Pasar Kindai Limpuar, pada sisi bagian depan
terdiri dari dua lantai bangunan semen permanen berbentuk kios, sebagian besar
diisi oleh pedagang "keringan" seperti baju, elektronik, grossir makanan
ringan, stasionary dan toko kelontong. Selebihnya di bagian belakang
berupa kios dan lapak yang didominasi oleh pedagang hasil pertanian dan
perikanan air tawar khas Kalimantan Selatan. Situasi di dalam pasar yang konon
sudah puluhan tahun berdiri itu tidak jauh berbeda dengan pasar-pasar
tradisonal lainnya. Selalu penuh di pagi hari dan mulai sepi menjelang siang.
Rata-rata pedagang di sini hanya buka pada pagi sampai tengah hari saja, hanya
beberapa saja yang berjualan sampai sore hari.
Kios pebjahit pakaian (Foto : Koleksi Pribadi) |
Pedagang Sayuran di Los Pasar Kindai Limpuar (Foto : Koleksi Pribadi) |
Dari pantauan saya beberapa hari yang lalu, saat bernostalgia
di pasar rakyat pertama di Kalimantan Selatan yang pernah saya masuki sekitar
15 tahun yang lalu itu, tampak tidak ada perubahan yang signifikan di dalamnya.
Mungkin hanya jumlah pedagang yang terlihat semakin banyak dan luas pasar yang
semakin melebar ke arah belakang yang terlihat berubah. Selebihnya masih
seperti yang dulu, layaknya pasar tradisional lainnya terlihat semrawut, kumuh
dan di beberapa bagian terlihat becek plus tercium bau yang
tidak sedap. Inilah romantika sebagian besar pasar tradisonal kita yang sering
memunculkan dilema tapi disisi lain tetap saja memunculkan sisi romantisme yang
sulit untuk diterjemahkan dengan kata-kata. Atau mungkin, kata "ngangeni"
bisa dipilih untuk mewakili?
Pedagang ikan air tawar (Foto : Koleksi Pribadi) |
Menurut Informasi dari beberapa pedagang, sebenarnya
sejak 4-5 tahun yang lalu pasar Kindai Limpuar direlokasi berikut para
pedagangnya ke lokasi baru di bekas lahan UPT Penyuluhan Pertanian Kabupaten
Banjar yang terletak di seberang jalan arah Banjarbaru yang jaraknya sekitar
300 meter dari lokasi sekarang. Tapi para pedagang menolak untuk direlokasi
dengan alasan tempatnya kurang strategis meskipun sama-sama di pinggir jalan
raya Ahmad Yani. Selain itu, karena daya tampung di lokasi baru masih belum
siap untuk menampung semua pedagang yang sudah terdaftar dan satu lagi alasan
relokasi pasar menurut mereka masih belum jelas. Ada yang mengatakan untuk
revitalisasi jalur hujau, ada juga yang mengatakan untuk terminal regional
bahkan ada juga selentingan yang mengatakan bahwa lahan pasar Kindai
Limpuar diminati oleh investor besar untuk dijadikan pasar modern
lengkap dengan fasilitas masyarakat urban lainnya. Entah mana yang benar?
Dari berita yang dirilis beberapa media masa lokal,
dikabarkan tahun 2016 ini semua pedagang akan direlokasi ke lokasi yang baru,
seiring telah rampungnya semua fasilitas pasar Kindai Limpuar baru
untuk menampung semua pedagang Kindai Limpuar lama.
Bongkar muat di depan pasar (Foto : Koleksi Pribadi) |
Restorasi Total Wajah Pasar Kindai Limpuar
Berita tentang relokasi pasar Kindai Limpuar
memang sudah lama terdengar, jadi bukan berita baru yang mengagetkan bagi
masyarakat Gambut dan sekitarnya, termasuk saya. Tapi, saya justeru dibuat
kaget oleh vermaak total wajah depan dari pasar Kindai Limpuar
yang entah sejak kapan terjadinya!?
Tampilan wajah baru pasar kebanggan masyarakat Gambut
itu sekarang lebih ngejreng dari biasanya. Warna kuning dan merah berikut nama
dari salah satu operator seluler besar tanah air tampak mendominasi
wajah baru Pasar Kindai Limpuar. Dari
penampakan ini, semua bisa menebak kalau wajah Pasar Kindai Limpuar sudah masuk
dalam wilayah komersialisasi ruang publik.
Wajah baru Pasar Kindai Limpuar. (Foto : Koleksi Pribadi) |
Secara pribadi, menurut saya branding product
wajah pasar Kindai Limpuar oleh operator seluler nasional
bukanlah sebuah masalah, selama tidak mengganggu ketertiban umum, aturan/hukum
adat dan hukum positif yang berlaku. Bahkan menurut saya, ini sebuah terobosan
cerdas dari pemangku kebijakan untuk menambah PAD dengan memaksimalkan manfaat
aset-aset “tidur” milik pemerintah. Tentu tetap harus melalui prosedur yang
benar dan tanpa KKN!
Apalagi, tampilan fresh dan ngejreng warna-warni pasar Kindai Limpuar yang didominasi
warna kuning dan merah, selaras dengan makna simbol warna yang selama ini
menjadi trademark budaya Banjar dan Melayu umumnya yang
mengartikan warna kuning sebagai simbol kemakmuran dan warna merah sebagai simbol
keberanian. Hanya saja, sepertinya ada yang terlewatkan dan terabaikan dari
proses vermaak wajah Pasar
Kindai Limpuar yang menurut saya merupakan “kesalahan” fatal! yaitu,
dihilangkannya “penampakan” ornament-ornament khas budaya Banjar tanpa berusaha
mengganti dengan tampilan yang baru, termasuk tulisan nama Pasar Kindai Limpuar
yang biasa menempel di wajah pasar.
"Ngejreeeeng!". Wajah baru Pasar Kindai Limpuar. (Foto : Koleksi Pribadi) |
Memang harus diakui, tema ornament
tradisional terakhir yang masih tersisa
dari wajah Pasar Kindai Limpuar yang berupa atap sirap, memberi kesan kuno dan jadul. Mungkin dianggap
tidak akan mix n’ match dengan tema modernitas dan teknologi high end
yang diusung oleh operator seluler yang menyewa
wajah Pasar Kindai Limpuar untuk di branding. Tapi budaya Banjar yang elok kan tidak hanya melulu atap sirap saja!
Kalau mau lebih arif dan repot sedikit, sebenarnya ornament kain sasirangan khas Banjar bisa ditampilkan pada cat warna-warni merah dan
kuning polos yang mendominasi wajah pasar. Apalagi, warna merah dan kuning juga
cukup dominant pada kain sasirangan. Sehingga sangat cocok. Seandainya ini benar-benar mendapatkan
apresiasi dan menjadi kenyataan, ada beberapa manfaat yang didapat dari vermaak wajah pasar Kindai
Limpuar.
Pertama. Tetap sebagai media promosi dari
operator seluler, karena warna-warna identik perusahaan mereka tidak berubah, tetap
merah dan kuning.
Kedua. Dengan menambahkan ornament kain sasirangan pada blok ruang warna tersebut maka perusahaan
seluler tersebut juga ikut serta dalam pelestarian asset seni dan budaya
masyarakat Banjar dan cara ber-empati pada seni dan budaya masyarakat setempat
seperti ini, sebenarnya termasuk strategi marketing yang cantik dan smart
untuk merebut
hati masyarakat Banjar. Bukankah itu tujuan perusahaan seluler melakukan branding wajah Pasar Kindai
Limpuar?
Ketiga. Seandainya ide kreatif ini terwujud,
tidak menutup kemungkinan, kedepan Pasar Kindai Limpuar tidak hanya menjadi
tempat bertemunya penjual dan pembeli saja, tapi juga menjadi destinasi wisata
baru yang menarik. Lukisan mural raksasa ornament kain sasirangan di wajah
Pasar Kindai Limpuar berwarna dominant merah dan kuning bisa dijual sebagai
destinasi wisata.
Corak ornamen Kain Sasirangan (Gambar : BatikSasirangan.com) |
Mudah-mudahan ide sederhana ini bisa memberi sedikit
wacana untuk upaya melestarikan sebagian asset seni dan budaya Banjar,
khususnya di ruang public terbuka. Dan ….ikatan emosional masyarakat Banjar
dengan Pasar Kindai Limpuar tidak akan sirna seiring keniscayaan sebuah
perubahan yang akan terus terjadi di muka bumi.
Semoga bermanfaat!
Kertakhanyar, Banjar
17 April 2016
Ini pasar rakayat yang sebenarnya
BalasHapusApik rek pasare ngejreeeng
BalasHapusIya tu bila dicat pakai batik daerah pasti tambah bagus ya
BalasHapusSayang pasarnya mau dipindah ya?!
BalasHapus